Masakan Rumahan Bisa Menjadi Silent Killer Jika Diproses dengan Keliru
31 August 2022 |
20:56 WIB
Selama puluhan tahun, tren masakan cepat saji sangat mendominasi terutama bagi masyarakat urban. Sebuah riset yang dilakukan oleh portal reservasi restoran Qraved, misalnya, menunjukkan 52 persen penduduk Jakarta mengonsumsi junk food untuk memenuhi kebutuhan sarapan mereka.
Riset yang dilakukan terhadap 13.890 koresponden ini juga menunjukkan sebanyak 62 persen koresponden mengaku mengonsumsi junk food karena praktis dan mudah untuk mendapatkannya.
Baca juga: 7 Resep Masakan Rumah yang Menggugah Selera, Wajib Coba!
Kemudian, 19 persen mengaku menyantap junk food karena rasanya yang enak. Terakhir, sebanyak 18 persen mengaku melahap junk food karena kesibukan kerja mereka. Kendati demikian, saat ini mulai muncul kesadaran dari masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat. Salah satu solusinya adalah memasak sendiri makanan untuk keluarga di rumah.
Masakan rumahan dianggap lebih sehat karena kita bisa memilih bahan yang paling baik untuk disajikan kepada keluarga. Namun, benarkah masakan rumahan sudah dipastikan aman bagi kesehatan?
Dihimpun dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 5 Februari 2017Dokter Spesialis Gizi Tirta Prawita Sari mengatakan kendati diproses sendiri di rumah, masakan yang disajikan belum tentu aman bagi tubuh. Pasalnya, meskipun bahan pangan yang dipilih sudah sehat, jika prosesnya tidak benar maka tidak menutup kemungkinan makanan tersebut justru berbahaya.
“Jadi memang harus diwaspadai karena masakan rumahan itu bisa saja menjadi the silent killer,” ujarnya.
Salah satu proses keliru yang dimaksud adalah penggunaan minyak goreng. Banyak masyarakat yang menggunakan minyak berulang-ulang untuk menggoreng hingga berubah warna. Padahal, minyak seperti itu sebenarnya sudah rusak sehingga berbahaya digunakan karena bisa menyebabkan penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Selain penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang hingga berubah warna, menggoreng dalam suhu yang terlalu panas juga bisa merusak kualitas minyak goreng itu sendiri dan melepaskan radikal bebas. Menurut Tirta, penggunaan minyak goreng inilah yang bisa menyebabkan bahan pangan sehat yang dimasak sendiri justru menjadi berbahaya. Minyak juga bertanggung jawab menyebabkan kelebihan lemak yang memicu obesitas.
Kandungan lemak minyak goreng ini sebenarnya bisa dijaga dengan memilih minyak goreng yang tidak kental sehingga hanya sedikit yang menempel di makanan saat menggoreng. Minyak goreng juga harus memiliki kandungan lemak jenuh yang sedikit yang bisa dideteksi dengan tidak mudah beku. Untuk mengetesnya bisa dilakukan dengan mengecap minyak goreng tersebut. Jika tawar dan seperti air, maka itulah minyak goreng yang baik.
Kendati demikian, lemak yang terkandung dalam minyak goreng sebenarnya tetap dibutuhkan oleh tubuh. Lemak ini dibutuhkan untuk mempermudah penyerapan vitamin A,D,E, dan K oleh tubuh.
Bisa dibilang lemak menjadi kendaraan yang mengantarkan aneka vitamin tersebut. Dengan demikian, bukan berarti minyak harus dihindari sama sekali. Hal yang paling penting adalah bagaimana memilih minyak goreng yang baik untuk keluarga.
Editor: Dika Irawan
Riset yang dilakukan terhadap 13.890 koresponden ini juga menunjukkan sebanyak 62 persen koresponden mengaku mengonsumsi junk food karena praktis dan mudah untuk mendapatkannya.
Baca juga: 7 Resep Masakan Rumah yang Menggugah Selera, Wajib Coba!
Kemudian, 19 persen mengaku menyantap junk food karena rasanya yang enak. Terakhir, sebanyak 18 persen mengaku melahap junk food karena kesibukan kerja mereka. Kendati demikian, saat ini mulai muncul kesadaran dari masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat. Salah satu solusinya adalah memasak sendiri makanan untuk keluarga di rumah.
Masakan rumahan dianggap lebih sehat karena kita bisa memilih bahan yang paling baik untuk disajikan kepada keluarga. Namun, benarkah masakan rumahan sudah dipastikan aman bagi kesehatan?
Dihimpun dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 5 Februari 2017Dokter Spesialis Gizi Tirta Prawita Sari mengatakan kendati diproses sendiri di rumah, masakan yang disajikan belum tentu aman bagi tubuh. Pasalnya, meskipun bahan pangan yang dipilih sudah sehat, jika prosesnya tidak benar maka tidak menutup kemungkinan makanan tersebut justru berbahaya.
“Jadi memang harus diwaspadai karena masakan rumahan itu bisa saja menjadi the silent killer,” ujarnya.
Salah satu proses keliru yang dimaksud adalah penggunaan minyak goreng. Banyak masyarakat yang menggunakan minyak berulang-ulang untuk menggoreng hingga berubah warna. Padahal, minyak seperti itu sebenarnya sudah rusak sehingga berbahaya digunakan karena bisa menyebabkan penyakit jantung, diabetes, dan kanker.
Selain penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang hingga berubah warna, menggoreng dalam suhu yang terlalu panas juga bisa merusak kualitas minyak goreng itu sendiri dan melepaskan radikal bebas. Menurut Tirta, penggunaan minyak goreng inilah yang bisa menyebabkan bahan pangan sehat yang dimasak sendiri justru menjadi berbahaya. Minyak juga bertanggung jawab menyebabkan kelebihan lemak yang memicu obesitas.
Kandungan lemak minyak goreng ini sebenarnya bisa dijaga dengan memilih minyak goreng yang tidak kental sehingga hanya sedikit yang menempel di makanan saat menggoreng. Minyak goreng juga harus memiliki kandungan lemak jenuh yang sedikit yang bisa dideteksi dengan tidak mudah beku. Untuk mengetesnya bisa dilakukan dengan mengecap minyak goreng tersebut. Jika tawar dan seperti air, maka itulah minyak goreng yang baik.
Kendati demikian, lemak yang terkandung dalam minyak goreng sebenarnya tetap dibutuhkan oleh tubuh. Lemak ini dibutuhkan untuk mempermudah penyerapan vitamin A,D,E, dan K oleh tubuh.
Bisa dibilang lemak menjadi kendaraan yang mengantarkan aneka vitamin tersebut. Dengan demikian, bukan berarti minyak harus dihindari sama sekali. Hal yang paling penting adalah bagaimana memilih minyak goreng yang baik untuk keluarga.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.