(Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Pilu, Trauma & Modernisasi, Foto-Foto Ini Menggambarkan Perubahan Wajah Jepang setelah Kalah Perang Dunia

07 June 2022   |   18:15 WIB
Image
Dika Irawan Asisten Konten Manajer Hypeabis.id

Kekalahan dalam Perang Dunia II sungguh telah mengubah wajah Jepang, dari yang tadinya garang, gemar berperang menjadi lebih tenang. Saat yang sama, Jepang mengalami persoalan, yaitu mulai memudarnya identitas nasional mereka. Hal itu tak lepas dari masuknya arus modernisasi ke negara tersebut.

Perjalanan Jepang mencari identitasnya itu terekam jelas dalam pameran foto Metamorphosis of Japan after the War 1945 di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta Selatan, pada 17-26 Mei 2018.

Pameran tersebut menampilkan sebanyak 123 foto hitam-putih karya 11 seniman fotografi Jepang pasca perang. Mereka adalah Yasuhiro Ishimoto, Kikuji Kuawada, Ihee Kimura, Takeyoshi Tanuma, Shomei Tomatsu, Ken Domon, Shigeichi Nagano, Ikko Narahara, Hiroshi Hamaya, Tadahiko Hayashi, dan Eikoh Hosoe. 

Baca juga: Sejarah Menunjukkan Ternyata Bangsa Jepang Juga Pernah Lelet & Pemalas

Tsuguo Tada, editor buku A Self-Portrait, Photographs 1945-1964 dan fotografer Marc Feutsel, peneliti sejarah fotografi Jepang yang tinggal di Paris ditunjuk sebagai kurator pameran tersebut. Fuetsel sengaja dilibatkan untuk mencerminkan perspektif orang asing yang tak pernah mengalami secara langsung Jepang selepas Perang Dunia II.

Pameran dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, fase dampak perang. Kedua, antara tradisi dan modernitas. Ketiga, menuju Jepang baru. Dengan cara itu kurator mampu menyajikan jalan cerita perjalanan tentang Jepang yang bangkit dari kehancuran melalui rangkaian-rangkaian foto tersebut.  

Soal kehancuran ini ditunjukan foto karya Tadahiko Hayashi yang berjudul Mother and Child in a wasteland burned out by the war (photo paper, 557x45 mm, 1947). Foto tersebut memperlihatkan potret seorang ibu tengah menggendong anaknya berjalan di tanah kosong melintasi sisa bangunan yang hancur. 

 

Mother and Child in a wasteland burned out by the war (Sumber gambar: repro/Dika Irawan)

Mother and Child in a wasteland burned out by the war (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)


Menghadirkan komposisi seorang ibu dan puing bangunan itu, Tadahiko ingin menunjukan pesan kepada publik bahwa kondisi Jepang kala itu masih meratapi kekalahannya. Selain itu, foto itu juga berhasil menyimpulkan perang hanya membawa kesengsaraan bagi masyarakat Jepang. Begitulah lembaran baru perjalanan Jepang pasca perang dunia kedua.

Suasana yang sama juga terekam pada foto karya Ihei Kimura 1901-1974, Discharged Soldier Returning to his Home in Ruins (photo paper, 557x457 mm, 1948). Foto ini lebih dalam menampilkan pesan kepiluan masyarakat Jepang melihat kehancuran bangsanya sendiri. Pada foto itu terlihat serdadu tengah berjalan sambil memandangi bangunan-bangunan yang hancur.

 

Discharged Soldier Returning to his Home in Ruins (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Discharged Soldier Returning to his Home in Ruins (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)


Rupanya kekalahan ini membuat Jepang tak lagi menjadi bangsa tertutup. Pada foto Tadahiko Hayashi, US Sailors sightseeing with Japanese women (photo paper, 457x557, mm 1954) menampilkan hal tersebut. Potret dua tentara angkatan laut Amerika Serikat  berjalan ditemani dua wanita Jepang, merupakan pesan Jepang bukan lagi bangsa ekslusif.

 

US Sailors sightseeing with Japanese women (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

US Sailors sightseeing with Japanese women (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)


Dampak dari masuknya arus asing itu, menyingkirkan identitas nasional Jepang. Perlahan tapi pasti bangsa Jepang menerima perubahan tersebut. Budaya barat yang mewakili modernitas merasuk di segala sudut kehidupan masyarakat Jepang. 

Seperti yang terlihat pada foto Modern Dress Versus Traditional Dress at the Sanja Festival (photo paper, 457 x55 mm, 1955)  karya Takeyoshi Tanuma. Foto tersebut mengambil gambar dua orang perempuan Jepang mengenakan Kimono, sedang dua wanita lainnya berpakaian modern. Namun ekspresi sinis ditunjukan perempuan modern itu. 
 

Modern Dress Versus Traditional Dress at the Sanja Festival (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Modern Dress Versus Traditional Dress at the Sanja Festival (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)


Kemudian setelah berangsur bangkit, Jepang bermetamorfosis menjadi motor penggerak ekonomi dunia. Industrialisasi membawa pengaruh besar terhadap masyarakat Jepang. Dampaknya Tokyo dipadati para pekerja. 

Melalui foto berjudul Tokyo (photo paper, 355x27 mm, 1962), Yasuhiro Ishimoto menjelaskan hal tersebut. Dia mengambil gambar seorang lelaki mengenakan jas tengah duduk di atas rumput dengan wajah tertunduk. Sementara di depannya, tertancap bendera Jepang berukuran kecil. Pesan yang muncul dari foto itu adalah Jepang sudah berubah menjadi negara modern.
 

Tokyo (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

Tokyo (Sumber gambar: Hypeabis/Dika Irawan)

 

Kejadian traumatis  

Kurator pameran Marc Futsel menuturkan setelah bertahun-tahun propaganda militer dan penyensoran, bangsa Jepang merasa harus menyaksikan kejadian-kejadian traumatis perang dengan segala konsekousensinya. Secara alami fotografi memiliki peran krusial dalam konteks ini. 

"Karena fotografi dipandang sebagai media yang memiliki rekaman visual objektif," ujarnya.

Baca juga: 10 Makanan Jepang yang Ikonik di Anime

Pasca perang, industri penerbitan adalah industri pertama yang pulih akibat kekalahan Jepang. Serangkaian majalah-majalah baru muncul silih berganti. Berkat ledakan penerbitan di akhir 1940-an, banyak fotografer seperti Ken Domon, Ihee Kimura, dan Tadahiko Hayashi mengabdikan diri mendokumentasikan dampak dan konsekuensi perang. 

"Hasilnya periode ini melihat kemunculan gerakan realisme yang kuat," ujarnya.

Marc melanjutkan meskipun realisme mendominasi akhir 1940-an dan awal 1950-an, pada waktu itu identitas nasional Jepang dipertanyakan akibat kekalahan dan okupansi Amerika Serikat. Oleh sebabnya, fotografer-fotografer Jepang mengalihkan kameranya ke wilayah-wilayah negeri esensi Jepang masih tertanam.

"Karya-karya pameran ini merupakan refleksi akan kompleksitas identitas Jepang modern," ujarnya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

4 Manfaat Yoghurt untuk Kesehatan Tubuh

BERIKUTNYA

Serial Alice in Borderland Season 2 Rilis First Look Arisu & Usagi

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: