Kecanduan Gawai Bakal Bikin Anak Menjadi Pribadi Egosentris & Narsisistik
15 August 2022 |
17:43 WIB
Hampir semua orang sekarang memiliki telepon selular (ponsel) pintar dalam genggaman mereka. Selain berfungsi sebagai alat komunikasi dan pengantar informasi, piranti tersebut bisa ‘menyelamatkan’ seseorang dari mati gaya saat sedang sendirian di tempat umum. Itulah mengapa kita jamak melihat orang menundukkan kepala dan sibuk sendiri dengan ponsel pintarnya, padahal di sekelilingnya banyak terdapat orang.
Bahkan, tak jarang kita menemui sekelompok orang yang saling kenal tetapi masing-masing sibuk dengan ponselnya. Pasti kalian juga familiar dengan celetukan, “Ponsel pintar itu mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat.” Atau mungkin, kalian sendiri juga termasuk orang yang tidak bisa ‘bertahan hidup’ sehari saja tanpa gadget atau gawai.
Baca juga: Orang Tua, Waspadai Dampak Buruk Penggunaan Gawai Pada Anak
Hal tersebut adalah gambaran kecil tentang betapa seorang manusia ‘modern’ sangat ketergantungan pada gadget. Namun, ironisnya, kita tidak ingin anak-anak kita sampai seperti itu. Lalu muncul pertanyaan.
Tidak dapat dipungkiri saat ini kita hidup di era serba digital. Banyak anak yang juga terlahir di era informasi, dan sudah bersinggungan dengan piranti pintar sejak dini. Sebagian orangtua bahkan memperkenalkan balitanya dengan dunia gadget untuk alasan pendidikan.
Mengutip laporan Bisnis Indoesia Weekend edisi Desember 2016, menurut psikolog anak Astrid Wen, berdasarkan survei yang dihelat Universitas Indonesia, mayoritas orang tua di Jakarta lebih memilih menggunakan gadget sebagai medium pendidikan dini untuk anak; disusul legi, balok konstruktif, dan puzzle.
“Sebenarnya ada mainan yang berfungsi untuk membantu mencegah dan mengatasi masalah anxiety pada anak, seperti boneka berbahan handuk lembut. Namun, mainan ini justru tidak populer dan menjadi pilihan terakhir para orang tua di Jakarta,” sebutnya.
Astrid memaparkan riset lain yang disusun Asian Parent berdasarkan survei terhadap 2.500 orangtua di Asia Tenggara. Riset itu mengalkulasi seberapa tinggi tingkat ketergantungan gadget pada anak Asean.
Fakta yang didapatkan cukup mencengangkan. Sejumlah 99 persen anak lebih suka menghabiskan waktunya bermain gadget saat di rumah, 71 persen anak ‘sibuk sendiri’ dengan gadgetnya saat bepergian, 70 persen saat di rumah makan, 40 persen saat di rumah temannya, dan 17 persen saat jam istirahat di sekolah.
Tidak hanya menjadi depresi, anak yang kecanduan gadget cenderung sulit bertanggungjawab pada dirinya sendiri dan tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya. Sebab, apapun yang dilakukannya, dia akan merasa tak nyaman tanpa kehadiran gadget.
Baca juga: Waspada, Ini 9 Bahaya bagi Anak Usia Dini yang Akrab dengan Gawai
Menurutnya, orang tua bukan berarti dilarang mengenalkan anaknya pada gadget. Akan tetapi, jangan melakukannya saat anak masih di bawah usia dua tahun. Terlebih lagi, batasi waktu bermain anak dengan gadget maksimal 1 jam dalam sehari. Jadi, mulai sekarang, sebelum menyalahkan anak yang kecanduan gadget, ada baiknya para orang tua introspeksi diri.
Editor: Dika Irawan
Bahkan, tak jarang kita menemui sekelompok orang yang saling kenal tetapi masing-masing sibuk dengan ponselnya. Pasti kalian juga familiar dengan celetukan, “Ponsel pintar itu mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat.” Atau mungkin, kalian sendiri juga termasuk orang yang tidak bisa ‘bertahan hidup’ sehari saja tanpa gadget atau gawai.
Baca juga: Orang Tua, Waspadai Dampak Buruk Penggunaan Gawai Pada Anak
Hal tersebut adalah gambaran kecil tentang betapa seorang manusia ‘modern’ sangat ketergantungan pada gadget. Namun, ironisnya, kita tidak ingin anak-anak kita sampai seperti itu. Lalu muncul pertanyaan.
Kenapa anak zaman sekarang pada kecanduan gadget?
Jangan menyalahkan anak yang kecanduan gadget, jika orang tuanya sendiri tidak bisa melepaskan diri dari piranti pintarnya. Akan tetapi, melakukan pembiaran terhadap ketergantungan gadget pada anak juga adalah kesalahan besar.Tidak dapat dipungkiri saat ini kita hidup di era serba digital. Banyak anak yang juga terlahir di era informasi, dan sudah bersinggungan dengan piranti pintar sejak dini. Sebagian orangtua bahkan memperkenalkan balitanya dengan dunia gadget untuk alasan pendidikan.
Mengutip laporan Bisnis Indoesia Weekend edisi Desember 2016, menurut psikolog anak Astrid Wen, berdasarkan survei yang dihelat Universitas Indonesia, mayoritas orang tua di Jakarta lebih memilih menggunakan gadget sebagai medium pendidikan dini untuk anak; disusul legi, balok konstruktif, dan puzzle.
“Sebenarnya ada mainan yang berfungsi untuk membantu mencegah dan mengatasi masalah anxiety pada anak, seperti boneka berbahan handuk lembut. Namun, mainan ini justru tidak populer dan menjadi pilihan terakhir para orang tua di Jakarta,” sebutnya.
Astrid memaparkan riset lain yang disusun Asian Parent berdasarkan survei terhadap 2.500 orangtua di Asia Tenggara. Riset itu mengalkulasi seberapa tinggi tingkat ketergantungan gadget pada anak Asean.
Fakta yang didapatkan cukup mencengangkan. Sejumlah 99 persen anak lebih suka menghabiskan waktunya bermain gadget saat di rumah, 71 persen anak ‘sibuk sendiri’ dengan gadgetnya saat bepergian, 70 persen saat di rumah makan, 40 persen saat di rumah temannya, dan 17 persen saat jam istirahat di sekolah.
Lantas, apa dampaknya jika anak-anak ketergantungan gadget?
Astrid memperingatkan bahwa anak yang kecanduan piranti pintar berpotensi besar tumbuh menjadi individu yang egosentris dan narsisistik. “Dia akan tubuh menjadi seseorang yang memiliki kemampuan kurang dalam bersosialisasi, akibatnya dia akan kesulitan memperoleh teman. Kalau sudah begitu, dampak lanjutannya adalah dia bisa kesepian dan depresi.”Tidak hanya menjadi depresi, anak yang kecanduan gadget cenderung sulit bertanggungjawab pada dirinya sendiri dan tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya. Sebab, apapun yang dilakukannya, dia akan merasa tak nyaman tanpa kehadiran gadget.
Gangguan fisik & sensori motorik
Astrid berkata, anak yang sedemikan ketergantungan pada gadget akan mengalami gangguan perkembangan fisik dan sensori motorik. “Matanya juga akan lebih cepat kering dan letih, dan tak menutup kemungkinan terjadi kelainan mata, punggung, leher, jari, dan pergelangan.”Baca juga: Waspada, Ini 9 Bahaya bagi Anak Usia Dini yang Akrab dengan Gawai
Menurutnya, orang tua bukan berarti dilarang mengenalkan anaknya pada gadget. Akan tetapi, jangan melakukannya saat anak masih di bawah usia dua tahun. Terlebih lagi, batasi waktu bermain anak dengan gadget maksimal 1 jam dalam sehari. Jadi, mulai sekarang, sebelum menyalahkan anak yang kecanduan gadget, ada baiknya para orang tua introspeksi diri.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.