Fitri Setyaningsih dan Luluk Ari Prasetya dalam pertunjukan Sleep Paralysis (Sumber gambar: Salihara)

Fitri Setyaningsih Sukses Gelar Pertunjukan Tari Sleep Paralysis di Musim Seni Salihara 2022

28 August 2022   |   09:33 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Like
Koreografer Fitri Setyaningsih sukses menggelar pertunjukan tari Sleep Paralysis dalam acara Musim Seni Salihara 2022. Seperti namanya, pertunjukan ini terinspirasi dari fenomena ketindihan atau yang dalam istilah medis dikenal dengan sleep paralysis. 

Sleep paralysis sendiri adalah kondisi ketika seseorang tidak mampu berbicara atau bergerak saat terbangun dari tidur atau ketika akan tidur. Kondisi ini biasanya berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit.

Pertunjukan Sleep Paralysis berangkat dari pengalaman ketindihan yang dialami oleh Fitri, di mana tubuhnya tidak bisa bergerak, mulut tidak bisa mengeluarkan suara tapi mata mampu mengamati kejadian di sekitarnya.

Fitri mengolah ide ini selama dua tahun sejak 2020, berangkat dari pengalaman ketindihan yang kembali dia rasakan setelah 20 tahun tidak mengalami fenomena tersebut. Dalam mempersiapkan penampilan ini, Fitri mengolah pengalaman tersebut lewat latihan yang intensif selama tiga bulan dibantu oleh tim Fitri Dance Work.

Baca jugaBar(u)atimur Ensemble Sukses Gelar Pertunjukan Lewat Masa Kritis di Musim Seni Salihara 2022

“Tiga bulan memasuki ruang di antara dengan tim kerja yang sangat intens dan intim. Hampir setiap hari pada jam 6 sore hingga 12 malam kami berlatih dan berusaha membongkar dan menyerap intisari fenomena ketindihan dari sumber-sumber cerita maupun sumber medis yang semuanya masih dalam misteri," jelasnya dalam keterangannya, Minggu (28/8/2022).
 

v

Fitri Setyaningsih dan Luluk Ari Prasetya dalam pertunjukan Sleep Paralysis (Sumber gambar: Salihara)

Pertunjukan yang dihelat di Teater Salihara ini berlangsung selama 35 menit yang dibuka dengan dua orang penampil berjalan pelan di atas tiga buah plat stainless berukuran besar yang dapat memantulkan bayangan dari sang penampil.

Suasana pertunjukan dibangun misterius serta mencekam lewat instrumen yang repetitif dan bersuara keras. Semua dibalut begitu sempurna oleh koreografi yang ditampilkan Fitri Setyaningsih dan Luluk Ari Prasetya dengan gerakan tubuh yang menekan ke dalam, menarik ke atas dan ke bawah.

Dalam pertunjukan ini, Fitri menjelaskan bahwa dia ingin membangun ruang suara yang menggetarkan isi panggung dan menggema di angkasa. Hal itu pun mewujud pada pilihan-pilihan gerak yang menekan ke dalam, menarik ke atas ke bawah dan upaya menghadirkan dimensi ruang yang berlapis dengan set plat stainless yang tertembak cahaya dan tertanam dalam lantai yang hitam dan besar.

Baca jugaJosh Marcy Buka Musim Seni Salihara 2022 lewat Sajian Performing Spiral

Fitri Setyaningsih adalah seniman kelahiran Solo, Jawa Tengah, 26 Agustus 1978. Lulusan Fakultas Tari STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) Surakarta ini aktif berkarya sebagai penari maupun koreografer dan dianggap sebagai salah satu koreografer penting Indonesia saat ini.

Dia aktif mengembangkan gagasan dan kerja tubuh yang tak hanya mendalami tari, tapi juga melintasinya dalam praktik penelusuran makna tubuh pada semasa waktu dan kesegaran perkembangannya. Dia memadukan interaksi tubuh dengan berbagai sumber kekuatan seperti produksi suara/bunyi, seni konseptual, atau ranah eklektik lainnya. Bahkan beberapa prosesnya tanpa ragu menyentuh ruang ilusi, magis, hingga mistik. 

Fitri telah melahirkan berbagai karya baik dalam panggung konvensional maupun site-specific dan terpilih sebagai salah satu seniman berpengaruh di Indonesia versi majalah Tempo (2011). Dia juga bereksplorasi dalam kerja sinematografi dengan karya film tari terbarunya berjudul Kinjeng Tangis yang tayang perdana secara online dalam Borobudur Writers & Culture Festival (2020) dan Watu Gamping (Bilangan Tak Terhingga) yang tayang perdana dalam Indonesian Dance Festival (2021).

Karya tersebut juga masih berproses baik dari segi riset dan kerja tubuh yang tidak menutup kemungkinan untuk menjelajahi panggung pertunjukan secara langsung, dan ruang-ruang alternatif dengan kemungkinan-kemungkinan persinggungan interdisiplinnya.
 

Sementara itu, Musim Seni Salihara (MSS) sendiri merupakan festival dua tahunan yang menjadi kelanjutan dari Salihara International Performing Arts Festival (SIPFest). Dalam penyelenggaraannya, MSS tetap mempertahankan nilai-nilai dari SIPFest yakni mempersembahkan kebaruan dalam pertunjukan seni yang dikombinasikan dengan bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan situasi.

Tahun ini, MSS tidak hanya diisi oleh rangkaian seni pertunjukan saja namun juga dilengkapi oleh pameran (Kelana Boneka) dan juga seri diskusi (Fokus!). Musim Seni Salihara 2022 juga secara khusus menampilkan sejumlah eksperimentasi dari para seniman boneka kontemporer dan mengapresiasi keragaman teater boneka dan wayang yang sudah hadir begitu lama di Nusantara.

Museum Seni Salihara 2022 akan berlangsung selama satu bulan mulai dari 4 Agustus hingga 6 September 2022 dengan mengusung tema Berseni Kembali.

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News

Editor : Gita Carla

SEBELUMNYA

8 Spot Wisata Ramah Kantong di Kota Minyak Balikpapan

BERIKUTNYA

4 Kiat Sukses Jadi Konten Kreator Kuliner ala Andre Sarwono

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: