Deteksi Kelainan Pembuluh Darah Lewat MRA, Yuk Pahami Cara Kerjanya!
23 July 2022 |
19:18 WIB
Stroke dikenal sebagai penyakit mematikan. Penyakit ini disebabkan adanya gangguan aliran darah ke otak. Apakah stroke dapat dicegah? Teknologi Magnetic Resonance Angiography atau MRA dipercaya dapat membantu mencegah terjadinya stroke.
Pemeriksaan MRA ini akan membantu memperlihatkan gambar struktur pembuluh darah arteri dan vena pada otak.
Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Pondok Indah Rubiana Nurhayati, MRA berguna untuk mengenali kelainan pada pembuluh darah di otak.
Kelainan yang dimaksud antara lain aneurisma dan stenosis. Keduanya dapat memicu terjadinya stroke.
Baca juga: Cegah Risiko Penyakit Hingga Kebotakan, Intip 9 Manfaat Tes Genomik
Aneurisma berupa tonjolan abnormal di pembuluh darah otak. Jika diibaratkan, pembuluh darah berbentuk seperti batang pohon beserta cabang-cabangnya.
Nah, apabila ada bentuk yang terlihat seperti buah, artinya itu merupakan kelainan berupa aneurisma. ”Aneurisma ini bawaan dari lahir,” katanya dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 5 Juli 2015.
Penyebab aneurisma dapat terus membesar dan pecah belum diketahui secara pasti. Seseorang yang punya aneurisma akan sering mengalami sakit kepala yang berdenyut-denyut di tempat yang sama.
Karena itu, Rubiana menyarankan orang yang mengalami hal tersebut untuk segera melakukan pemeriksaan MRA. Melalui pemeriksaan MRA, apabila memang benar terdapat aneurisma maka dapat ditangani lebih lanjut.
Cara menangani aneurisma melalui tindakan medis coiling dan clipping. Dengan begitu, aneurisma akan hilang sehingga terhindar dari stroke.
Sementara itu, jika MRA menemukan adanya penyempitan pembuluh darah atau stenosis, selanjutnya dapat ditangani dengan melakukan trombolisis atau stenting.
Mengapa aneurisma dan stenosis harus ditangani? Aneurisma berpotensi membuat pembuluh darah di otak pecah kemudian terjadilah pendarahan, sedangkan stenosis dapat mengakibatkan pembuluh darah tersumbat.
Ingat, stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke iskemik yang terjadi akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah di otak dan stroke hemoragik yang terjadi karena pendarahan.
Selain aneurisma dan stenosis, ada faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi yaitu tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, hiperkolesterol, obesitas, merokok, atau kurang olah raga.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia dan riwayat keluarga. Jika stroke menyerang, biasanya ada tanda-tanda yang dapat dikenali mulai dari gangguan keseimbangan, komunikasi, dan memori, atau tanda lain seperti sakit kepala hebat, menurunnya kesadaran, atau muka mencong.
Terkait MRA, dokter spesialis radiologi konsultan radiologi intervensi Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Puri Indah Andi Darwis menjelaskan MRA merupakan jenis pemeriksaan non-invasif atau tidak melukai tubuh.
Baca juga: Waspada! Minuman Beralkohol Bikin Otak Menyusut
MRA punya keunggulan dibandingkan jenis pemeriksaan lain seperti Computed Tomographic Angiography (CTA) dan Digital Substraction Angiography (DSA) yaitu tidak menggunakan bahan kontras. CTA dan DSA menggunakan bahan kontras.
Jadi, pasien yang memiliki alergi dari bahan kontras pun aman saat harus diperiksa dengan MRA. ”Hasil gambarnya tajam,” katanya.
Selain pada otak, MRA dapat digunakan untuk melihat pembuluh darah pada leher, jantung, dada, perut, panggul, lengan, dan kaki.
Editor: Fajar Sidik
Pemeriksaan MRA ini akan membantu memperlihatkan gambar struktur pembuluh darah arteri dan vena pada otak.
Menurut dokter spesialis saraf Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Pondok Indah Rubiana Nurhayati, MRA berguna untuk mengenali kelainan pada pembuluh darah di otak.
Kelainan yang dimaksud antara lain aneurisma dan stenosis. Keduanya dapat memicu terjadinya stroke.
Baca juga: Cegah Risiko Penyakit Hingga Kebotakan, Intip 9 Manfaat Tes Genomik
Aneurisma berupa tonjolan abnormal di pembuluh darah otak. Jika diibaratkan, pembuluh darah berbentuk seperti batang pohon beserta cabang-cabangnya.
Nah, apabila ada bentuk yang terlihat seperti buah, artinya itu merupakan kelainan berupa aneurisma. ”Aneurisma ini bawaan dari lahir,” katanya dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 5 Juli 2015.
Penyebab aneurisma dapat terus membesar dan pecah belum diketahui secara pasti. Seseorang yang punya aneurisma akan sering mengalami sakit kepala yang berdenyut-denyut di tempat yang sama.
Karena itu, Rubiana menyarankan orang yang mengalami hal tersebut untuk segera melakukan pemeriksaan MRA. Melalui pemeriksaan MRA, apabila memang benar terdapat aneurisma maka dapat ditangani lebih lanjut.
Cara menangani aneurisma melalui tindakan medis coiling dan clipping. Dengan begitu, aneurisma akan hilang sehingga terhindar dari stroke.
Sementara itu, jika MRA menemukan adanya penyempitan pembuluh darah atau stenosis, selanjutnya dapat ditangani dengan melakukan trombolisis atau stenting.
Mengapa aneurisma dan stenosis harus ditangani? Aneurisma berpotensi membuat pembuluh darah di otak pecah kemudian terjadilah pendarahan, sedangkan stenosis dapat mengakibatkan pembuluh darah tersumbat.
Ingat, stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke iskemik yang terjadi akibat adanya sumbatan pada pembuluh darah di otak dan stroke hemoragik yang terjadi karena pendarahan.
Selain aneurisma dan stenosis, ada faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi yaitu tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung, hiperkolesterol, obesitas, merokok, atau kurang olah raga.
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia dan riwayat keluarga. Jika stroke menyerang, biasanya ada tanda-tanda yang dapat dikenali mulai dari gangguan keseimbangan, komunikasi, dan memori, atau tanda lain seperti sakit kepala hebat, menurunnya kesadaran, atau muka mencong.
Terkait MRA, dokter spesialis radiologi konsultan radiologi intervensi Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Puri Indah Andi Darwis menjelaskan MRA merupakan jenis pemeriksaan non-invasif atau tidak melukai tubuh.
Baca juga: Waspada! Minuman Beralkohol Bikin Otak Menyusut
MRA punya keunggulan dibandingkan jenis pemeriksaan lain seperti Computed Tomographic Angiography (CTA) dan Digital Substraction Angiography (DSA) yaitu tidak menggunakan bahan kontras. CTA dan DSA menggunakan bahan kontras.
Jadi, pasien yang memiliki alergi dari bahan kontras pun aman saat harus diperiksa dengan MRA. ”Hasil gambarnya tajam,” katanya.
Selain pada otak, MRA dapat digunakan untuk melihat pembuluh darah pada leher, jantung, dada, perut, panggul, lengan, dan kaki.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.