Ancaman Resesi 2023, UMKM Enggak Gentar Tuh
24 October 2022 |
13:40 WIB
Dunia diramalkan akan mengalami tahun ekonomi gelap pada 2023. Banyak negara kini mulai waspada karena ekonomi pada 2023 akan menuju jurang resesi. Di tengah ancaman resesi, bagaimanakah nasib usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kerap jadi tulang punggung ekonomi Indonesia?
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan ada beberapa faktor yang membuat pelaku UMKM dapat optimistis menghadapi ancaman resesi 2023. Sebab, konsumsi rumah tangga Indonesia masih bisa tumbuh.
Baca juga: Simak Peran Penting Komunitas Agar UMKM Bisa Naik Kelas
Tumbuhnya konsumsi rumah tangga di Indonesia karena didorong oleh besarnya populasi kelas menengah usia produktif. Demografi ini sangat menguntungkan dan akan menjadi pasar andalan UMKM.
“Setidaknya, saat resesi, 270 juta penduduk butuh makan, minum, dan belanja kebutuhan pokok lain,” ujar Bhima kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Selain itu, pengembangan kawasan industri yang saat ini digencarkan Indonesia, seperti kendaraan listrik, juga dapat memacu potensi pasar baru bagi UMKM. Misalnya, dengan menggelar layanan bengkel dan penyediaan sparepart kendaraan listrik yang akan muncul dari skala UMKM.
Ancaman resesi 2023 tidak selalu berarti awan gelap, terutama bagi UMKM. Bhima mengatakan hal itu tergantung pada jenis industri dan segmen pasar yang disasar UMKM. Tidak menutup kemungkinan, UMKM yang bahan bakunya impor akan lebih sensitif terhadap resesi. Sebab, ada gangguan pasokan dan selisih kurs.
UMKM yang mengandalkan ekspor, terutama ke negara yang sedang alami resesi, juga akan lebih sensitif. Sebaliknya, ada kekuatan berbeda dari UMKM yang mengandalkan bahan baku lokal dan yang sasarannya pasar lokal.
“Kalau UMKM yang menyasar pasar domestik dan menggunakan bahan baku lokal, kemungkinan survive bisa lebih tinggi, bahkan dibanding saat puncak pandemi,” imbuhnya.
Bhima mengatakan saat ini pemerintah harus melakukan persiapan sebaik-baiknya menghadapi ancaman resesi 2023. Pemerintah sebaiknya segera percepat realisasi 40?lanja pengadaan barang dari UMKM. Dukungan penurunan bunga Kur juga bisa meringankan cost of fund UMKM.
Selain itu, pemerintah juga perlu melanjutkan relaksasi pajak bagi UMKM. Bagi BUMN, diharapkan rantai pasok barang UMKM diperbesar plus dilakukan pendampingan agar UMKM bisa tingkatkan skala dan kualitas produksinya.
Farid Fahmi, CEO PT Fahmi Bersaudara, mengatakan dirinya optimistis memandang perkembangan ekonomi pada 2023. Meski sejumlah ahli melihat ada ancaman resesi pada 2023, Fahmi mengaku sejauh ini bisnisnya yang bergerak pasa ekspor produk turunan kelapa sama sekali belum terdampak.
Di lapangan, imbuhnya, ekonomi justru masih sangat normal dan belum ada tanda-tanda resesi. Baru-baru ini dirinya bahkan menaikkan harga jual produknya kepada sejumlah buyer dari Bosnia.
“Kenaikan tersebut tidak ada masalah dengan mereka. Itu yang membuat saya optimis,” ujarnya.
Alasan-alasan tersebut membuat Fahmi masih memandang cerah 2023. Bagi pelaku UMKM ekspor seperti dirinya, yang paling penting ialah menjaga logistik. Saat ada gejolak sangat wajar ketika ada koreksi harga. Akan tetapi, jika logistik tidak ada, kerugian yang didapat oleh pelaku usaha akan jauh lebih besar.
Fahmi melihat tahun depan sebenarnya punya potensi ekonomi yang menarik. Akibat perang yang terjadi di Rusia-Ukraina, sangat mungkin tahun depan akan ada semacam subsidi silang. Artinya, beberapa komoditi naik karena harga minyak melonjak, tetapi ada timbal balik berupa menurunnya harga pelayaran.
