Simak Peran Orang Tua dalam Perkembangan Sosialisasi Anak
28 June 2022 |
15:03 WIB
Kemampuan sosialisasi seseorang berkembang sejak interaksi awal terjadi antara orang tua dan anak. Psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani beranggapan bahwa masa anak masih berusia di bawah tujuh tahun merupakan tahapan penting dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan pengalaman fisik.
"Anak-anak di bawah usia 7 tahun tidak memiliki pengalaman interaksi, sehingga kesulitan untuk membayangkan cara bersosialisasi karena tingkat pemahaman mereka yang masih minim dan belum konkret," jelasnya dalam webinar Manfaatkan Libur Sekolah untuk Tingkatkan Kemampuan Sosialisasi dan Melepas Kejenuhan Anak, Selasa (28/6/2022).
Perkembangan sosialisasi pada anak memiliki enam tahapan berdasarkan usia. Awalnya, anak-anak di bawah dua tahun biasanya mulai belajar sosialisasi dari mengamati orang lain. Saat mereka sudah menginjak usia dua tahun, mereka akan mulai belajar bersosialisasi dengan bermain sendiri (solitary play) dan fokus pada mainan yang mereka miliki.
Baca juga: 5 Cara Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi & Mengurangi Jenuh pada Anak
Kemudian saat usia tiga tahun, si kecil akan melihat orang lain bermain dan dari tahapan inilah tanda-tanda ketertarikan untuk belajar bermain bersama sudah tampak. Setelahnya, anak-anak usia 3,5 tahun akan berada dalam fase parallel play atau bermain bersama dalam satu ruang yang sama tanpa adanya interaksi.
Tingkat kemampuan bersosialisasi sudah semakin jelas ketika si kecil menginjak usia empat tahun dengan adanya associative play atau proses di mana si kecil sudah mulai menunjukkan interaksi dengan keluarga dan teman-teman sebayanya. Bahkan, tahapan ini sudah mulai memperlihatkan ketertarikan dalam bermain bersama.
Tahapan perkembangan yang berbeda berlanjut mulai usia lima tahun, di mana anak-anak akan memasuki tahapan cooperative play. Artinya, anak-anak usia lima tahun hingga seterusnya akan berada dalam fase bermain bersama dengan aturan, batasan, dan penyelesaian tertentu.
"Anak-anak di bawah usia 7 tahun tidak memiliki pengalaman interaksi, sehingga kesulitan untuk membayangkan cara bersosialisasi karena tingkat pemahaman mereka yang masih minim dan belum konkret," jelasnya dalam webinar Manfaatkan Libur Sekolah untuk Tingkatkan Kemampuan Sosialisasi dan Melepas Kejenuhan Anak, Selasa (28/6/2022).
Perkembangan sosialisasi pada anak memiliki enam tahapan berdasarkan usia. Awalnya, anak-anak di bawah dua tahun biasanya mulai belajar sosialisasi dari mengamati orang lain. Saat mereka sudah menginjak usia dua tahun, mereka akan mulai belajar bersosialisasi dengan bermain sendiri (solitary play) dan fokus pada mainan yang mereka miliki.
Baca juga: 5 Cara Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi & Mengurangi Jenuh pada Anak
Kemudian saat usia tiga tahun, si kecil akan melihat orang lain bermain dan dari tahapan inilah tanda-tanda ketertarikan untuk belajar bermain bersama sudah tampak. Setelahnya, anak-anak usia 3,5 tahun akan berada dalam fase parallel play atau bermain bersama dalam satu ruang yang sama tanpa adanya interaksi.
Tingkat kemampuan bersosialisasi sudah semakin jelas ketika si kecil menginjak usia empat tahun dengan adanya associative play atau proses di mana si kecil sudah mulai menunjukkan interaksi dengan keluarga dan teman-teman sebayanya. Bahkan, tahapan ini sudah mulai memperlihatkan ketertarikan dalam bermain bersama.
Tahapan perkembangan yang berbeda berlanjut mulai usia lima tahun, di mana anak-anak akan memasuki tahapan cooperative play. Artinya, anak-anak usia lima tahun hingga seterusnya akan berada dalam fase bermain bersama dengan aturan, batasan, dan penyelesaian tertentu.
Hubungan awal orang tua dan anak membentuk kepribadian sosialnya. (Sumber gambar: Xavier Mouton Photographie/Unsplash)
Orang tua dan keterlibatan dalam sosialisasi anak
Selama proses perkembangan ini, orang tua memiliki peran penting dalam membantu mengembangkan dan menstimulasi kemampuan ini sejak dini. Untuk orang tua, ada lima kiat dasar yang bisa diterapkan bersama anak dan keluarga saat membantu meningkatkan kemampuan sosialisasi anak.
- Buat jadwal waktu kegiatan dengan anak, misalnya dengan menentukan waktu bermain gawai dan fokus dengan anak-anak saat selesai bekerja, pada akhir pekan, maupun waktu libur khusus (misal. tanggal merah atau perayaan hari besar nasional);
- Tunjukkan kerja sama antara kedua orang tua sebagai contoh awal si kecil dalam belajar bersosialisasi. Pastikan orang tua dan keluarga menghindari pertikaian agar anak-anak bisa meniru hal yang baik dalam sosialisasi;
- Jaga pergaulan orang tua di luar keluarga, misalnya dengan teman dari masa sekolah, teman dari masa kuliah, dan teman dari lingkungan pekerjaan. Tujuannya adalah untuk memperlihatkan contoh sosialisasi yang lebih luas kepada si kecil;
- Melakukan roleplay dan permainan drama sederhana, misalnya dokter-pasien, penjual-pembeli, hingga skenario konflik. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang tindakan yang harus dilakukan saat berada di suatu tempat atau situasi tertentu; dan
- Abadikan momen saat anak bersosialisasi, di mana arsip foto dan video bisa jadi alternatif dalam mengembalikan memori si kecil dengan kegiatan yang dilakukannya atau saat dirinya merasa kurang nyaman dalam situasi tertentu.
Dengan pentingnya peran orang tua dalam mengembangkan kemampuan sosialisasi buah hati, ada catatan yang harus diperhatikan untuk orang tua yang bekerja di rumah dan manajemen waktu untuk mendukung pembelajaran ini. Selain menegaskan kepada si kecil tentang pembagian waktu kerja dan bersama keluarga, hal lain yang turut diperhatikan adalah memberi kesepakatan waktu agar anak tidak bingung dan rewel.
"Orang tua perlu lokasi yang jelas [saat bekerja], misalnya ada meja khusus kerja. Lalu, waktu kerja harus jelas dan memungkinkan untuk membagi waktu. Dengan waktu dan lokasi jelas, anak bisa tahu kapan dirinya melepaskan orang tua mereka agar bekerja dan mengetahui kapan bisa kembali bersama," jelasnya.
Editor: Nirmala Aninda
"Orang tua perlu lokasi yang jelas [saat bekerja], misalnya ada meja khusus kerja. Lalu, waktu kerja harus jelas dan memungkinkan untuk membagi waktu. Dengan waktu dan lokasi jelas, anak bisa tahu kapan dirinya melepaskan orang tua mereka agar bekerja dan mengetahui kapan bisa kembali bersama," jelasnya.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.