Mengenal Faktor-faktor Penyebab Anak Alami Stunting
05 October 2022 |
22:11 WIB
Permasalahan stunting pada anak-anak Indonesia masih jadi pekerjaan rumah yang hingga kini belum selesai. Berdasarkan hasil studi Status Gizi Indonesia Kementerian Kesehatan, prevalensi balita yang mengalami stunting sebesar 24,4 persen. Pemerintah sudah mencanangkan pada 2024 angka stunting harus turun dan berada di bawah 14 persen.
Stunting adalah kondisi gangguan tumbung kembang pada anak yang diakibatkan kekurangan gizi kronis. Namun, ternyata stunting tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Ada faktor penyerta lain yang membuat anak mengalami stunting.
Baca juga: Cegah Stunting, Begini 4 Strategi MPASI yang Tepat bagi Anak
Ketua Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi mengatakan selain kekurangan asupan gizi, stunting juga disebabkan oleh anak yang terlalu sering terserang infeksi. Jadi, tidak semata-mata kekurangan gizi, infeksi penyakit yang dialami anak secara secara berulang-ulang juga jadi faktor pendorong stunting. Selain itu, stimulasi yang tidak memadai atau maksimal pada anak juga jadi faktor tambahan lain.
Stunting bukan ditandai dengan ukuran fisik yang pendek. Namun, proses terjadinya stunting sering kali bersamaan dengan terjadinya hambatan pertumbuhan anak. Alhasil, efek yang terlihat ialah anak jadi pendek. Namun, sebenarnya selain kondisi fisik, perkembangan organ lain, seperti otak, juga ikut terganggu.
“Oleh karena itu, stunting harus benar-benar dicegah dan dikurangi supaya kita bisa membangun manusia-manusia unggul yang produktif pada masa yang akan datang,” ujar Emi dalam konferensi pers virtual BKKBN, Rabu (5/10).
Pada poin tersebut, akses pangan yang baik tentu jadi faktor utama. Orang tua dengan status ekonomi tertentu terkadang sulit memberikan nutrisi dan gizi yang baik bagi anak. Selain itu, pola asuh yang baik, termasuk pemberian ASI juga jadi hal yang sangat krusial terhadap perkembangan anak. Emi menyebut ASI eksklusif adalah kebutuhan utama bagi bayi sampai umur 6 bulan.
Setelah enam bulan,WHO baru menganjurkan bayi mendapat makanan pendamping ASI yang optimal. Ketentuan makanan pendamping sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan.
Di sisi lain, stunting juga tidak bisa dilepaskan dari faktor lingkungan sekitar si anak. Sanitasi yang baik dan kebutuhan air bersih yang tercukupi dapat membantu anak menciptakan kehidupan yang sehat. Selain itu, akses dari rumah ke layanan kesehatan juga sangat penting.
Anak semestinya mendapat imunisasi dasar yang lengkap. Hal itu dapat mencegah anak tidak mudah terserang penyakit. Sebab, makin sering anak sakit, kemungkinan dia terkena stunting jadi lebih besar.
Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan metabolisme. Namun, secara jangka panjang, stunting dapat menurunkan perkembangan kognitif otak anak.
Kekebalan tubuh pada anak juga cenderung menurun. Hal itu membuat anak jadi lebih mudah sakit. Anak juga diketahui akan kesulitan mengikuti pelajar di sekolah karena kesulitan belajar hal-hal baru.
Editor: Dika Irawan
Stunting adalah kondisi gangguan tumbung kembang pada anak yang diakibatkan kekurangan gizi kronis. Namun, ternyata stunting tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Ada faktor penyerta lain yang membuat anak mengalami stunting.
Baca juga: Cegah Stunting, Begini 4 Strategi MPASI yang Tepat bagi Anak
Ketua Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi mengatakan selain kekurangan asupan gizi, stunting juga disebabkan oleh anak yang terlalu sering terserang infeksi. Jadi, tidak semata-mata kekurangan gizi, infeksi penyakit yang dialami anak secara secara berulang-ulang juga jadi faktor pendorong stunting. Selain itu, stimulasi yang tidak memadai atau maksimal pada anak juga jadi faktor tambahan lain.
Stunting bukan ditandai dengan ukuran fisik yang pendek. Namun, proses terjadinya stunting sering kali bersamaan dengan terjadinya hambatan pertumbuhan anak. Alhasil, efek yang terlihat ialah anak jadi pendek. Namun, sebenarnya selain kondisi fisik, perkembangan organ lain, seperti otak, juga ikut terganggu.
“Oleh karena itu, stunting harus benar-benar dicegah dan dikurangi supaya kita bisa membangun manusia-manusia unggul yang produktif pada masa yang akan datang,” ujar Emi dalam konferensi pers virtual BKKBN, Rabu (5/10).
Faktor-faktor yang Memengaruhi Permasalahan Stunting
Emi mengatakan ada beberapa faktor determinan yang memengaruhi permasalahan stunting. Beberapa di antaranya ialah karena faktor pendidikan dan status ekonomi. Sebab, stunting sangat erat dengan ketercukupan nutrisi pada anak.Pada poin tersebut, akses pangan yang baik tentu jadi faktor utama. Orang tua dengan status ekonomi tertentu terkadang sulit memberikan nutrisi dan gizi yang baik bagi anak. Selain itu, pola asuh yang baik, termasuk pemberian ASI juga jadi hal yang sangat krusial terhadap perkembangan anak. Emi menyebut ASI eksklusif adalah kebutuhan utama bagi bayi sampai umur 6 bulan.
Setelah enam bulan,WHO baru menganjurkan bayi mendapat makanan pendamping ASI yang optimal. Ketentuan makanan pendamping sebaiknya mengandung minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan.
Di sisi lain, stunting juga tidak bisa dilepaskan dari faktor lingkungan sekitar si anak. Sanitasi yang baik dan kebutuhan air bersih yang tercukupi dapat membantu anak menciptakan kehidupan yang sehat. Selain itu, akses dari rumah ke layanan kesehatan juga sangat penting.
Anak semestinya mendapat imunisasi dasar yang lengkap. Hal itu dapat mencegah anak tidak mudah terserang penyakit. Sebab, makin sering anak sakit, kemungkinan dia terkena stunting jadi lebih besar.
Dampak Stunting Pada Anak
Stunting pada anak memiliki efek yang buruk bagi tumbuh kembang si kecil. Permasalahan stunting bahkan bisa punya efek jangka panjang jika tidak segera ditangani dengan baik.Dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan metabolisme. Namun, secara jangka panjang, stunting dapat menurunkan perkembangan kognitif otak anak.
Kekebalan tubuh pada anak juga cenderung menurun. Hal itu membuat anak jadi lebih mudah sakit. Anak juga diketahui akan kesulitan mengikuti pelajar di sekolah karena kesulitan belajar hal-hal baru.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.