(Dok. Unsplash)

3 Penyebab Sering Alami Gangguan Tidur Selama Pandemi

07 January 2022   |   16:16 WIB
Image
Dewi Andriani Jurnalis Hypeabis.id

Istilah “COVID-somnia” atau “Corona-somnia”, mulai dikenal sekitar musim panas 2020 untuk menggambarkan dampak pandemi global terhadap pola tidur seseorang. Data yang diperoleh dari hampir seluruh belahan dunia memperlihatkan adanya jumlah besar populasi yang mengalami kesulitan tidur.

Pada 2020, British Sleep Society melaporkan bahwa kurang dari separuh penduduk Inggris mendapatkan "tidur yang menyegarkan". Sementara di Amerika Serikat, masalah kurang tidur sudah dianggap sebagai epidemi oleh CDC (Centers for Disease Control).

Leonardi A. Goenawan, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa RS Pondok Indah – Puri Indah mengatakan sejak berlangsungnya pandemi, kasus insomnia semakin meningkat hingga mencapai 40 persen.

Gangguan tidur selama pandemi COVID-19 ini disebut sebagai “tandemic” (epidemi yang disebabkan oleh, diperburuk oleh, dan berjalan beriringan dengan pandemi) oleh Dr. Abinav Singh, seorang direktur medis The Indiana Sleep Center.

Lantas, apa saja yang menyebabkan gangguan tidur di masa pandemi ini?
 

 1.       Meningkatnya stres


Leonardi mengatakan stres emosional akibat pandemi dapat mengubah arsitektur tidur, memperpendek durasi gelombang lambat yang bersifat restoratif, meningkatkan REM (rapid eye movement), dan cenderung membuat seseorang lebih sering terbangun di malam hari.

Dalam suatu penelitian, dikatakan bahwa kondisi ini dapat tetap terjadi selama dua tahun setelah seseorang mengalami tekanan emosional yang berat seperti pada pandemi ini. Stres juga akan meningkatkan kadar kortisol, suatu hormon yang bekerja berlawanan dengan melatonin – hormon yang bertanggung jawab untuk kualitas tidur.

“Selama hormon kortisol kita tetap dalam konsentrasi yang tinggi, maka produksi melatonin akan terganggu, sehingga kualitas tidur juga akan terganggu,” ujarnya.
 

2.       Hilangnya rutinitas harian


Protokol untuk “menjaga jarak”, mengubah banyak aspek dalam menjalankan kesenangan pribadi hingga kehidupan sosial. Hilangnya berbagai aktivitas ini akan menimbulkan perasaan terisolasi dan memiliki dampak negatif pada kesehatan mental.

Sementara berbagai aktivitas yang normal memiliki kontribusi yang besar untuk menjaga kestabilan irama sirkadian, karena berfungsi sebagai penanda waktu. Sejak pandemi, seluruh aktivitas ini menjadi sangat minimal bahkan hilang.

“Ketiadaan aktivitas rutin tersebut cenderung membuat tidur lebih larut dan bangun lebih siang. Di samping kualitas tidur menjadi buruk, gangguan pada irama sirkadian tersebut juga akan berhubungan pada fungsi biologis lainnya, termasuk pencernaan, respons imunitas, dan lainnya,” jelasnya.
 

3.       Peningkatan konsumsi informasi


Terlalu banyak mengonsumsi informasi berdampak dengan meningkatnya tekanan mental dalam bentuk kecemasan dan ketakutan. Belum lagi berhadapan dengan disinformasi dan hoaks. Durasi kita berada di depan monitor (screen time), dikaitkan dengan menurunnya kualitas tidur, terutama apabila dilakukan pada malam hari. Sinar biru dari monitor akan merangsang tubuh kita untuk mempertahankan kadar kortisol tetap tinggi dan menekan produksi melatonin.

Tidur merupakan bagian paling sentral dalam kehidupan kita untuk memastikan seluruh fungsi tubuh dapat melakukan tugasnya dengan baik melalui keteraturan irama sirkadian yang akan menjaga tubuh tetap sehat, produktif, dan sejahtera.



Editor: Gita
 

SEBELUMNYA

Kamera Sony A7 IV Resmi Masuk Indonesia, Cek Harga & Keunggulannya 

BERIKUTNYA

"Dear Nathan: Thank You Salma" Tayang 13 Januari di Bioskop

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: