Hypereport: Fanatisme Idola K-Pop dan Kegaduhan Fan War di Ruang Maya
25 October 2022 |
16:13 WIB
Perang antarpenggemar grup musik K-Pop adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Mereka sangat mengidolakan artis pujaannya dan tidak segan-segan berselisih dengan pendukung artis lain. Meskipun di antara fanbase ini tidak saling bermusuhan, tetapi sering kali perdebatan muncul akibat komentar sepele di antara para anggotanya hingga memicu fan war.
Head MonstaX Indonesia Renadya mengaku lelah melihat fan war atau perang antara pendukung yang kerap terjadi lantaran biasanya yang diperdebatkan tersebut adalah sesuatu yang seharusnya tidak menjadi besar. “Cukup saling menghargai garis masing-masing saja, respect,” katanya saat dihubungi Hypeabis.id.
Baca juga: Bukan K-Pop, Remaja Depok Antusias Ikut DEPOKPOP
Secara umum, fan war biasanya karena satu oknum yang memulai. Mereka yang memulai seperti membuat statement tentang satu grup yang flop sambil menyatakan bahwa grup yang mereka idolakan lebih bagus. Oknum itu juga mengeluarkan pernyataan bahwa grup tersebut tidak akan pernah lebih bagus.
Tidak hanya itu, fan war juga biasanya terjadi jika terdapat oknum yang mulai mengaku bahwa idolanya adalah yang membuat sebuah tren, sementara idola lainnya hanya mengikuti. “Mereka saling enggak terima yang ujung-ujungnya memicu fan war,” jelasnya.
Renadya mengatakan bahwa fanbase MonstaX Indonesia tidak pernah terlibat dengan fan war lantaran tidak pernah mau menyulut atau memancing dengan sesuatu opini tertentu. MonstaX Indonesia selalu menggunakan cara report and block (RNB) jika terdapat beberapa oknum yang memulai fan war.
Sementara itu, Ketua Admin Kard Indonesian Andaru Dwi Putra Arbiansyah menilai bahwa aksi fan war di antara fanbase adalah tindakan yang tidak baik karena tindakan itu dapat membuat image idola menjadi terlihat tidak baik. Fanbase Kard Indonesia mengaku bahwa tidak pernah melakukan fan war terhadap pendukung idola K-Pop lainnya.
Secara umum, menurutnya, fan war di antara fanbase K-Pop kemungkinan akibat miskomunikasi tentang masalah idola di media sosial. Dia menuturkan bahwa biasanya masalah muncul ketika idola tertentu sedang terkena skandal yang memancing orang beropini.
SOSOK IDEAL
Sosiolog Universitas Nasional Sigit Rochadi menuturkan bahwa hubungan antara fans dengan sang idola adalah hubungan emosi yang biasanya terbentuk dari kekaguman. “Kesukaan yang berubah menjadi kekaguman,” katanya.
Setelah memiliki rasa kagum, fans biasanya mengidentifikasikan diri dengan idolanya. Mereka menempatkan diri seperti dirinya adalah idolanya. Bagi fan, idola tidak memiliki kekurangan karena idola adalah tipe ideal.
Idola adalah gambaran sosok yang ideal, dan tidak ada duanya. Jika yang menjadi idola adalah suatu kelompok musik, kelompok musik itu adalah kelompok musik yang ideal.
“Para penggemar ini memuji idola dengan berbagai cara, bahkan kadang-kadang mau mengeluarkan uang untuk idolanya. Misalnya sanggup membayar tiket dengan harga yang mahal, mau membeli atribut yang berkaitan dengan idola,” ujarnya.
Lantaran idola itu dianggap sesuatu yang ideal, orang tidak tidak seharusnya mencela idola tersebut. Tidak hanya itu, hubungan yang terjadi antara satu idola dengan idola lainnya juga dapat memengaruhi hubungan antara fans.
