Hampir 100 Kasus, Monkeypox Tersebar di Negara-negara Nonendemik
23 May 2022 |
10:21 WIB
Kasus monkeypox atau cacar monyet bertambah setiap harinya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat hingga Sabtu, 21 Mei 2022, terdapat 92 kasus cacar monyet ini yang tersebar di 12 negara, yakni Australia, Belgia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat.
"Situasinya berkembang dan WHO memperkirakan akan ada lebih banyak kasus cacar monyet yang teridentifikasi seiring meluasnya pengawasan di negara-negara non-endemik," tulis rilis WHO dikutip Hypeabis, Senin (23/5/2022).
Dalam pernyataan resmi tersebut, disebutkan bahwa kasus yang dilaporkan sejauh ini tidak memiliki hubungan perjalanan ke daerah endemik atau daerah asal virus. Menurut WHO perisitwa ini tidak biasa.
Adapun, negara-negara endemik cacar monyet antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, Sierra Leone, dan Sudan Selatan.
Baca juga: Bukan Monkeypox, Ini 2 Virus yang Lebih Berbahaya dan Mematikan
Cacar monyet adalah virus zoonosis alias virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dengan gejala yang sangat mirip dengan pasien cacar, meskipun secara klinis tidak terlalu parah. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang termasuk dalam genus orthopoxvirus dari famili Poxviridae.
WHO mencatat ada dua clade virus monkeypox, yakni clade Afrika Barat dan clade Congo Basin (Afrika Tengah). Nama monkeypox berasal dari penemuan awal virus pada monyet di laboratorium Denmark pada 1958. Sementara kasus manusia pertama diidentifikasi pada seorang anak di Republik Demokratik Kongo pada 1970.
Virus cacar monyet ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak dekat dengan lesi, cairan tubuh, tetesan pernapasan, dan bahan yang terkontaminasi seperti tempat tidur.
Sementara itu hingga saat ini, semua kasus yang sampelnya dikonfirmasi oleh PCR telah diidentifikasi terinfeksi clade Afrika Barat. Urutan genom dari sampel swab dari kasus yang dikonfirmasi di Portugal, menunjukkan kecocokan virus cacar monyet yang menyebabkan wabah saat ini, dengan kasus yang diekspor dari Nigeria ke Inggris, Israel, dan Singapura pada 2018 dan 2019.
WHO mencatat, infeksi clade Afrika Barat menyebabkan penyakit yang lebih ringan dibandingkan dengan clade Congo Basin. Tingkat kematiannya 3,6 persen dibandingkan clade Congo Basin sebesar 10,6 persen.
Cacar monyet memang biasanya sembuh sendiri, tetapi mungkin menyebabkan keparahan pada beberapa individu, seperti anak-anak, wanita hamil atau orang dengan penyakit autoimun. Masa inkubasi cacar monyet biasanya dari 6 hingga 13 hari tetapi dapat berkisar dari 5 hingga 21 hari.
"Situasinya berkembang dan WHO memperkirakan akan ada lebih banyak kasus cacar monyet yang teridentifikasi seiring meluasnya pengawasan di negara-negara non-endemik," tulis rilis WHO dikutip Hypeabis, Senin (23/5/2022).
Dalam pernyataan resmi tersebut, disebutkan bahwa kasus yang dilaporkan sejauh ini tidak memiliki hubungan perjalanan ke daerah endemik atau daerah asal virus. Menurut WHO perisitwa ini tidak biasa.
Adapun, negara-negara endemik cacar monyet antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, Sierra Leone, dan Sudan Selatan.
Baca juga: Bukan Monkeypox, Ini 2 Virus yang Lebih Berbahaya dan Mematikan
Cacar monyet adalah virus zoonosis alias virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dengan gejala yang sangat mirip dengan pasien cacar, meskipun secara klinis tidak terlalu parah. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang termasuk dalam genus orthopoxvirus dari famili Poxviridae.
WHO mencatat ada dua clade virus monkeypox, yakni clade Afrika Barat dan clade Congo Basin (Afrika Tengah). Nama monkeypox berasal dari penemuan awal virus pada monyet di laboratorium Denmark pada 1958. Sementara kasus manusia pertama diidentifikasi pada seorang anak di Republik Demokratik Kongo pada 1970.
Virus cacar monyet ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak dekat dengan lesi, cairan tubuh, tetesan pernapasan, dan bahan yang terkontaminasi seperti tempat tidur.
Sementara itu hingga saat ini, semua kasus yang sampelnya dikonfirmasi oleh PCR telah diidentifikasi terinfeksi clade Afrika Barat. Urutan genom dari sampel swab dari kasus yang dikonfirmasi di Portugal, menunjukkan kecocokan virus cacar monyet yang menyebabkan wabah saat ini, dengan kasus yang diekspor dari Nigeria ke Inggris, Israel, dan Singapura pada 2018 dan 2019.
WHO mencatat, infeksi clade Afrika Barat menyebabkan penyakit yang lebih ringan dibandingkan dengan clade Congo Basin. Tingkat kematiannya 3,6 persen dibandingkan clade Congo Basin sebesar 10,6 persen.
Cacar monyet memang biasanya sembuh sendiri, tetapi mungkin menyebabkan keparahan pada beberapa individu, seperti anak-anak, wanita hamil atau orang dengan penyakit autoimun. Masa inkubasi cacar monyet biasanya dari 6 hingga 13 hari tetapi dapat berkisar dari 5 hingga 21 hari.
Gejala
Spesialis Kulit dan Kelamin dr. Arini Astasari Widodo mengatakan, ada beberapa jenis cacar di dunia ini. Namun pembeda cacar monyet dengan cacar lainnya adalah gejala awal berupa demam, sakit kepala, mialgia, kelelahan, dan limfadenopati. Setelah satu hingga dua hari, lesi berkembang di mukosa mulut diikuti dengan lesi kulit pada wajah dan ekstremitas (termasuk telapak tangan dan telapak kaki), serta terkonsentrasi secara sentrifugal.
“Ruam mungkin atau mungkin tidak menyebar ke seluruh tubuh, dan jumlah total lesi dapat bervariasi dari sejumlah kecil hingga ribuan,” tutur Arini.
Selama 2-4 pekan berikutnya, lesi berkembang dalam peningkatan satu hingga dua hari melalui fase makula, papula, vesikular, dan pustular. Lesi berubah secara serempak dan dicirikan sebagai tegas, dalam, dan berukurang 2 milimeter sampai 10 milimeter. Kemudian, lesi tetap dalam fase pustular selama lima hingga tujuh hari sebelum krusta mulai terbentuk.
Sementara itu, kata Arini kerak terbentuk dan deskuamasi selama 7-14 hari berikutnya, dan kondisi ini sembuh sekitar 3-4 pekan setelah timbulnya gejala dalam banyak kasus. “Pasien tidak lagi dianggap menular setelah semua kerak mengelupas,” imbuhnya.
“Ruam mungkin atau mungkin tidak menyebar ke seluruh tubuh, dan jumlah total lesi dapat bervariasi dari sejumlah kecil hingga ribuan,” tutur Arini.
Selama 2-4 pekan berikutnya, lesi berkembang dalam peningkatan satu hingga dua hari melalui fase makula, papula, vesikular, dan pustular. Lesi berubah secara serempak dan dicirikan sebagai tegas, dalam, dan berukurang 2 milimeter sampai 10 milimeter. Kemudian, lesi tetap dalam fase pustular selama lima hingga tujuh hari sebelum krusta mulai terbentuk.
Sementara itu, kata Arini kerak terbentuk dan deskuamasi selama 7-14 hari berikutnya, dan kondisi ini sembuh sekitar 3-4 pekan setelah timbulnya gejala dalam banyak kasus. “Pasien tidak lagi dianggap menular setelah semua kerak mengelupas,” imbuhnya.
Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan, Arini menyarankan untuk menghindari kunjungan ke negara dengan tingkat prevalensi monkeypox yang tinggi. Hindari kontak dengan hewan yang dapat menjadi tempat virus bereplikasi, termasuk hewan yang sakit atau yang ditemukan mati di daerah di mana cacar monyet terjadi.
Hindari pula kontak dengan bahan apa pun, seperti tempat tidur, yang pernah bersentuhan dengan hewan yang sakit. Berikutnya, pisahkan pasien yang terinfeksi dari orang lain yang mungkin berisiko terinfeksi.
Baca juga: Waspada Hepatitis Misterius, Begini 10 Cara Mencegah Infeksi Virus
Lakukan kebersihan tangan yang baik setelah kontak dengan hewan atau manusia yang terinfeksi. Misalnya, mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol. “Jangan lupa gunakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien,” ujarnya.
Editor: Dika Irawan
Hindari pula kontak dengan bahan apa pun, seperti tempat tidur, yang pernah bersentuhan dengan hewan yang sakit. Berikutnya, pisahkan pasien yang terinfeksi dari orang lain yang mungkin berisiko terinfeksi.
Baca juga: Waspada Hepatitis Misterius, Begini 10 Cara Mencegah Infeksi Virus
Lakukan kebersihan tangan yang baik setelah kontak dengan hewan atau manusia yang terinfeksi. Misalnya, mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol. “Jangan lupa gunakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien,” ujarnya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.