Kementerian Keuangan sudah mengeluarkan izin Badan Layanan Umum (Sumber gambar: Pexels/Tomáš Malík)

Babak Baru Pengelolaan Museum dan Cagar Budaya

13 June 2022   |   10:55 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Pengelolaan museum-museum yang berada di bawah pemeritah pusat bersiap memasuki babak baru lantaran Permendikbud Badan Layanan Umum Museum dan Cagar Budaya ditargetkan keluar pada Juli 2022. Saat ini izin BLU dari Kementerian Keuangan sudah keluar.

Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemdikbudristek, menuturkan Permendikbud BLU Museum dan Cagar Budaya yang ditargetkan keluar pada bulan depan sudah masuk dalam tahap finalisasi, penyamaan nomenklatur, dan sebagainya.

“Izin BLU Kemenkeu sudah keluar. [Target keluar Permendikbud] Bulan depan,” katanya.

Hilmar menjelaskan BLU Museum dan Cagar Budaya adalah akan mengelola 7 museum di bawah Kemdikbudristek (termasuk Museum Nasional), Galeri Nasioanal, dan berbagai tempat penyimpanan koleksi seperti Sangiran, Trowulan, dan sebagainya. Kemudian, juga bertugas menangani pemanfaatan cagar budaya.

Lembaga tersebut, ujarnya, adalah salah satu solusi dalam pengelolaan museum dan cagar budaya di dalam negeri. Pemerintah mengharapakan lembaga ini dapat fokus mengelola seluruh aset museum dan cagar budaya di bawah Kemdikbudristek secara efektif.

Hasil pengelolaan berupa Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa digunakan langsung untuk kepentingan pelestarian. Dengan cara ini juga, lanjutnya, pemerintah pusat bisa memberikan contoh kepada para pemangku kepentingan bahwa pegenlolaan cagar budaya tidak hanya berarti beban biaya, tapi juga mendatangkan manfaat.

Kondisi – kondisi cagar budaya yang ada di dalam negeri, ujarnya, bervariasi. Situs klasik seperti candi pada umumnya, lanjutnya, cukup baik karena sudah lama mendapat penanganan. Sementara bangunan dari masa kolonial atau bangunan modern ada sangat terawat dan ada sama sekali tidak terawat.

Ada beberapa faktor yang menentukan kondisi cagar budaya di dalam negeri berbeda-beda. Pertama adalah pemilik bangunan atau lahan situs. Kedua, pemerintah kabupaten/kota. Terakhir adanya ketersediaan sumber daya. “Ditjen Kebudayaan fokus pada cagar budaya yang sudah ditetapkan berada di peringkat nasional dan juga pada temuan baru,” katanya.

Sementara cagar budaya milik swasta atau pemerintah daerah yang berperingkat nasional, Ditjen Kebudayaan memiliki keterbatasan dalam melakukan “internvensi” lantaran aset tersebut bukan aset pemerintah pusat.

Ditjen Kebudayaan, lanjutnya, terus mengingatkan kewajiban pemilik dan pengelola aset situs atau cagar budaya dalam melakukan pelestarian. Namun, ada pemilik dan pengelola aset yang kemudian terbuka untuk kerja sama. Kemudian, ada juga yang tidak terbuka.

Masih ada pemilik dan pengelola situs atau cagar budaya yang tidak terbuka untuk bekerja sama dalam mengelola cagar budaya dapat terjadi lantaran kepedulian pemilik dan pengelola bervariasi antara yang satu dengan yang lain.

“Ada yang bersemangat, ada yang tidak,” katanya.

Kepedulian dapat berbeda lantaran persepsi dan pemahaman tentang signifikasi cagar budaya. Sebagian besar pemilik dan pengelola masih menganggap pelestarian cagar budaya sebagai beban karena masih ada banyak layanan dasar yang perlu dibiayai.

Pemilik dan pengelola cagar budaya yang bersemangat, lanjutnya, biasanya karena sudah bisa melihat manfaat dari cagar budaya bukan dari segi pariwisata saja, tapi juga dari segi kontribusi bagi identitas lokal, kohesi sosial, pendidikan, dan seterusnya.

Pemerintah pusat terus-menerus melakukan upaya untuk menumbuhkan persepsi dan pemahaman yang sama bahwa cagar budaya dan kebudayaan secara umum hendaknya tidak dilihat sebagai beban, tapi juga justru sebagai aset pembangunan.


HAMBATAN


Hilmar menuturkan keterbatasan sumber daya masih menjadi hambatan bagi Ditjen Kebudayaan dalam melakukan konservasi, baik secara finansial maupun sumber daya manusia. Saat ini, pemerintah belum memiliki cukup petugas dengan kompetensi yang diperlukan.

“Kita perlu banyak tenaga konservasi batu, kayu, logam, serat tekstil, dan sebagainya,” katanya.

Sementara soal anggaran yang dimiliki DItjen Kebudayaan dalam melakukan konservasi, ujarnya, belum ideal. Fokus anggaran masih pada perlindungan dalam pengertian pengamanan dengan menempatkan petugas khusus di lapangan, Konservasi untuk memastikan keterawatan, atau renovasi jika diperlukan.


Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

NASA Kumpulkan Tim Peneliti untuk Pelajari Fenomena UFO

BERIKUTNYA

5 Alasan Genhype Wajib Tonton Serial Star Wars: Obi-Wan Kenobi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: