Ilustrasi (Stillness Inmotion/Unsplash)

4 Tren Serangan Siber 2022 yang Perlu Diwaspadai Versi Kaspersky 

14 January 2022   |   13:42 WIB
Image
Syaiful Millah Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Dua pandemi pandemi yang menghantam dunia telah mengubah lanskap banyak hal. Utamanya adalah era yang semakin digital dengan maraknya aktivitas dilakukan secara jarak jauh atau daring. Ini memicu pula peningkatan serangan siber. 

Para pelaku kejahatan siber dapat menargetkan berbagai kalangan yang terkoneksi dengan jaringan internet, mulai dari perorangan hingga organisasi dan perusahaan. Berbagai tren baru juga muncul dalam dunia maya yang tentunya diikuti dengan bayang-bayang kejahatan. 

[Baca juga:Menyasar Data Pribadi, Waspadai 7 Jenis Serangan Siber Ini]

Tim riset dan analis global perusahaan keamanan siber Kaspersky, mengungkap empat tren teratas kejahatan siber di kawasan Asia Tenggara, yang perlu diwaspadai sepanjang tahun baru ini. Berikut informasi selengkapnya.
 

1. Penurunan serangan ransomware yang ditargetkan 

Masa pandemi bertepatan dengan munculnya serangan ransomware yang ditargetkan di seluruh dunia, yang berfokus pada sektor paling kritikal serta bisnis yang sensitif terhadap gangguan. Ada banyak perusahaan di Asia Tenggara yang menjadi korban dari serangan ini. 

Akan tetapi, dengan adanya kerja sama internasional dan beberapa gugus tugas yang melacak kelompok tersebut, ahli Kaspersky optimistis bahwa jumlah serangan berupa targeted ransomware akan berkurang sepanjang tahun ini. 

Namun demikian, layanan hosting yang tersedia secara luas yang ditawarkan oleh negara-negara seperti Singapura dan Malaysia dan infrastruktur pusat data masih dapat disalahgunakan oleh kelompok kejahatan siber dengan modus tersebut. 
 

2. Penipuan daring tingkat lanjut dan rekayasa sosial 

Seiring dengan peningkatan kesadaran perusahaan terhadap pentingnya keamanan siber infrastruktur teknologi mereka, banyak pelaku yang melakukan investasi besar guna melindungi data, sistem, dan jaringan mereka. 

Akan tetapi, pelaku kejahatan siber tak lantas diam. Mereka saat ini banyak mengutamakan serangan yang berfokus pada non-teknologi dan eksploitasi kerentanan manusia, yang melibatkan segala macam rekayasa sosial lewat berbagai platform. 

Jumlah laporan scam di Singapura tercatat meningkat 16 persen sepanjang tahun lalu. Thailand juga mencatat hampir 40.000 orang yang menjadi penipuan daring. Selain itu, ada banyak kasus peniruan identitas di Vietnam untuk mengelabui pengguna dan mengeksploitasi mereka. 
 

3. Lebih banyak terjadi pelanggaran data oleh penyerang tak dikenal 

Peneliti Kaspersky menyatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, banyak kasus pelanggaran data pribadi di mana para korban tidak dapat mengidentifikasi penyerang atau mengetahui bagaimana skema kebocoran itu terjadi. 

Perusahaan mencatat persentase kasus seperti itu meningkat secara signifikan dalam dua tahun terakhir yang mencapai lebih dari 75 persen. Hal ini diyakini tidak akan berhenti, justru menjadi lebih banyak lagi dilakukan oleh para penjahat siber. 
 

4. Serangan industri kripto dan NFT 

Dengan mengamati sejumlah kasus serangan siber canggih yang terjadi belakangan, Kaspersky menyimpulkan bahwa ke depan akan semakin banyak gelombang serangan yang mengarah pada bisnis atau industri mata uang kripto. 

Selain itu, industri non-fungible token (NFT) yang berkembang pesat juga tidak akan luput dari serangan. Terlebih, fakta menunjukkan bahwa dalam hal kepemilikan NFT, kawasan Asia Tenggara memiliki persentase yang tinggi. 

Filipina tercatat memiliki kepemilikan NFT dan aset digital tertinggi dengan 32 persen, Thailand di posisi kedua dengan 26,2 persen, Malaysia di posisi ketiga dengan 23,9 persen. Ini didasarkan pada survei yang dilakukan terhadap 20 negara di dunia. 



Editor : Gita

SEBELUMNYA

Dijamin Enak! Ini 7 Ide Olahan Pisang yang Cocok untuk Jualan

BERIKUTNYA

Dari Ive hingga STAYC, Intip Sederet Girlband K-pop Baru yang Bersinar

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: