Ini Penyebab Penularan Monkeypox Tinggi di Kelompok Gay
05 August 2022 |
19:40 WIB
1
Like
Like
Like
Penularan cacar monyet (monkeypox) cukup masif dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan Amerika Serikat pada Kamis (4/8/2022) menetapkan bahwa virus monkeypox ini sebagai darurat kesehatan masyarakat karena menyentuh angka 7.101 kasus. Secara global, monkeypox telah menyebar di 88 negara dengan total 26.864 kasus.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mayoritas kasus cacar monyet yang dilaporkan saat ini terjadi pada laki-laki. Sebagian besar kasus terjadi di antara laki-laki yang mengidentifikasi diri mereka sebagai gay, biseksual, dan laki-laki lain yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).
Oleh karena itu, dalam seruannya beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengimbau adanya peningkatan kesadaran terhadap kelompok tersebut. Kelompok kunci berbasis komunitas, kesehatan seksual, dan jaringan masyarakat sipil juga diminta bergerak meningkatkan penyediaan informasi tentang cacar monyet dan potensi penularannya ke populasi atau komunitas yang mungkin berisiko tinggi terinfeksi.
Sementara itu, Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari, menjelaskan memang dalam sebuah studi, kelompok gay maupun LSL ini, yang mengalami infeksi monkeypox.
Namun secara teori, infeksi ini bukan ditularkan melalui seks saja. “Ini tidak tergolong sexually transmitted infections (STIs), tapi karena kontak intens kulit dengan kulit, mukosa dengan mukosa, sehingga kelompok ini banyak alami monkeypox. Kalau risiko tinggi, ya karena kontaks intens pada populasi ini memang tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (5/8/2022).
Lebih lanjut, Henny menerangkan bahwa virus ini bisa masuk di mukosa mulut, mata, hingga kelamin. Oleh karena ditemukan pula di area genital, bisa saja monkeypox samar dengan virus lainnya seperti herpes zoster atau sifilis.
Baca juga: Punya Gejala Khas, Ini Perbedaan Monkeypox Dengan Cacar Air
Namun yang pasti menurutnya dokter bisa membedakan beberapa penyakit genital tersebut dengan monkeypox. “Dokter bisa membedakan apakah ini lesi herpes zoster atau lesi dari cacar monyet, manifestasi genital tidak lebih banyak daripada di kulit,” jelasnya.
Terpisah, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai potensi monkeypox di Indonesia sangat besar, terutama di populasi yang berisiko tinggi seperti gay, biseksual, dan pekerja seks komersial.
“Ini merupakan kelompok berisiko. Di semua negara 96% kontak terjadi di kelompok ini. Di Indonesia ada kelompok ini. Kelompok yang seperti ini aktif sekali, mobile sekali di banyak negara,” ujarnya kepada Hypeabis.id.
Potensi monkeypox sudah ada di Indonesia semakin besar dengan karakteristik virus yang memiliki masa inkubasi 3 minggu dan banyaknya pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang hilir mudik di pintu masuk negara.
“Ini perkara waktu. Sudah ada sebetulnya, namun ini bukan penyakit seperti Covid yang dites langsung ditemukan. Tetapi pada kelompok berisiko tadi, mereka kontaknya erat,” jelas Dicky.
Baca juga: Sudah Dapat Vaksin Cacar Bisa Kebal Monkeypox? Ini Kata Mantan Bos WHO
Cacar monyet pertama kali tercatat menginfeksi manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo. Monkeypox adalah virus zoonosis alias virus yang ditularkan dari hewan ke manusia, dengan gejala yang sangat mirip dengan pasien cacar, meskipun secara klinis tidak terlalu parah. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang termasuk dalam genus orthopoxvirus dari famili poxviridae.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat total 10 kasus yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai suspek cacar monyet. Namun demikian setelah dilakukan serangkaian tes, hasilnya negatif.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mayoritas kasus cacar monyet yang dilaporkan saat ini terjadi pada laki-laki. Sebagian besar kasus terjadi di antara laki-laki yang mengidentifikasi diri mereka sebagai gay, biseksual, dan laki-laki lain yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).
Oleh karena itu, dalam seruannya beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengimbau adanya peningkatan kesadaran terhadap kelompok tersebut. Kelompok kunci berbasis komunitas, kesehatan seksual, dan jaringan masyarakat sipil juga diminta bergerak meningkatkan penyediaan informasi tentang cacar monyet dan potensi penularannya ke populasi atau komunitas yang mungkin berisiko tinggi terinfeksi.
Sementara itu, Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari, menjelaskan memang dalam sebuah studi, kelompok gay maupun LSL ini, yang mengalami infeksi monkeypox.
Namun secara teori, infeksi ini bukan ditularkan melalui seks saja. “Ini tidak tergolong sexually transmitted infections (STIs), tapi karena kontak intens kulit dengan kulit, mukosa dengan mukosa, sehingga kelompok ini banyak alami monkeypox. Kalau risiko tinggi, ya karena kontaks intens pada populasi ini memang tinggi,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (5/8/2022).
Lebih lanjut, Henny menerangkan bahwa virus ini bisa masuk di mukosa mulut, mata, hingga kelamin. Oleh karena ditemukan pula di area genital, bisa saja monkeypox samar dengan virus lainnya seperti herpes zoster atau sifilis.
Baca juga: Punya Gejala Khas, Ini Perbedaan Monkeypox Dengan Cacar Air
Namun yang pasti menurutnya dokter bisa membedakan beberapa penyakit genital tersebut dengan monkeypox. “Dokter bisa membedakan apakah ini lesi herpes zoster atau lesi dari cacar monyet, manifestasi genital tidak lebih banyak daripada di kulit,” jelasnya.
Terpisah, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai potensi monkeypox di Indonesia sangat besar, terutama di populasi yang berisiko tinggi seperti gay, biseksual, dan pekerja seks komersial.
“Ini merupakan kelompok berisiko. Di semua negara 96% kontak terjadi di kelompok ini. Di Indonesia ada kelompok ini. Kelompok yang seperti ini aktif sekali, mobile sekali di banyak negara,” ujarnya kepada Hypeabis.id.
Potensi monkeypox sudah ada di Indonesia semakin besar dengan karakteristik virus yang memiliki masa inkubasi 3 minggu dan banyaknya pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang hilir mudik di pintu masuk negara.
“Ini perkara waktu. Sudah ada sebetulnya, namun ini bukan penyakit seperti Covid yang dites langsung ditemukan. Tetapi pada kelompok berisiko tadi, mereka kontaknya erat,” jelas Dicky.
Baca juga: Sudah Dapat Vaksin Cacar Bisa Kebal Monkeypox? Ini Kata Mantan Bos WHO
Cacar monyet pertama kali tercatat menginfeksi manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo. Monkeypox adalah virus zoonosis alias virus yang ditularkan dari hewan ke manusia, dengan gejala yang sangat mirip dengan pasien cacar, meskipun secara klinis tidak terlalu parah. Penyakit ini disebabkan oleh virus monkeypox yang termasuk dalam genus orthopoxvirus dari famili poxviridae.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat total 10 kasus yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai suspek cacar monyet. Namun demikian setelah dilakukan serangkaian tes, hasilnya negatif.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.