Hobi Koleksi Action Figure Enggak Ada Matinya
22 June 2022 |
15:04 WIB
Hampir setiap orang sepertinya memiliki karakter idola dari tokoh rekaan yang hadir dalam film superhero atau cerita animasi. Sebut saja Superman, Batman, Spiderman, hingga Tintin dan Doraemon adalah karakter yang banyak disukai, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Kehadiran karakter dalam film itu pun memunculkan bentuk-bentuk mini dari para lakonnya yang lebih dikenal dengan istilah action figure. Sejak muncul pertama kali di Indonesia pada era 1980-an, action figure atau mainan figur seolah tak lekang dimakan zaman.
Pada setiap dekade, ada saja pencinta mainan itu. Kecintaan terhadap mainan figur tertentu juga biasa muncul karena tumbuh besar bersama tokoh-tokoh itu. Tidak jarang kecintaan mengumpulkan mainan figur ini membuat penggilanya harus merogoh kocek dalam-dalam.
Baca juga: 3 Artis K-pop Ini Juga Punya Hobi Memancing Ikan
Seperti Sutradara Rizal Mantovani yang sejak kecil hobi membaca cerita Superman dan gemar berburu aneka figur Superman. Bahkan, secara khusus dia pernah memesan 15 mainan figur dari tokoh musuh Superman.
Tak kalah 'gila', pemain stand up comedy Gilang Bhagaskara juga mengoleksi mainan figur yang dibelinya bervariasi mulai Rp50.000 hingga Rp3 juta per satuan. Ada-ada saja ide iseng Gilang terkait koleksinya itu. Dia tidak hanya mengumpulkan, tetapi juga aktif membuat berbagai tingkah dari mainan figur. Koleksinya itu kerap dibawa ke mana-mana dan dijadikan sebagai model untuk toys photography.
“Inspirasi saya waktu itu dari akun Santlov. Setelah itu jadi makin suka motretin mainan, hunting aksesorinya, dan kalau jalan-jalan ke mana pun, selalu bawa mainan buat difoto,” ujar Gilang.
Lebih dahsyat lagi, melihat koleksi figur mainan milik Johandi Yahya, seorang pencipta lagu sekaligus manajer artis. Di kediamannya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Johandi punya satu ruangan khusus yang disulap jadi museum bagi ribuan koleksinya. Di setiap sisi dinding berdiri lemari penyimpan ribuan koleksi mainan figur, mulai dari Toy Story hingga koleksi lengkap The Avengers. Pria ini masih akan menambah lemari untuk koleksinya tersebut.
‘Kegilaan’ Johandi mengoleksi mainan figur tumbuh dida sari kecinta an terhadap film Toy Story, delapan tahun lalu. Perkenalan dengan komunitas ToygraphyId semakin menumbuhkan hobinya. Harga satuan koleksi mainan figurnya mulai dari Rp2 juta. “Kalau kumpul, yang diperbincangkan tidak jauh-jauh dari action figure. Dari sanalah aku mulai banyak dapat teman dan link untuk mendapatkan semua koleksi ini,” katanya.
Sebagian besar koleksinya itu diperoleh dengan cara pre-order kepada produsen atau hasil berburu ke berbagai toko mainan berlisensi di sejumlah kota di dunia, termasuk Singapura dan AS. “Favorit aku ada di warehouse di daerah Industrial City, namanya Frank & Son, kurang lebih 45 menit dari LA. Di sana benar-benar surga bagi pencinta action figure deh. Banyak macamnya dan sangat murah harganya. Kalau sudah di sana pasti enggak bisa enggak beli,” katanya.
Johandi mengaku sempat overlimit membeli mainan. Hal itu terjadi pada awal tahun saat muncul banyak barang baru yang menarik hatinya. Di sisi lain, masih ada pesanan mainan yang harus dilunasi. “Akhirnya sadar overlimit. Makin ke sini mulai ngerem sendiri, mulai kontrol mana yang benar-benar aku suka dan butuh," katanya.
JADI BISNIS
Sekilas, mengoleksi mainan figur terkesan hobi yang konsumtif dan boros. Namun, kecintaan dan ketekunan mengoleksi mainan ternyata bisa menjadi ladang pendapatan bagi sang kolektor. Tak sedikit kolektor bertransformasi menjadi penjual. Tidak tanggung-tanggung, omzet yang mampu mereka raup setiap bulan dapat mencapai puluhan juta rupiah. Bermula dari hobi mengoleksi, mainan figur pun menjadi pilihan bisnis mereka.
Ada yang menggelutinya hanya sebagai usaha sampingan seperti yang dilakukan Nico Setiawan, seorang desainer grafis. Dalam sebulan, dia bisa menjual mainan figur berbau Jepang seperti Gundam dan Kamenrider hingga 20 unit. Ada pula yang terjun total seperti Andy Kurniawan dan Odoric Pantera Tamin. Dia menjual mainan figur via dunia maya. Produk yang dijual beragam, mulai dari pahlawan super AS hingga anime Jepang.
Harganya pun sangat variatif, mulai Rp50.000 hingga Rp2 juta. Untuk mendapatkan koleksinya, lulusan Swiss German University Tangerang Selatan ini memesan langsung dari produsen di AS, Jepang, China, Jerman, hingga Vietnam. Dalam sebulan, Odoric bisa membukukan omzet rata-rata Rp20 juta hingga Rp30 juta. Andy lebih suka menjual koleksi mainannya langsung melalui toko Greenland Toys miliknya di Blok M Square, Jakarta.
“Awalnya saya koleksi saja, tapi banyak teman yang datang, melihat koleksi itu, suka, kemudian ngambil, dibeli. Kemudian saya beli lagi yang sama, eh dibeli lagi oleh teman lain yang berbeda. Begitu terus. Akhirnya saya putuskan hobi ini jadi bisnis,” ujarnya.
Dalam sebulan, pria berusia 33 tahun ini bisa menjual 150 hingga 200 mainan figur. Harga satu unit mainan figur bervariasi, mulai Rp75.000 hingga Rp11 juta. “Saya mengambil semuanya dari Marvel Studio juga Disney. Ada beberapa barang yang eksklusif hanya rilis di Eropa, jadi saya datangkan sendiri ke Eropa. Ada juga yang eksklusif dari Jepang dan Hong Kong.”
Figur dari luar negeri, khususnya AS dan Jepang. memang telah lama mencuri hati kolektor dan pencinta mainan figur. Namun, sejak era 2000-an, tokoh superhero lokal Indonesia pun mulai dapat tempat di hati para pencinta mainan figur.
Ada Pandawa 5, Hanoman, Wiro Sableng, Bima Satria Garuda, hingga tokoh-tokoh nasional Indonesia seperti Bung Karno dan Gus Dur. Bahkan sosok kontroversial seperti Sumanto, ternyata juga tersedia mainan figurnya.
Meski sedikit, seringkali, stok mainan figur lokal yang dipajang Andy di tokonya malah cepat terjual kepada pencinta mainan figur. Hanya saja, keterbatasan stok, sistem pemasaran, eksklusivitas cukup menghambat perkembangan mainan figur lokal di negeri sendiri.
Untuk mendapat kannya, calon pembeli harus memesan terlebih dahulu. Wakil Ketua komunitas SHFindo Endhy Ghani Widjaja menyebutkan penggila mainan figur berasal dari berbagai kalangan usia dan latar belakang profesi. Anggotanya terdiri atas pelajar dan pekerja. Kalangan pelajar, ujarnya, biasanya membelanjakan dana antara Rp400.000 – Rp500.000 per bulan untuk jajan mainan. Nilai belanja cukup besar tentunya datang dari kalangan profesional.
“Mereka bisa belanja sampai Rp3 juta per bulan. Itu karena daya beli mereka lebih tinggi. Tidak heran kalangan ini bisa beli lima sampai tujuh karakter dalam satu bulan,” katanya.
Menurut Ketua Komunitas Action Figure Batman (Gotham Citizen Club) Galih Aristo, mainan figur merupakan kegiatan hobi yang cenderung stabil dari masa ke masa. Booming koleksi mainan figur biasanya muncul ketika perusahaan mainan merilis koleksi karakter figur dari tokoh baru yang sedang menjadi tren atau rilis ulang karakter tertentu yang pernah ada.
Baca juga: Ariel Noah Ternyata Hobi Merakit Gundam
Ketua Komunitas Action Figure Indonesia (KAFI) Bellarminus Pratomo menambahkan banyak pencinta mainan figur terpengaruh film, khususnya film superhero. “Awalnya mengidolai film dan tokoh utamanya, selanjutnya mencari bentuk action figure dari tokoh karakter utamanya, kemudian berlanjut ketagihan. Contohnya saya ini yang sudah punya koleksi sampai 4.000 action figure di rumah,” katanya.
Kehadiran film, ujarnya, bisa sangat berpengaruh terhadap geliat hobi mengoleksi mainan figur. Sebagai contoh, pada masa-masa stabil, anggota aktif KAFI di Jakarta hanya 600-an. Gara-gara booming film The Avengers: Age of Ultron beberapa waktu lalu, anggota aktif mencapai hampir 3.000 orang.
Psikolog Klinis dan dosen di Universitas Kristen Maranatha Efnie Indrianie menilai wajar jika seseorang menyenangi sesuatu. Namun, jika kadarnya sudah berlebihan, hal itu tidak lagi wajar dan sulit dimaklumi. Untuk itu, Efnie mengingatkan agar selalu membatasi diri, dan melakukan sesuatu dengan sewajarnya.
Catatan redaksi: artikel diambil dari Bisnis Indonesia Minggu edisi 31 Mei 2015.
Editor: Fajar Sidik
Kehadiran karakter dalam film itu pun memunculkan bentuk-bentuk mini dari para lakonnya yang lebih dikenal dengan istilah action figure. Sejak muncul pertama kali di Indonesia pada era 1980-an, action figure atau mainan figur seolah tak lekang dimakan zaman.
Pada setiap dekade, ada saja pencinta mainan itu. Kecintaan terhadap mainan figur tertentu juga biasa muncul karena tumbuh besar bersama tokoh-tokoh itu. Tidak jarang kecintaan mengumpulkan mainan figur ini membuat penggilanya harus merogoh kocek dalam-dalam.
Baca juga: 3 Artis K-pop Ini Juga Punya Hobi Memancing Ikan
Seperti Sutradara Rizal Mantovani yang sejak kecil hobi membaca cerita Superman dan gemar berburu aneka figur Superman. Bahkan, secara khusus dia pernah memesan 15 mainan figur dari tokoh musuh Superman.
Tak kalah 'gila', pemain stand up comedy Gilang Bhagaskara juga mengoleksi mainan figur yang dibelinya bervariasi mulai Rp50.000 hingga Rp3 juta per satuan. Ada-ada saja ide iseng Gilang terkait koleksinya itu. Dia tidak hanya mengumpulkan, tetapi juga aktif membuat berbagai tingkah dari mainan figur. Koleksinya itu kerap dibawa ke mana-mana dan dijadikan sebagai model untuk toys photography.
“Inspirasi saya waktu itu dari akun Santlov. Setelah itu jadi makin suka motretin mainan, hunting aksesorinya, dan kalau jalan-jalan ke mana pun, selalu bawa mainan buat difoto,” ujar Gilang.
Lebih dahsyat lagi, melihat koleksi figur mainan milik Johandi Yahya, seorang pencipta lagu sekaligus manajer artis. Di kediamannya di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Johandi punya satu ruangan khusus yang disulap jadi museum bagi ribuan koleksinya. Di setiap sisi dinding berdiri lemari penyimpan ribuan koleksi mainan figur, mulai dari Toy Story hingga koleksi lengkap The Avengers. Pria ini masih akan menambah lemari untuk koleksinya tersebut.
‘Kegilaan’ Johandi mengoleksi mainan figur tumbuh dida sari kecinta an terhadap film Toy Story, delapan tahun lalu. Perkenalan dengan komunitas ToygraphyId semakin menumbuhkan hobinya. Harga satuan koleksi mainan figurnya mulai dari Rp2 juta. “Kalau kumpul, yang diperbincangkan tidak jauh-jauh dari action figure. Dari sanalah aku mulai banyak dapat teman dan link untuk mendapatkan semua koleksi ini,” katanya.
Sebagian besar koleksinya itu diperoleh dengan cara pre-order kepada produsen atau hasil berburu ke berbagai toko mainan berlisensi di sejumlah kota di dunia, termasuk Singapura dan AS. “Favorit aku ada di warehouse di daerah Industrial City, namanya Frank & Son, kurang lebih 45 menit dari LA. Di sana benar-benar surga bagi pencinta action figure deh. Banyak macamnya dan sangat murah harganya. Kalau sudah di sana pasti enggak bisa enggak beli,” katanya.
Johandi mengaku sempat overlimit membeli mainan. Hal itu terjadi pada awal tahun saat muncul banyak barang baru yang menarik hatinya. Di sisi lain, masih ada pesanan mainan yang harus dilunasi. “Akhirnya sadar overlimit. Makin ke sini mulai ngerem sendiri, mulai kontrol mana yang benar-benar aku suka dan butuh," katanya.
JADI BISNIS
Sekilas, mengoleksi mainan figur terkesan hobi yang konsumtif dan boros. Namun, kecintaan dan ketekunan mengoleksi mainan ternyata bisa menjadi ladang pendapatan bagi sang kolektor. Tak sedikit kolektor bertransformasi menjadi penjual. Tidak tanggung-tanggung, omzet yang mampu mereka raup setiap bulan dapat mencapai puluhan juta rupiah. Bermula dari hobi mengoleksi, mainan figur pun menjadi pilihan bisnis mereka.
Ada yang menggelutinya hanya sebagai usaha sampingan seperti yang dilakukan Nico Setiawan, seorang desainer grafis. Dalam sebulan, dia bisa menjual mainan figur berbau Jepang seperti Gundam dan Kamenrider hingga 20 unit. Ada pula yang terjun total seperti Andy Kurniawan dan Odoric Pantera Tamin. Dia menjual mainan figur via dunia maya. Produk yang dijual beragam, mulai dari pahlawan super AS hingga anime Jepang.
Harganya pun sangat variatif, mulai Rp50.000 hingga Rp2 juta. Untuk mendapatkan koleksinya, lulusan Swiss German University Tangerang Selatan ini memesan langsung dari produsen di AS, Jepang, China, Jerman, hingga Vietnam. Dalam sebulan, Odoric bisa membukukan omzet rata-rata Rp20 juta hingga Rp30 juta. Andy lebih suka menjual koleksi mainannya langsung melalui toko Greenland Toys miliknya di Blok M Square, Jakarta.
“Awalnya saya koleksi saja, tapi banyak teman yang datang, melihat koleksi itu, suka, kemudian ngambil, dibeli. Kemudian saya beli lagi yang sama, eh dibeli lagi oleh teman lain yang berbeda. Begitu terus. Akhirnya saya putuskan hobi ini jadi bisnis,” ujarnya.
Dalam sebulan, pria berusia 33 tahun ini bisa menjual 150 hingga 200 mainan figur. Harga satu unit mainan figur bervariasi, mulai Rp75.000 hingga Rp11 juta. “Saya mengambil semuanya dari Marvel Studio juga Disney. Ada beberapa barang yang eksklusif hanya rilis di Eropa, jadi saya datangkan sendiri ke Eropa. Ada juga yang eksklusif dari Jepang dan Hong Kong.”
Figur dari luar negeri, khususnya AS dan Jepang. memang telah lama mencuri hati kolektor dan pencinta mainan figur. Namun, sejak era 2000-an, tokoh superhero lokal Indonesia pun mulai dapat tempat di hati para pencinta mainan figur.
Ada Pandawa 5, Hanoman, Wiro Sableng, Bima Satria Garuda, hingga tokoh-tokoh nasional Indonesia seperti Bung Karno dan Gus Dur. Bahkan sosok kontroversial seperti Sumanto, ternyata juga tersedia mainan figurnya.
Meski sedikit, seringkali, stok mainan figur lokal yang dipajang Andy di tokonya malah cepat terjual kepada pencinta mainan figur. Hanya saja, keterbatasan stok, sistem pemasaran, eksklusivitas cukup menghambat perkembangan mainan figur lokal di negeri sendiri.
Untuk mendapat kannya, calon pembeli harus memesan terlebih dahulu. Wakil Ketua komunitas SHFindo Endhy Ghani Widjaja menyebutkan penggila mainan figur berasal dari berbagai kalangan usia dan latar belakang profesi. Anggotanya terdiri atas pelajar dan pekerja. Kalangan pelajar, ujarnya, biasanya membelanjakan dana antara Rp400.000 – Rp500.000 per bulan untuk jajan mainan. Nilai belanja cukup besar tentunya datang dari kalangan profesional.
“Mereka bisa belanja sampai Rp3 juta per bulan. Itu karena daya beli mereka lebih tinggi. Tidak heran kalangan ini bisa beli lima sampai tujuh karakter dalam satu bulan,” katanya.
Menurut Ketua Komunitas Action Figure Batman (Gotham Citizen Club) Galih Aristo, mainan figur merupakan kegiatan hobi yang cenderung stabil dari masa ke masa. Booming koleksi mainan figur biasanya muncul ketika perusahaan mainan merilis koleksi karakter figur dari tokoh baru yang sedang menjadi tren atau rilis ulang karakter tertentu yang pernah ada.
Baca juga: Ariel Noah Ternyata Hobi Merakit Gundam
Ketua Komunitas Action Figure Indonesia (KAFI) Bellarminus Pratomo menambahkan banyak pencinta mainan figur terpengaruh film, khususnya film superhero. “Awalnya mengidolai film dan tokoh utamanya, selanjutnya mencari bentuk action figure dari tokoh karakter utamanya, kemudian berlanjut ketagihan. Contohnya saya ini yang sudah punya koleksi sampai 4.000 action figure di rumah,” katanya.
Kehadiran film, ujarnya, bisa sangat berpengaruh terhadap geliat hobi mengoleksi mainan figur. Sebagai contoh, pada masa-masa stabil, anggota aktif KAFI di Jakarta hanya 600-an. Gara-gara booming film The Avengers: Age of Ultron beberapa waktu lalu, anggota aktif mencapai hampir 3.000 orang.
Psikolog Klinis dan dosen di Universitas Kristen Maranatha Efnie Indrianie menilai wajar jika seseorang menyenangi sesuatu. Namun, jika kadarnya sudah berlebihan, hal itu tidak lagi wajar dan sulit dimaklumi. Untuk itu, Efnie mengingatkan agar selalu membatasi diri, dan melakukan sesuatu dengan sewajarnya.
Catatan redaksi: artikel diambil dari Bisnis Indonesia Minggu edisi 31 Mei 2015.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.