Ilustrasi rokok elektrik. (Sumber gambar: Unsplash)

Rokok Elektrik Masih Butuh Regulasi & Penanganan Limbah yang Maksimal

02 June 2022   |   18:16 WIB

Penggunaan rokok elektrik telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan studi Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Product in 2018 yang diulas oleh Centre for Youth and Population Research (CYPR), setidaknya tren ini memunculkan 2,2 juta pengguna produk tembakau alternatif (PTA).

Akan tetapi, sejumlah pihak melihat bahwa regulasi terkait dengan PTA masih kurang ditegaskan dalam berbagai regulasi pemerintah. Menurut Direktur Eksekutif CYPR Dedek Prayudi, kurang tegasnya regulasi dan kepastian hukum membuat sulit menurunkan prevalensi perokok di Indonesia dan risiko akibat penggunaan PTA.

"Industri ini berkembang pesat, tentunya sangat membutuhkan riset dan pengembangan yang memadai. Namun, riset ini berbiaya mahal sehingga perlu adanya kepastian hukum, kerangka regulasi yang mendukung pertumbuhan industri serta skema insentif dan disentif supaya pertumbuhan terus konsisten ke arah positif," ujar Dedek dalam webinar Limbah Rokok Elektrik: Ancaman atau Potensi?, Kamis (02/06).

Tidak hanya itu, kurangnya regulasi ini bisa berdampak pada kecacatan pada berjalannya arah produksi, distribusi, hingga konsumsi PTA yang tidak baik.

Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, WHO Serukan Merokok Merusak Lingkungan

Pada konteks rokok elektrik sebagai bagian dari PTA, sejauh ini akademisi Teknik Industri dari Universitas Pancasila Dino Rimantho mengamati bahwa saat ini sudah ada langkah baik dalam penanggulangan dampak dan daur ulang dari produk limbah elektronik. Akan tetapi, langkah ini tetap harus didukung dengan pemerataan struktur pengolahan limbah B3 yang mencakup limbah elektronik.

"Regulasi kita biasanya mengacu pada PP 101/2014 lalu Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 terkait dengan pengelolaan sampah. Kebijakannya sudah diatur, tapi tidak ketat dan sifatnya sukarela," tambah Dino.

Tidak hanya itu, rokok elektrik dinilai berpotensi dalam meningkatkan pendapatan negara dengan mulai banyaknya pengguna vape atau rokok elektrik. Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia, Garindra Kartasasmita, menyebutkan salah satu hasilnya adalah penerimaan cukai yang meningkat dari rokok elektrik.

Baca juga: Mau Berhenti Merokok? Ikuti 9 Tips Ini

Kendati demikian, dia tetap menyorot bahwa regulasi yang komprehensif dan maksimal dalam berbagai aspek seperti produksi dan penanganan limbah masih dibutuhkan. Hal ini ditelisik kembali dari adanya ragam bentuk vape seperti disposable pod yang trennya berkembang baru-baru ini, di mana produk ini berisiko membebani lingkungan karena penggunaannya yang sementara.

Hingga saat ini, perwakilan Kementerian Perindustrian Astien Setyaningrum memaparkan bahwa pihaknya telah mengupayakan payung hukum yang berkaitan dengan limbah rokok, misalnya dengan pembuatan enam mini depo pusat industri hijau. Namun, dia tetap menyebut bahwa Kemenperin kini tengah mengembangkan berbagai kebijakan yang sesuai untuk rokok elektrik dan industri di dalamnya yang tengah berkembang pesat.

Pengembangan regulasi terkait dengan rokok elektrik dan limbahnya diharapkan bisa menjadi solusi atas risiko dan dampak dari produk yang berisiko mencemari lingkungan. Tidak hanya itu, regulasi yang maksimal bisa menjadi cara untuk memperkuat industri rokok elektrik yang mampu dalam produksi dan daur ulang limbah.


Editor: Roni Yunianto
 

SEBELUMNYA

Catat! Ini Jadwal Pengumuman hingga Bocoran Fitur iOS 16 dari Apple 

BERIKUTNYA

Game Pokemon Violet & Scarlet Dipastikan Meluncur November 2022 

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: