Ilustrasi kanker (Sumber gambar - Unsplash - National Cancer Institute)

Imun Tubuh Membunuh Sel Kanker?

24 July 2022   |   20:45 WIB

Kemoterapi, radiasi, hingga pembedahan adalah rentetan terapi untuk menangani pasien kanker yang paling umum. Seiring dengan pendekatan pengobatan personal, kini dunia menemukan terapi anyar yang dapat meningkatkan harapan hidup pasien kanker. Personal medication atau pengobatan personal adalah pengobatan yang didesain berdasarkan kerusakan genetik yang ada. 

Dihimpun dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 15 Oktober 2017, Spesialis Patologi Anatomi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Evalina Suzana mengatakan setiap kerusakan organ yang ada di dalam tubuh didorong oleh gen yang berbeda-beda. Kondisi tersebut mendorong para peneliti untuk mengembangkan personal medication tak hanya pada tahapan sel, tetapi juga sampai pada tahap molekul. 

“Setelah molekul diperiksa kita bisa menentukan desain pengobatan berdasarkan kelainan mutasi genetik si pasien sendiri. Biasanya ada kesamaan dari berbagai pasien, tetapi munculnya gejala di pasien bisa berbeda,” katanya. 

Baca juga: Lakukan 8 Cara Ini untuk Mengantisipasi Kanker Payudara

Salah satu yang tengah digadanggadang menjadi metode penyembuhan bagi pasien kanker dalam beberapa tahun terakhir salah satunya adalah imunoterapi. Penemuan ini bermanfaat untuk mengembalikan kemampuan sel imun untuk mengenali sel kanker. 

Pada kasus kanker, sel kanker dapat mengelabui sel imun tubuh atau sel-T sehingga tidak dapat mengenalinya. Padahal, di permukaan sel-T ini, terdapat molekul PD-1 (program death-1) yang berfungsi mematikan sel musuh (sel kanker). Namun, sel kanker juga pandai menumbuhkan PD-L1 (program death- Ligand 1) yang bisa membentuk interaksi dengan PD-1. Oleh karena sel-T tidak dapat dikenali, sel kanker tidak bisa dihancurkan. 

Untuk mencegah PD-1 dan PD-L1 ini berikatan, maka interaksi tersebut harus diblok. Di Indonesia, terapi ini dikenal dengan pembrolizumab. Terapi ini dapat mengaktifkan kembali sel imun sehingga dapat mengenali dan menghancurkan selsel kanker. 

Metode ini tentu sangat berbeda dengan kemoterapi yang bertugas menghambat pertumbuhan sel-sel yang bereplikasi dengan cepat, bahkan termasuk sel sehat. Artinya, kemoterapi tidak memiliki target tertentu dalam melaksanakan tugasnya. Hal lain yang berbeda adalah umumnya, obat imunoterapi diujicobakan kepada pasien dengan tahap terminal yang sudah tidak bisa ditangani dengan obat lain lagi. 

Dalam praktiknya, imunoterapi dilakukan bersama dengan terapi lainnya secara paralel. Terapi ini pertama kali disetujui untuk menjadi pengobatan kanker prostat pada 2010. Sementara pada pertengahan 2016, Food and Drug Administrastion Amerika Serikat memberikan lisensi kepada penghambat PD-1 dan PD-L1. 
 

Kanker paru 

Salah satu yang paling mutakhir, pengobatan ini dimanfaatkan untuk pengobatan pasien kanker paru-paru. Kanker jenis ini dianggap menjadi kanker dengan harapan hidup paling rendah, yakni 30?lam harapan hidup satu tahun. 

Namun, tak bisa sembarang pasien bisa mendapatkan terapi ini. Sebelum diberi terapi ini, pasien harus menjalani pemeriksaan biomarker PD-L1. Jika PD-L1 terbukti positif, maka sel kanker akan merespons dengan baik pengobatan pembrolizumab.

“Hasil penelitian menunjukkan, lebih dari 50% pasien kanker paru yang diberikan pembrolizumab memiliki harapan hidup lebih panjang. Untuk itu saat ini, pemeriksaan PD-L1 sudah menjadi standar diagnostik untuk kanker paru,” ujarnya. 

Kendati teruji dapat memperpanjang harapan hidup pasien dibandingkan dengan kemoterapi, yang paling penting dalam terapi ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. 

“Jika ditemukan pasien kanker paru, maka periksalah jenis sel kankernya. Jika jenis sel kanker paru bukan sel kecil, maka segera lakukan tes PD-L1,” tuturnya. 

Hingga saat ini, pengobatan untuk pasien kanker paru masih dalam tahap uji klinis di luar negeri. Jika protokol internasional sudah keluar, maka Indonesia bisa segera melakukan uji klinis. Sebagai kelanjutan standar diagnostic tes PD-L1, saat ini sedang berlangsung pela tihan di 14 pusat patologi anatomi di rumah sakit kelas A (tersier) di seluruh Indonesia. 

“Diha apkan dalam sebulan sampai dua bulan ini rumah sakit tersebut sudah bisa mela kukan tes PD-L1,” ujar Evalina. 

Editor: Dika Irawan
 

SEBELUMNYA

Ini Alasan Pentingnya Merencanakan Kehamilan

BERIKUTNYA

Pilihan Resor & Vila di Bogor untuk Akhir Pekan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: