Selain Minyak Serai, Ternyata Bahan Alami Ini Juga Digunakan untuk Konservasi Candi
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah Sukronedi, menjelaskan pelapukan pada permukaan candi yang hampir seluruhnya terdiri atas batuan kuno, sehingga membutuhkan perawatan kompleks yang harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
Menurutnya, selain wangi minyak atsiri serai wangi juga dapat membersihkan lumut pada batuan secara efektif tanpa merusak struktur batu serta memiliki dampak terhadap lingkungan yang sangat minimal.
Baca juga: Melestarikan Candi Borobudur dengan Minyak Atsiri Serai Wangi
“Lumut bisa hidup dengan akarnya masuk ke pori-pori batu. Jika menggunakan bahan kimia, mineral dalam pori batuan ikut terangkat [berpotensi lapuk]. Kalau kita pakai serai wangi lumutnya mati dan mudah dibersihkan,” ujarnya kepada Hypeabis.id di Kawasan Candi Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (6/7/2022).
Konservasi mengunakan minyak atsiri serai wangi juga sudah diterapkan pada bangunan Candi Plaosan dan Candi Sewu di Pramban, Sleman, Yogyakarta.
Di samping minyak serai, BPCB juga menggunakan bahan alami lainnya yang efektif untuk membersihkan material seperti batu dan kayu pada bangunan bernilai sejarah. Sukronedi menuturkan bahwa penggunaan bahan alami ini tidak kalah efektif untuk merawat candi dari pelapukan jika dibandingkan dengan bahan kimia yang sebelumnya digunakan.
Perawatan batu sedikit lebih kompleks karena selain lumut, jamur dan alga turut menjadi ancaman bagi ketahanan batu pada candi. Sejauh ini, proses pencarian bahan alami yang dapat menghilangkan lumut dan alga masih berlangsung.
Namun, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengkaji berbagai jenis minyak atsiri mulai dari minyak cengkeh, biji pala, serai, nilam, temulawak hingga terpentin untuk mengatasi permasalahan lumut.
Sementara itu, cengkeh, tembakau dan pelepah pisang telah menggantikan campuran kimia pada proses pembersihan dan konservasi candi-candi di Indonesia.
Ketiga bahan alami ini banyak digunakan untuk perawatan cagar budaya berbahan dasar kayu oleh masyarakat Kudus dan mulai diteliti sejak 2003. Sejatinya, kayu mengalami proses pelapukan yang lebih cepat daripada batu. Apalagi jika objek bersejarah tersebut berada di luar ruangan dan terpapar dengan panas dan hujan.
Dilansir melaui situs Kemendikbudristek, campuran yang terdiri dari 100 gram tembakau + 100 gram cengkeh + 100 gram pelepah pisang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan memunculkan tekstur kayu asli.
Baca juga: Bukan Tiket Mahal, Begini Saran Untuk Pemeliharaan Candi Borobudur
Sementara itu, bahan alami seperti belimbing wuluh, air kelapa, air jeruk nipis, perasan mengkudu, belimbing wuluh dan sabun lerak juga mulai diterapkan pada perawatan material logam dan besi untuk menghilangkan karat (korosi) dan patina.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.