Baca juga: UMKM Makin Cuan dengan Teknologi Cloud Computing
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan ada beberapa faktor yang membuat pelaku UMKM dapat optimistis menghadapi ancaman resesi 2023. Sebab, konsumsi rumah tangga Indonesia masih bisa tumbuh.
Baca juga: Simak Peran Penting Komunitas Agar UMKM Bisa Naik Kelas
Tumbuhnya konsumsi rumah tangga di Indonesia karena didorong oleh besarnya populasi kelas menengah usia produktif. Demografi ini sangat menguntungkan dan akan menjadi pasar andalan UMKM.
“Setidaknya, saat resesi, 270 juta penduduk butuh makan, minum, dan belanja kebutuhan pokok lain,” ujar Bhima kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Selain itu, pengembangan kawasan industri yang saat ini digencarkan Indonesia, seperti kendaraan listrik, juga dapat memacu potensi pasar baru bagi UMKM. Misalnya, dengan menggelar layanan bengkel dan penyediaan sparepart kendaraan listrik yang akan muncul dari skala UMKM.
Ancaman resesi 2023 tidak selalu berarti awan gelap, terutama bagi UMKM. Bhima mengatakan hal itu tergantung pada jenis industri dan segmen pasar yang disasar UMKM. Tidak menutup kemungkinan, UMKM yang bahan bakunya impor akan lebih sensitif terhadap resesi. Sebab, ada gangguan pasokan dan selisih kurs.
UMKM yang mengandalkan ekspor, terutama ke negara yang sedang alami resesi, juga akan lebih sensitif. Sebaliknya, ada kekuatan berbeda dari UMKM yang mengandalkan bahan baku lokal dan yang sasarannya pasar lokal.
“Kalau UMKM yang menyasar pasar domestik dan menggunakan bahan baku lokal, kemungkinan survive bisa lebih tinggi, bahkan dibanding saat puncak pandemi,” imbuhnya.
Bhima mengatakan saat ini pemerintah harus melakukan persiapan sebaik-baiknya menghadapi ancaman resesi 2023. Pemerintah sebaiknya segera percepat realisasi 40?lanja pengadaan barang dari UMKM. Dukungan penurunan bunga Kur juga bisa meringankan cost of fund UMKM.
Selain itu, pemerintah juga perlu melanjutkan relaksasi pajak bagi UMKM. Bagi BUMN, diharapkan rantai pasok barang UMKM diperbesar plus dilakukan pendampingan agar UMKM bisa tingkatkan skala dan kualitas produksinya.
Optimisme UMKM Soal Pasar Ekspor
Farid Fahmi, CEO PT Fahmi Bersaudara, mengatakan dirinya optimistis memandang perkembangan ekonomi pada 2023. Meski sejumlah ahli melihat ada ancaman resesi pada 2023, Fahmi mengaku sejauh ini bisnisnya yang bergerak pasa ekspor produk turunan kelapa sama sekali belum terdampak.Di lapangan, imbuhnya, ekonomi justru masih sangat normal dan belum ada tanda-tanda resesi. Baru-baru ini dirinya bahkan menaikkan harga jual produknya kepada sejumlah buyer dari Bosnia.
“Kenaikan tersebut tidak ada masalah dengan mereka. Itu yang membuat saya optimis,” ujarnya.
Alasan-alasan tersebut membuat Fahmi masih memandang cerah 2023. Bagi pelaku UMKM ekspor seperti dirinya, yang paling penting ialah menjaga logistik. Saat ada gejolak sangat wajar ketika ada koreksi harga. Akan tetapi, jika logistik tidak ada, kerugian yang didapat oleh pelaku usaha akan jauh lebih besar.
Fahmi melihat tahun depan sebenarnya punya potensi ekonomi yang menarik. Akibat perang yang terjadi di Rusia-Ukraina, sangat mungkin tahun depan akan ada semacam subsidi silang. Artinya, beberapa komoditi naik karena harga minyak melonjak, tetapi ada timbal balik berupa menurunnya harga pelayaran.
Baca juga: UMKM Makin Cuan dengan Teknologi Cloud Computing
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.