Ilustrasi limbah elektronik (dok: Geneva Environment Network)

Limbah Barang Elektronik Menggunung, Apa yang Harus Dilakukan?

18 October 2021   |   16:33 WIB
Image
Rezha Hadyan Hypeabis.id

Meningkatnya kebutuhan manusia akan peralatan elektronik menciptakan masalah baru yang tak lain adalah menumpuknya sampah elektronik. Tentu saja, masalah ini tak bisa dianggap remeh karena menyebabkan permasalahan lingkungan serius jika tak dikelola dengan baik.

Limbah elektronik atau e-waste dapat dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Apabila tak dikelola dengan baik, limbah tersebut akan berakibat pada asidifikasi tanah yang dapat merusak tanah. Selain itu, limbah ini juga dapat mencemari air tanah dan udara dengan zat berbahaya.

Melalui laporan terbarunya, Jenderal Waste from Electrical and Electronic Equipment (WEEE) menyebut produksi limbah elektronik global meningkat setiap tahun sebesar 2 metrik ton, atau sekitar 3 persen hingga 4 persen. Hal tersebut tak terlepas dari meningkatnya tingkat konsumsi peralatan elektronik hingga 3 persen setiap tahun, siklus hidup produk yang lebih pendek, dan terbatasnya kemungkinan peralatan bisa reparasi.

Sebagai catatan, WEEE merupakan organisasi yang berfokus pada permasalahan limbah elektronik dan menginisiasi peringatan Hari Limbah Elektronik yang diperingati tiap 14 Oktober.

Lantas, sejauh mana permasalahan limbah elektronik di Indonesia? Mengingat sebagian masyarakat Indonesia masih memanfaatkan dan mereparasi peralatan elektronik lamanya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyatakan bahwa Indonesia juga menghadapi permasalahan yang sama dengan negara-negara lainnya terkait limbah elektronik.

"Saat ini perlu dipikirkan bagaimana mengumpulkan dan mengelola sampah atau limbah elektronik. Karena potensi timbunan limbah elektronik itu ada. Orang-orang senang ganti ponsel baru. Perangkat yang sudah lama seperti ponsel atau komputer dibuang begitu saja karena tidak bisa digunakan lagi," katanya dalam sebuah diskusi virtual baru-baru ini.

Lebih lanjut, Vivien mengungkapkan bahwa volume limbah elektronik di Tanah Air saat ini mencapai 1,8 juta ton dan diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga 39 persen pada 2030. Saat ini, limbah elektronik yang ada Indonesia sebagian besar berasal dari Jawa dengan persentase mencapai 56 persen dari keseluruhan limbah yang dihasilkan.

Kemudian yang tak kalah penting adalah keterlibatan dari produsen dan distributor peralatan elektronik untuk mengembangkan skema take-back atau pengambilan kembali. Sebagai contoh, ponsel bekas dan sebagainya dapat ditarik kembali dan dihargai dengan nominal tertentu.

"Ini juga meningkatkan kesadaran masyarakat. Jadi kalau ada barang elektronik bekas jangan dibuang ke TPA itu berbahaya," ujarnya.

Adapun, limbah elektronik yang berhasil dikumpulkan menurut Vivien dapat diolah dan dijadikan barang yang lebih bernilai, termasuk dijadikan bahan baku peralatan elektronik baru. Karena pada dasarnya komponen yang ada di dalam peralatan elektronik mengandung bahan-bahan yang bernilai tinggi.

"Sebagai contoh adalah Jepang, pada Olimpiade 2021 itu mereka membuat medali emas, perak, dan perunggu dari e-waste. Bahannya diambil dari e-waste yang memang mengandung semua itu," katanya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Jangan Asal Minum Vitamin C, Ini Risikonya!

BERIKUTNYA

Soleram Gandeng Save the Children Bantu Pendidikan Anak Indonesia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: