Mau Jadi Komika? Intip Peluang Stand Up Comedy di Indonesia Dulu Yuk!
06 September 2022 |
07:51 WIB
1
Like
Like
Like
Saat ini, dia pun merintis karir stand up comedy di Amerika Serikat. Pandji dan keluarga telah menetap di New York. “Saya sendiri bukti komika bisa hidup dari karyanya. Itu moto Comika Company (perusahaan milik Pandji). Saya harap akan banyak lagi komika yang hidup dari karya,” tegasnya.
Ruang pertumbuhan komika di Tanah Air pun menurutnya masih sangat luas. Terutama di Jakarta ketika masyarakatnya yang memiliki dana khusus untuk hiburan. “Stand up comedy hanya potongan dari bajet entertainment itu. Dengan adanya stand up, kita coba buat habit mereka berubah. Dari sebulan nonton 2 kali live music, bisa spend juga untuk nonton stand up comedy. Ruang pertumbuhan stand up masih gede banget,” jelas Pandji.
Kualitas para komika pun terus bertumbuh. Materi yang dibawakan saat ini tidak lagi seragam. Banyak komika memiliki persona atau karakter.
Abdel mencontohkan Rigen yang memiliki persona marah-marah dalam setiap penampilannya, Marshel yang mengeksploitasi kemiskinan, Pandji dengan storytelling, Cak Lontong dengan permainan logika, Dodit bersama gaya datarnya, Kiky Saputri yang menyentil para pejabat negara, hingga Coki Pardede yang bermain di tepi jurang.
“Perkembangannya sangat jauh meningkat dari materinya yang umum, menjadi sangat personal karena setiap orang punya pengalaman dan jalan hidup berbeda. Perbedaan komika yang satu dan lain tegas,” tutur Abdel.
Namun lepas dari itu, seorang komika menurutnya harus menyesuaikan selera pasar. Mereka wajib membuat materi menyesuaikan situasi dan kondisi tempat dimana mereka akan tampil.“Bagaimana kita bisa membuat materi yang relate dengan pasar. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, ekonomi, itu harus dijadikan dasar kita bikin materi. Harus jeli melihatnya,” terang Abdel.
Pasar stand up comedy ini memang sangat luas karena peminatnya pun terus bertumbuh. Namun industri ini memiliki banyak tantangan, terutama dalam beberapa waktu terakhir, banyak orang mudah tersinggung dengan bahan materi yang dibawakan para komika.
Tidak jarang, potongan materi dari komika yang sudah lawas di upload pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ke media sosial, kemudian dianggap menyinggung pihak lain, dan akhirnya dipermasalahkan. Apalagi, ketersinggungan ini difasilitasi undang-undang.
“Harusnya komedi bisa menjadi pencair suasana saat orang tegang, sekarang komedi membuat orang jadi tegang. Itu yang terjadi sekarang,” imbuhnya.
Menurut Abdel, untuk mengatasi tantangan ini, komika harus cermat dan peka untuk menyampaikan materi secara elegan, walaupun materinya berisi kritikan. Semua bisa terasah melalui pengalaman dan situasi yang dihadapi.
Untung saja, penonton stand up comedy pun semakin cerdas. Terutama mereka yang hadir dalam pertunjukkan atau show khusus yang dibuat para komika. “Penonton sadar sangat mungkin materi komika disalahartikan. Mereka Del Adhi tidak lagi merekam atau upload materi komika sepotong-sepotong. Mereka tau konsekuensinya,” tambah Abdel.
Di sisi lain, Abdel menilai stand up comedy bukan hanya melahirkan profesi pelawak tunggal. Melalui stand up comedy ini, para komika pun bisa berkarir lebih luas di dunia hiburan, seperti menjadi pemain film, penulis skenario film, penyiar radio tanpa perlu pengalaman.
“Pintu masuk ke dunia entertainment 10 tahun terakhir dimonopoli stand up comedy. Semua acara ada banyak stand up comedian dengan ciri khas masing-masing. Namun pasti akan ada seleksi alam,” tuturnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor : Gita Carla
Ruang pertumbuhan komika di Tanah Air pun menurutnya masih sangat luas. Terutama di Jakarta ketika masyarakatnya yang memiliki dana khusus untuk hiburan. “Stand up comedy hanya potongan dari bajet entertainment itu. Dengan adanya stand up, kita coba buat habit mereka berubah. Dari sebulan nonton 2 kali live music, bisa spend juga untuk nonton stand up comedy. Ruang pertumbuhan stand up masih gede banget,” jelas Pandji.
Harus Punya Karakter
Pelawak Abdel Achrian yang kerap wara wiri menjadi juri kompetisi stand up comedy menilai regenerasi di format lawak ini terbilang yang paling tertib. Hal ini karena stand up comedy difasilitasi dengan ajang perlombaan dari komunitas hingga stasiun televisi.Kualitas para komika pun terus bertumbuh. Materi yang dibawakan saat ini tidak lagi seragam. Banyak komika memiliki persona atau karakter.
Abdel mencontohkan Rigen yang memiliki persona marah-marah dalam setiap penampilannya, Marshel yang mengeksploitasi kemiskinan, Pandji dengan storytelling, Cak Lontong dengan permainan logika, Dodit bersama gaya datarnya, Kiky Saputri yang menyentil para pejabat negara, hingga Coki Pardede yang bermain di tepi jurang.
“Perkembangannya sangat jauh meningkat dari materinya yang umum, menjadi sangat personal karena setiap orang punya pengalaman dan jalan hidup berbeda. Perbedaan komika yang satu dan lain tegas,” tutur Abdel.
Namun lepas dari itu, seorang komika menurutnya harus menyesuaikan selera pasar. Mereka wajib membuat materi menyesuaikan situasi dan kondisi tempat dimana mereka akan tampil.“Bagaimana kita bisa membuat materi yang relate dengan pasar. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, ekonomi, itu harus dijadikan dasar kita bikin materi. Harus jeli melihatnya,” terang Abdel.
Pasar stand up comedy ini memang sangat luas karena peminatnya pun terus bertumbuh. Namun industri ini memiliki banyak tantangan, terutama dalam beberapa waktu terakhir, banyak orang mudah tersinggung dengan bahan materi yang dibawakan para komika.
Tidak jarang, potongan materi dari komika yang sudah lawas di upload pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ke media sosial, kemudian dianggap menyinggung pihak lain, dan akhirnya dipermasalahkan. Apalagi, ketersinggungan ini difasilitasi undang-undang.
“Harusnya komedi bisa menjadi pencair suasana saat orang tegang, sekarang komedi membuat orang jadi tegang. Itu yang terjadi sekarang,” imbuhnya.
Menurut Abdel, untuk mengatasi tantangan ini, komika harus cermat dan peka untuk menyampaikan materi secara elegan, walaupun materinya berisi kritikan. Semua bisa terasah melalui pengalaman dan situasi yang dihadapi.
Untung saja, penonton stand up comedy pun semakin cerdas. Terutama mereka yang hadir dalam pertunjukkan atau show khusus yang dibuat para komika. “Penonton sadar sangat mungkin materi komika disalahartikan. Mereka Del Adhi tidak lagi merekam atau upload materi komika sepotong-sepotong. Mereka tau konsekuensinya,” tambah Abdel.
Di sisi lain, Abdel menilai stand up comedy bukan hanya melahirkan profesi pelawak tunggal. Melalui stand up comedy ini, para komika pun bisa berkarir lebih luas di dunia hiburan, seperti menjadi pemain film, penulis skenario film, penyiar radio tanpa perlu pengalaman.
“Pintu masuk ke dunia entertainment 10 tahun terakhir dimonopoli stand up comedy. Semua acara ada banyak stand up comedian dengan ciri khas masing-masing. Namun pasti akan ada seleksi alam,” tuturnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor : Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.