Jika hubungan antara idola mengalami ketegangan, hubungan antara fans juga akan mengalami hal serupa. Namun, hubungan ketegangan antara fans satu dengan fans lainnya juga terkadang tidak diketahui oleh individu yang menjadi idola.
Ketegangan atau pertentangan antara penggemar tidak bisa dipisahkan dari pemahaman kelompok penggemar lain yang tidak menempatkan idolanya seperti yang diharapkan.
Sigit menuturkan kebangkitan K-Pop terjadi pada awal 2000-an. K-Pop adalah musik populer yang digawangi oleh para penyanyi dari Korea Selatan. Bagi para fan, kehadiran K-Pop menjadi idola baru dari sisi musik.
“Meskipun para penyanyi tidak bisa Bahasa Inggris, dan menyanyi lagu Korea yang tidak dimengerti fans. Namun, karena musik itu universal, tidak perlu ada terjemahan. Jadi, suara, gaya, kekompakan, dan aksi panggung sudah cukup bagi para fan untuk menempatkan idola sebagai gambaran ideal," jelasnya.
Pada 2000-an adalah era transisi yang merupakan tahun kebangkitan musik-musik dunia ketiga. Jika sebelumnya orang-orang di negara berkembang memuji para musisi dari Amerika dan Eropa, setelah itu mulai mencuat dari negara-negara industri baru seperti Jepang dan Korea Selatan yang disukai masyarakat di belahan dunia ketiga.
Pada awal, masyarakat di dalam negeri hanya mengenal produk otomotif atau elektronik dari Korea Selatan, dan belum mengenal musiknya. Namun, setelah diperkenalkan oleh media televisi dengan berbagai drama, musik pengantar, atau backing music, seni dari Korea Selatan pun mulai dikenal.
“Fenomena itu berkembang seiring kebangkitan drama Korea, dan musik Korea mulai memperoleh hati di kalangan penggemar Indonesia. Semuanya satu paket,” tuturnya.
Simak liputan khusus tentang Fandom K-Pop terkait berikut ini:
- Kpopers, Dimulai dari Fandom hingga Kekuatan Nyata Media Sosial
- Fenomena Fandom K-Pop, Misi & Aktivitas Sosial
- Totalitas Penggemar di Balik Fanatisme Idol K-Pop
Sementara Renadya menambahkan bahwa fanbase K-Pop di Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan dibanding dengan sebelum pandemi. Peningkatan itu dapat terlihat dari berbagai macam fan group maupun soloist. “Mereka pun aktif dalam berbagai kegiatan dan seneng saja sih aku melihatnya. Jadi, setiap fandom ada kehidupannya,” katanya.
Menurutnya, keberadaan fans Indonesia terhadap K-Pop sangat penting karena dukungan dari penggemar masih sangat dibutuhkan dalam siklus komunitas fans berat atau fandom.
Sementara itu, untuk menjaga kekompakkan antara anggota fans club, MonstaX Indonesia rutin membuat fans project, dan ikut serta dalam setiap kegiatan interaktif. Tidak hanya itu, komunikasi melalui surat elektronik dengan agensi MonstaX, yakni Starship Entertainment, untuk pengiriman hadiah, dan sebagainya.
Kemudian, fans juga dapat berkomunikasi dengan artis melalui Daum Cafe maupun chat di aplikasi Universe. Daum Cafe adalah tempat antara artis dan para penggemar dapat saling berkomunikasi dengan board majalah dinding (Mading). “Jadi, mereka bisa comment-comment di board kami,” ujarnya.
Sementara itu, Andaru menilai bahwa fanbase K-Pop di Indonesia besar dan setiap fanbase mempunyai sesuatu yang unik untuk mendukung idolanya. Keberadaan mereka sangat penting karena eksistensi komunitas dapat membuat satu anggota dengan anggota lainnya bisa lebih saling mendukung buat idolanya.
Baca juga: Riset dari TikTok Ini Menunjukkan Indonesia Adalah Negara Kpopers
“Saat ini Kard Indonesia baru bangkit lagi sejak 2 tahun Kard tidak ada comeback, karena salah satu member Kard ada yang habis wajib militer yaitu Jseph,” katanya.
Editor: Fajar Sidik
Head MonstaX Indonesia Renadya mengaku lelah melihat fan war atau perang antara pendukung yang kerap terjadi lantaran biasanya yang diperdebatkan tersebut adalah sesuatu yang seharusnya tidak menjadi besar. “Cukup saling menghargai garis masing-masing saja, respect,” katanya saat dihubungi Hypeabis.id.
Baca juga: Bukan K-Pop, Remaja Depok Antusias Ikut DEPOKPOP
Secara umum, fan war biasanya karena satu oknum yang memulai. Mereka yang memulai seperti membuat statement tentang satu grup yang flop sambil menyatakan bahwa grup yang mereka idolakan lebih bagus. Oknum itu juga mengeluarkan pernyataan bahwa grup tersebut tidak akan pernah lebih bagus.
Tidak hanya itu, fan war juga biasanya terjadi jika terdapat oknum yang mulai mengaku bahwa idolanya adalah yang membuat sebuah tren, sementara idola lainnya hanya mengikuti. “Mereka saling enggak terima yang ujung-ujungnya memicu fan war,” jelasnya.
Renadya mengatakan bahwa fanbase MonstaX Indonesia tidak pernah terlibat dengan fan war lantaran tidak pernah mau menyulut atau memancing dengan sesuatu opini tertentu. MonstaX Indonesia selalu menggunakan cara report and block (RNB) jika terdapat beberapa oknum yang memulai fan war.
Sementara itu, Ketua Admin Kard Indonesian Andaru Dwi Putra Arbiansyah menilai bahwa aksi fan war di antara fanbase adalah tindakan yang tidak baik karena tindakan itu dapat membuat image idola menjadi terlihat tidak baik. Fanbase Kard Indonesia mengaku bahwa tidak pernah melakukan fan war terhadap pendukung idola K-Pop lainnya.
Secara umum, menurutnya, fan war di antara fanbase K-Pop kemungkinan akibat miskomunikasi tentang masalah idola di media sosial. Dia menuturkan bahwa biasanya masalah muncul ketika idola tertentu sedang terkena skandal yang memancing orang beropini.
SOSOK IDEAL
Sosiolog Universitas Nasional Sigit Rochadi menuturkan bahwa hubungan antara fans dengan sang idola adalah hubungan emosi yang biasanya terbentuk dari kekaguman. “Kesukaan yang berubah menjadi kekaguman,” katanya.
Setelah memiliki rasa kagum, fans biasanya mengidentifikasikan diri dengan idolanya. Mereka menempatkan diri seperti dirinya adalah idolanya. Bagi fan, idola tidak memiliki kekurangan karena idola adalah tipe ideal.
Idola adalah gambaran sosok yang ideal, dan tidak ada duanya. Jika yang menjadi idola adalah suatu kelompok musik, kelompok musik itu adalah kelompok musik yang ideal.
“Para penggemar ini memuji idola dengan berbagai cara, bahkan kadang-kadang mau mengeluarkan uang untuk idolanya. Misalnya sanggup membayar tiket dengan harga yang mahal, mau membeli atribut yang berkaitan dengan idola,” ujarnya.
Lantaran idola itu dianggap sesuatu yang ideal, orang tidak tidak seharusnya mencela idola tersebut. Tidak hanya itu, hubungan yang terjadi antara satu idola dengan idola lainnya juga dapat memengaruhi hubungan antara fans.
Jika hubungan antara idola mengalami ketegangan, hubungan antara fans juga akan mengalami hal serupa. Namun, hubungan ketegangan antara fans satu dengan fans lainnya juga terkadang tidak diketahui oleh individu yang menjadi idola.
Ketegangan atau pertentangan antara penggemar tidak bisa dipisahkan dari pemahaman kelompok penggemar lain yang tidak menempatkan idolanya seperti yang diharapkan.
Sigit menuturkan kebangkitan K-Pop terjadi pada awal 2000-an. K-Pop adalah musik populer yang digawangi oleh para penyanyi dari Korea Selatan. Bagi para fan, kehadiran K-Pop menjadi idola baru dari sisi musik.
“Meskipun para penyanyi tidak bisa Bahasa Inggris, dan menyanyi lagu Korea yang tidak dimengerti fans. Namun, karena musik itu universal, tidak perlu ada terjemahan. Jadi, suara, gaya, kekompakan, dan aksi panggung sudah cukup bagi para fan untuk menempatkan idola sebagai gambaran ideal," jelasnya.
Pada 2000-an adalah era transisi yang merupakan tahun kebangkitan musik-musik dunia ketiga. Jika sebelumnya orang-orang di negara berkembang memuji para musisi dari Amerika dan Eropa, setelah itu mulai mencuat dari negara-negara industri baru seperti Jepang dan Korea Selatan yang disukai masyarakat di belahan dunia ketiga.
Pada awal, masyarakat di dalam negeri hanya mengenal produk otomotif atau elektronik dari Korea Selatan, dan belum mengenal musiknya. Namun, setelah diperkenalkan oleh media televisi dengan berbagai drama, musik pengantar, atau backing music, seni dari Korea Selatan pun mulai dikenal.
“Fenomena itu berkembang seiring kebangkitan drama Korea, dan musik Korea mulai memperoleh hati di kalangan penggemar Indonesia. Semuanya satu paket,” tuturnya.
Simak liputan khusus tentang Fandom K-Pop terkait berikut ini:
- Kpopers, Dimulai dari Fandom hingga Kekuatan Nyata Media Sosial
- Fenomena Fandom K-Pop, Misi & Aktivitas Sosial
- Totalitas Penggemar di Balik Fanatisme Idol K-Pop
Sementara Renadya menambahkan bahwa fanbase K-Pop di Indonesia pada saat ini mengalami peningkatan dibanding dengan sebelum pandemi. Peningkatan itu dapat terlihat dari berbagai macam fan group maupun soloist. “Mereka pun aktif dalam berbagai kegiatan dan seneng saja sih aku melihatnya. Jadi, setiap fandom ada kehidupannya,” katanya.
Menurutnya, keberadaan fans Indonesia terhadap K-Pop sangat penting karena dukungan dari penggemar masih sangat dibutuhkan dalam siklus komunitas fans berat atau fandom.
Sementara itu, untuk menjaga kekompakkan antara anggota fans club, MonstaX Indonesia rutin membuat fans project, dan ikut serta dalam setiap kegiatan interaktif. Tidak hanya itu, komunikasi melalui surat elektronik dengan agensi MonstaX, yakni Starship Entertainment, untuk pengiriman hadiah, dan sebagainya.
Kemudian, fans juga dapat berkomunikasi dengan artis melalui Daum Cafe maupun chat di aplikasi Universe. Daum Cafe adalah tempat antara artis dan para penggemar dapat saling berkomunikasi dengan board majalah dinding (Mading). “Jadi, mereka bisa comment-comment di board kami,” ujarnya.
Sementara itu, Andaru menilai bahwa fanbase K-Pop di Indonesia besar dan setiap fanbase mempunyai sesuatu yang unik untuk mendukung idolanya. Keberadaan mereka sangat penting karena eksistensi komunitas dapat membuat satu anggota dengan anggota lainnya bisa lebih saling mendukung buat idolanya.
Baca juga: Riset dari TikTok Ini Menunjukkan Indonesia Adalah Negara Kpopers
“Saat ini Kard Indonesia baru bangkit lagi sejak 2 tahun Kard tidak ada comeback, karena salah satu member Kard ada yang habis wajib militer yaitu Jseph,” katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.