Ilustrasi lesi kulit apabila terinfeksi monkeypox. (Sumber gambar : Freepik)

7 Fakta Penting tentang Kasus Monkeypox di Indonesia

22 August 2022   |   07:16 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Genhype, kalian perlu meningkatkan kewaspadaan lagi nih. Pasalnya, Kementerian Kesehatan mengonfirmasi satu kasus Monkeypox (cacar monyet) di Indonesia. Adapun secara global, virus Monkeypox sudah menginfeksi 41.358 orang hingga 19 Agustus 2022. 

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyampaikan bahwa pasien Monkeypox di Indonesia merupakan seorang laki-laki berusia 27 tahun. Pasien memiliki riwayat perjalanan ke Belanda, Swiss, Belgia dan Prancis sebelum tertular.

Baca juga: WHO Resmi Mengganti Nama Virus Monkeypox Jadi Clade
 
Berikut fakta-fakta penting tentang kasus Monkeypox atau Clade di Indonesia yang dirangkum Hypeabis.id


1. Gejala Monkeypox timbul 3 hari setelah pulang ke Indonesia.

Berdasarkan penelusuran Kemenkes, pasien berpergian ke luar negeri mulai dari 22 Juli dan kembali ke Jakarta pada 8 Agustus 2022. Sepulangnya ke Ibu Kota, pasien mengalami gejala awal Monkeypox pada 11 Agustus 2022.
 
Setelah berkonsultasi ke beberapa fasilitas kesehatan, pasien masuk ke salah satu rumah sakit milik Kemenkes pada 18 Agustus dan hasil test PCR pasien terkonfirmasi positif pada malam hari, yakni 19 Agustus 2022.
 
“Saat ini pasien dalam keadaan baik, tidak sakit berat dan ada cacarnya atau ruam-ruamnya di muka, di telapak tangan dan kaki. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit, tapi cukup isolasi mandiri,” tutur Syahril. 


2. Pemantauan di pintu masuk ditingkatkan.

Konfirmasi kasus Monkeypox pertama di Indonesia telah ditindaklanjuti oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta bersama Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes untuk melakukan surveilans kepada masyarakat atau kontak erat dari pasien.
 
Syahril, menyebut Kemenkes sudah melakukan pemantauan intensif di seluruh pintu masuk Indonesia, baik dari udara, laut, maupun darat yang berhubungan langsung kepada negara-negara yang sudah melaporkan adanya kasus monkeypox. Dia mencatat sekitar 89 negara yang sudah melaporkan adanya kasus cacar monyet di negaranya.
 
Pemerintah juga sudah memberikan status kewaspadaan kepada seluruh maskapai penerbangan dan pelabuhan untuk waspada apabila ada penumpangnya yang mempunyai gejala cacar monyet.
 
Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, petugas kesehatan, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mewaspadai cacar monyet katanya juga sudah dilakukan. 

Pemerintah telah memberikan pedoman kepada seluruh Dinas Kesehatan di Indonesia, rumah sakit, dan Puskesmas untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap monkeypox. Dia berharap jangan sampai ada petugas kesehatan di fasilitas kesehatan manapun yang tidak paham dengan cacar monyet, karena ini bagian dari kewaspadaan.

Dia juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat agar selalu melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta meningkatkan protokol kesehatan.“Protokol kesehatan ini bukan hanya untuk monkeypox saja tapi juga untuk seluruh penyakit menular,” tegas Syahril.
 

3. Pemeriksaan Monkeypox baru bisa di dua tempat.

Syahril menyebut pemeriksaan PCR untuk Monkeypox saat ini baru bisa dilakukan di dua tempat, yakni di laboratorium rujukan nasional BKPK Kemenkes, dan laboratorium Institut Pertanian Bogor.
 
Pihaknya saat ini sedang dalam proses menambah 10 laboratorium yang ditingkatkan untuk melakukan pemeriksaan PCR tersebut. Ada pula beberapa rumah sakit yang sudah bisa melakukan PCR.
 
Kemenkes juga sudah menyiapkan 1.200 reagen untuk pemeriksaan Monkeypox. Pemeriksaan dilakukan manakala ada kecurigaan monkeypox. “Pemeriksaan PCR Monkeypox ini berbeda dengan pemeriksaan PCR Covid-19. PCR Monkeypox dilakukan dengan swab pada ruam-ruam yang ada di tubuh pasien,” ujar Syahril.
 

4. Pasien tidak perlu ruang isolasi.

Syahril menuturkan pasien Monkeypox tidak perlu ruang isolasi sebagaimana pasien Covid-19. Kendati demikian, terapi perawatan klinis untuk cacar monyet harus dioptimalkan sepenuhnya untuk meringankan gejala, mengelola komplikasi, dan mencegah gejala sisa jangka panjang. Pasien harus diberi cairan obat dan makanan untuk mempertahankan gizi yang memadai.


5. Obat dan vaksin cacar monyet belum tersedia.

Syahril menjelaskan infeksi bakteri sekunder harus diobati sesuai indikasi. Antivirus yang dikenal sebagai tecovirimat yang dikembangkan untuk cacar dilisensikan oleh European Medicines Agency (EMA) untuk Monkeypox pada 2022 berdasarkan data pada penelitian pada hewan dan manusia.

Kendati demikian, tecovirimat belum tersedia secara luas. Jika digunakan untuk perawatan pasien, tecovirimat idealnya harus dipantau dalam konteks penelitian klinis dengan pengumpulan data prospektif.

Terkait vaksinasi, WHO katanya belum memberikan rekomendasi untuk vaksinasi massal dalam menghadapai Monkeypox. Ada dua atau tiga negara yang sudah melakukan vaksinasi dan Indonesia juga sedang memproses untuk pengadaannya dan harus melalui rekomendasi dari Badan POM.
 

6. Pasien akan sembuh sendiri

Pasien Monkeypox akan sembuh sendiri manakala tidak ada infeksi tambahan atau tidak ada komorbid yang berat yang dapat memperparah kondisi pasien. “Kalau pasiennya tidak ada komorbid dan tidak ada penyakit pemberat lain, Insya Allah sebetulnya pasien ini bisa sembuh sendiri,” ucap Syahril.
 
Dia menerangkan gejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar air, namun lebih ringan. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan.

Perbedaan utama antara gejala cacar air dan cacar monyet adalah bahwa cacar monyet menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening (limfadenopati) sedangkan cacar air tidak.

Cacar monyet biasanya merupakan penyakit yang sembuh sendiri dengan gejala yang berlangsung dari 2 hingga 4 minggu.
 

7. Ahli minta Indonesia siap.

WHO menyatakan bahwa semua negara harus siap menghadapi cacar monyet yang memang sudah dinyatakan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Kata Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama, Indonesia juga tidak lepas dari kesiapan ini.

“Semua perlu melakukan upaya kesehatan masyarakat untuk menghentikan penularan cacar monyet di negaranya, apalagi kalau sudah ada kasus seperti di negara kita ini,” pinta Tjandra.

Baca juga: Cek 2 Jenis Vaksin Monkeypox yang disetujui FDA

Dia menjelaskan sejauh ini sebagian besar kasus adalah mereka yang laki-laki sex dengan laki-laki. WHO menyampaikan bahwa negara dapat mendesain dan memberi informasi dan pelayanan kesehatan pada kelompok ini, tentu dengan cara yang baik dan sesuai hak azasi, martabat, dan kehormatan diri.

“Perlu juga ditegaskan bahwa tentu siapapun dapat terkena penyakit ini, apapun latar belakangnya,” tambahnya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Jung Ryeo Won & Lee Kyoo Hyung Bakal Ungkap Kasus Konspirasi dalam Drakor May It Please The Court

BERIKUTNYA

Apa Itu Nonbiner? Ada 7 Jenis Identitasnya Lho

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: