Ilustrasi anak yang menerima imunisasi. (Sumber gambar : Unsplash/CDC)

Angka Imunisasi Dasar Turun, Ini 3 Risiko Penyakit yang Ancam Anak Indonesia

28 June 2022   |   14:35 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Penurunan imunisasi dasar lengkap di Indonesia berisiko munculnya kejadian luar biasa terhadap sejumlah penyakit. Utamanya campak, rubela, dan difteri. Kementerian Kesehatan dalam kurun waktu 2019-2020 mencatat 1,7 juta anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi penyakit tersebut. 

Anggota Satgas Imunisasi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Soedjatmiko menerangkan saat ini campak mengancam 35 kabupaten/kota di 14 provinsi. Ini menjadi perhatian mengingat campak memberi pengaruh buruk bagi kesehatan bayi, balita, dan anak sekolah. 

Dia menyebut campak selain menimbulkan demam, batuk, pilek, sesak, dan bintik merah, penyakit ini bisa menyebabkan kejang dan radang otak pada bayi atau anak. Sebanyak 2.853 bayi dan anak dari 2012-2017 pun mengalami radang paru atau pneumonia akibat campak. 

(Baca juga: Bulan Imunisasi Anak Nasional, Jangan Lewatkan Tahapannya!)

Sementara rubela mengancam anak-anak di 37 kabupaten/kota di 14 provinsi. Penyakit ini membuat 1.660 bayi cacat selama 2012-2018. Janin yang dikandung ibu dengan campak berisiko tinggi mengalami kelainan jantung, buta akibat katarak, keterbelangan mental, otak tidak berkembang, dan tuli. 

"Hati-hati buat ibu hamil. Kalau bayi lahir, sampai 8 tahun butuh biaya Rp600 jutaan per orang, hanya sebagian kecil ditampung BPJS," jelas pria yang akrab disapa Miko ini. 

Untuk difteri, pada 2022 tercatat 23 kabupaten/kota di 10 provinsi terdampak penyakit ini. Kata Miko, penyakit ini mengancam anak usia 1-18 tahun. 

Difteri dapat menyebabkan sumbatan pada saluran napas anak dan merusak otot jantung akibat racun kuman difteri. "Hampir semua provinsi berisiko campak, rubela, difteri, bisa terjadi KLB sesudah Covid," tegasnya. 

Untuk mencegah risiko KLB penyakit ini, dia menyarankan agar anak-anak segera dilengkapi imunisasinya. Miko menyebut untuk mengejar imunisasi, bayi atau anak bisa diberikan 2-4 suntikan suntikan secara bersamaan.

Anak usia 1-5 tahun diminta untuk segera melengkapinya. Para orang tua harus menghitung sudah berapa kali anak diberikan imunisasi polio 

"Kalau kurang dari 4, suntik lagi. Kalau imunisasi sekaligus, aman, bermanfaat kekebalan, sama baiknya dan KIPI [kejadian ikutan pasca imunisasi] tidak lebih banyak," jelasnya. 

(Baca juga: Banyak Virus, Begini Cara Pantau Kesehatan Anak)

Begitu pula dengan anak berkebutuhan khusus seperti autis, sindroma down, disabilitas intelektual, cerebral palsy, tuna rungu, tuna wicara, tuna netra, tuna daksa, maupun tuna grahita. Miko menegaskan mereka harus diimunisasi lengkap dan tambahan. 

Termasuk anak dengan komorbid seperti epilepsi, asma, diabetes melitus, hipertensi, kelainan jantung, ataupun ginjal. "Justru mereka perlu dilindungi. Kalau ragu kontrol dulu, sebagian besar boleh kecuali ada rumor," katanya. 

Kendati demikian, imunisasi saja menurutnya tidak cukup. Bayi, balita, maupun anak harus dilengkapi kebutuhan gizinya. Imunisasi memang pelengkap untuk menghasilkan antibodi spesifik terhadap ancaman sejumlah penyakit.

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Eric THE BOYZ Absen Konser di Jakarta, Kenapa Ya?

BERIKUTNYA

Simak Peran Orang Tua dalam Perkembangan Sosialisasi Anak

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: