(Sumber gambar : Indonesia Mengajar)

Kisah Seru Guru Indonesia Mengajar di Maybrat Papua Barat

23 September 2022   |   20:59 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Selama ini pendidikan di kawasan Indonesia timur sering kali mendapatkan stigma negatif karena berbagai hal. Seperti susahnya akses jalan menuju sekolah, minimnya fasilitas, hingga rintangan budaya yang sulit di lawan. Kondisi ini sering kali membuat wilayah timur akrab dengan kata "tertinggal".

Nah, stigma-stigma negatif ini ternyata berasil dipatahkan oleh Indonesia Mengajar. Sebuah lembaga nirlaba yang merekrut, melatih, dan mengirim generasi muda ke berbagai pelosok daerah di Indonesia, untuk mengabdi sebagai Pengajar Muda selama satu tahun penuh.

Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, Hikmat Hardono mengatakan sejak 2010, Indonesia Mengajar hadir melalui terobosan para Pengajar Muda yang datang silih berganti ke wilayah Timur Indonesia. 

Baca juga: 3 Hal Penting Siapkan Dana Pendidikan Anak, Menabung Saja Tak Cukup

“Selama 12 tahun perjalanan,kami telah menyakslkan potret-potret perjuangan yang diinisiasi dan digaungkan oleh para penggerak pendidikan di Timur Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Hikmat mengatakan Indonesia Mengajar ikut bekerja bersama penggerak pendidikan dan mendapat berbagai cerita yang menampik asumsi terhadap kenyataan pembangunan SDM Timur Indonesia. 

Meski tak bisa dibenarkan, kemunculan asumsi-asumsi miring tentang wilayah timur Indonesia dihadirkan melalui pemberitaan tentang perspektif yang cenderung negati fseperti intoleran, serba kekurangan, bahkan rentan terhadap kekerasan.

Padahal, sambungnya, kondisi yang terjadi di lapangan, tidak selalu sesuai dengan asumsi-asumsi yang sering diberitakan diberbagai media. Sejauh ini, langkah paling ideal untuk bisa memahami Timur Indonesia yakni dengan mendalami secara langsung upaya pengembangan di Indonesia Timur.

Melalui Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia, Indonesia Mengajar membagi pengalaman membangun SDM di Timur Indonesia. Sebab, penting untuk mendengar lebih baik dari masyarakat, tidak hanya mendengar dari akademisi. Apalagi, masalah ketertingalan di Indonesia Timur adalah benang kusut yang harus diurai pelan-pelan. 

“Syaratnya untuk berani beragam dengan pendekatan di lapangan. Kita harus terbuka dulu. Kita nggak pernah bisa memahami bahwa pendekatan pengembangan pendidikan itu bisa dan harus beragam tanpa kita berani mendengar dan bersikap terbuka lebih dalam tentang apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan,” katanya. 

Mendampingi Hikmat Hardono, Iffah Sulistyawati Hartana, salah satu guru dari Indonesia Mengajar yang mendapat tugas mengajar di Papua Barat, tepatnya di Maybrat. Iffah mendapatkan berbagai kejutan yang menarik, yang mematahkan stigma buruk terkait suasana  pendidikan dan orang-orang di wilayah timur, khususnya Papua. 

Iffah menceritakan pengalamanya selama bertugas disana, di mana dia mendapatkan hal yang luar biasa, dan sangat bertolak belakang dengan pandangan atau stigma buruk yang sering didengar. 

Ifah membutikan bahwa hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Alumni ITB ini berkata bahwa di sana anak-anak lebih ramah, semangat giat belajar dan juga periang, yang menyebutnya dengan sapaan “Ibu guru Jawa”. 

Saat baru ke Maybrat, dia mendapatkan pengalaman menarik bahwa budi pekerti orang orang sekitar, dan orang Maybrat memiliki hati yang baik, meski mereka lebih sedikit keras tetapi dia merasa sangat dihormati dan dihargai. 

“Masyarakat disana juga menyesuaikan apa yang menjadi kebutuhan saya, salah satunya makan,” ujarnya.

Dalam hal fasilitas, masalah susah sinyal ternyata tak begitu dirasakannya. Maybrat sendiri memiliki akses dan fasilitas yang sudah cukup memenuhi kebutuhan anak-anak untuk belajar di sana. Mereka bahkan sudah mulai aktif menggunakan sosial media seperti Tiktok, Instaragram sampai dengan bermain Youtube karena tersedianya komputer dan prasarana lainnya di sekolah. 

“Malah saya yang diberitahu tentang beberapa berita atau kabar terbaru dari Jakarta atau belahan dunia lain, yang saya belum tau. Ternyata mereka menonton dari Youtube,” jelasnya. 

Masyarakat Maybrat sendiri juga memiliki jiwa toleransi yang cukup tinggi. Hal ini dia rasakan langsung, sebagai muslim yang harus melakukan shalat, mereka menyediakan fasilitas untuknya beribadah. “Dari hal yang diceritakan, kita bisa memahami bahwa wilayah Indonesia Timur tidak semenyeramkan itu,” ucapnya.

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Setelah 13 Tahun, Film Avatar Tayang Lagi di Bioskop dengan Kualitas Epik

BERIKUTNYA

Kreator Wajib Tahu, YouTube Bikin Program Koleksi Musik Berlisensi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: