Fluktuasi Tekanan Darah di Pagi Hari Bisa Picu Serangan Stroke
31 August 2022 |
19:09 WIB
Tekanan darah berfluktuasi secara alami setiap harinya. Tekanan darah ini cenderung menurun pada malam hari namun bisa meningkat pada pagi hari, terutama bagi penderita hipertensi. Kondisi tersebut memunculkan istilah morning hypertension.
Dokter Spesialis Saraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Eka Harmeiwaty menerangkan dari grafiknya, pada orang normal, tekanan darah turun mulai dari pukul 18:00 menjelang malam. Rata-rata di bawah 120 mmHg. Menjelang bangun di pagi hari, tekanan darah akan naik tetapi tidak lebih dari 140 mmHg.
“Tekanan sistolik ikut turun, di bawah 80, saat bangun tidak lebih dari 90,” ujarnya dalam diskusi virtual, Rabu (31/8/2022).
Baca juga: 8 Cara Diet bagi Penderita Hipertensi
Sementara itu, untuk pasien dengan hipertensi, tekanan darah akan naik rata-rata di atas 160 mmHg. Pada waktu tidur, turunnya tidak di bawah 120. “Oleh karena itu, dari penelitian sering ditemukan terjadi stroke di pagi hari,” ungkap Eka.
Sebagai antisipasi kejadian stroke dan jantung koroner, selain harus menurunkan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg, pasien dengan hipertensi wajib menjaga agar tekanan di pagi hari tidak tinggi.
Penyebab tingginya tekanan darah pada pagi hari kata Eka, kerap kali karena pasien mengalami gangguan tidur seperti mendengkur, terutama bagi mereka yang mengalami obestias alias berat badan berlebih. Faktor lainnnya, pasien tidak minum obat secara teratur dan adanya komplikasi diabetes. Semua faktor risiko morning hypertension pun harus disingkirkan atau diminimalkan.
Oleh karenanya, untuk menghindari morning hypertension, dokter biasanya memberikan obat teratur sesuai indikasi dan menyarankan pasien untuk menurunkan berat badan. “Memang obat tertentu itu menurunkan zat yang namanya renin. Zat ini meningkatkan tekanan darah pada pagi hari sehingga harus diberikan malam,” tuturnya.
Kendati demikian, pemberian obat tersebut perlu dievaluasi secara khusus. Tekanan darah pasien harus dimonitor selama 24 jam. “Butuh eksplorasi dan kerja sama dengan dokter untuk menurunkan tekanan darah di pagi hari,” jelasnya.
Sementara itu, Eka menyampaikan prevalensi morning hypertension paling banyak dialami orang-orang di Asia, tidak terkecuali Indonesia. Dengan demikian, dia menyarankan agar memang pasien hipertensi perlu rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah secara mandiri di rumah, terutama pada pagi hari.
Hipertensi merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan namun bisa dikontrol. Sayangnya banyak orang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi ini karena seringkali tidak menunjukkan gejala.
Seseorang bisa tiba-tiba terserang stroke karena tekanan darah tingginya. Oleh karena itu, hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau silent killer.
Penyakit stroke sendiri merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia. Pada 2021, secara global, diperkirakan 1 di antara 4 orang dewasa berusia di atas 25 tahun pernah mengalami stroke. Diperkirakan 13,7 juta penduduk dunia mengalami stroke pertama pada tahun tersebut dan lebih dari 5,5 juta orang meninggal.
Dari segi beban ekonomi untuk Indonesia, hipertensi merupakan salah satu penyakit katastropik dan menyerap anggaran BPJS yang cukup besar. Menurut data BPJS, pembiayaan hipertensi pada 2016 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dua tahun sebelumnya. BPJS Kesehatan mencatat pembiayaan stroke pada 2018 mencapai Rp2,56 triliun.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Dokter Spesialis Saraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Eka Harmeiwaty menerangkan dari grafiknya, pada orang normal, tekanan darah turun mulai dari pukul 18:00 menjelang malam. Rata-rata di bawah 120 mmHg. Menjelang bangun di pagi hari, tekanan darah akan naik tetapi tidak lebih dari 140 mmHg.
“Tekanan sistolik ikut turun, di bawah 80, saat bangun tidak lebih dari 90,” ujarnya dalam diskusi virtual, Rabu (31/8/2022).
Baca juga: 8 Cara Diet bagi Penderita Hipertensi
Sementara itu, untuk pasien dengan hipertensi, tekanan darah akan naik rata-rata di atas 160 mmHg. Pada waktu tidur, turunnya tidak di bawah 120. “Oleh karena itu, dari penelitian sering ditemukan terjadi stroke di pagi hari,” ungkap Eka.
Sebagai antisipasi kejadian stroke dan jantung koroner, selain harus menurunkan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg, pasien dengan hipertensi wajib menjaga agar tekanan di pagi hari tidak tinggi.
Penyebab tingginya tekanan darah pada pagi hari kata Eka, kerap kali karena pasien mengalami gangguan tidur seperti mendengkur, terutama bagi mereka yang mengalami obestias alias berat badan berlebih. Faktor lainnnya, pasien tidak minum obat secara teratur dan adanya komplikasi diabetes. Semua faktor risiko morning hypertension pun harus disingkirkan atau diminimalkan.
Oleh karenanya, untuk menghindari morning hypertension, dokter biasanya memberikan obat teratur sesuai indikasi dan menyarankan pasien untuk menurunkan berat badan. “Memang obat tertentu itu menurunkan zat yang namanya renin. Zat ini meningkatkan tekanan darah pada pagi hari sehingga harus diberikan malam,” tuturnya.
Kendati demikian, pemberian obat tersebut perlu dievaluasi secara khusus. Tekanan darah pasien harus dimonitor selama 24 jam. “Butuh eksplorasi dan kerja sama dengan dokter untuk menurunkan tekanan darah di pagi hari,” jelasnya.
Sementara itu, Eka menyampaikan prevalensi morning hypertension paling banyak dialami orang-orang di Asia, tidak terkecuali Indonesia. Dengan demikian, dia menyarankan agar memang pasien hipertensi perlu rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah secara mandiri di rumah, terutama pada pagi hari.
Hipertensi merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan namun bisa dikontrol. Sayangnya banyak orang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi ini karena seringkali tidak menunjukkan gejala.
Seseorang bisa tiba-tiba terserang stroke karena tekanan darah tingginya. Oleh karena itu, hipertensi sering disebut sebagai pembunuh senyap atau silent killer.
Penyakit stroke sendiri merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia. Pada 2021, secara global, diperkirakan 1 di antara 4 orang dewasa berusia di atas 25 tahun pernah mengalami stroke. Diperkirakan 13,7 juta penduduk dunia mengalami stroke pertama pada tahun tersebut dan lebih dari 5,5 juta orang meninggal.
Dari segi beban ekonomi untuk Indonesia, hipertensi merupakan salah satu penyakit katastropik dan menyerap anggaran BPJS yang cukup besar. Menurut data BPJS, pembiayaan hipertensi pada 2016 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dua tahun sebelumnya. BPJS Kesehatan mencatat pembiayaan stroke pada 2018 mencapai Rp2,56 triliun.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.