Tren Video Vertikal Merambah Industri Sinema
07 May 2021 |
06:44 WIB
1
Like
Like
Like
Buat kalian yang biasa merekam video dengan ponsel, format tegak lurus atau vertkal tentu sangat dihindari, termasuk di kalangan pembuat konten dan editor.
Namun, seiring waktu, berkat kehadiran video dengan rasio 16:9 di media sosial dan aplikasi seperti Snapchat, format ini kini kembali menjadi tren.
Format ini pun kemudian diaplikasikan pada berbagai platform lainnya dari Instagram, TikTok, Facebook hingga Twitter.
Terlebih dengan tren media sosial yang mendominasi cara orang menonton hiburan saat ini. Format video vertikal kini turut mengubah cara audiens dalam menikmati video online.
Menariknya, tren itu ternyata tidak hanya bertahan di media sosial, tetapi juga sudah merambah ke industri film.
Kalau kalian pernah dengar film V2 Escape from Hell yang bergenre drama dengan latar belakang perang Rusia, jangan heran jika film ini menjadi film blockbuster pertama yang seluruhnya dibuat dalam format vertikal.
Sutradara Timur Bekmambetov seperti dilansir sejumlah media film, memang dikenal sebagai sutradara yang berambisi untuk memelopori video vertikal sebagai format yang layak untuk film layar lebar.
Film V2 Escape from Hell dengan cerita yang mengisahkan tentang seorang pilot Uni Soviet yang tertangkap dan memimpin pelarian dari kamp konsentrasi Jerman dengan membajak satu pesawat itu, dirancang dengan mempertimbangkan audiens yang menggunakan ponsel pintar.
Dalam jangka pendek, video format vertikal mungkin masih sulit dalam menarik perhatian audiens apalagi jaringan bioskop berkomitmen dalam mengadopsi format gambar horizontal.
Apalagi inovasi ini, menurut sebagian pengamat, akan membatasi peluang distribusi film, meskipun di sisi lain, layanan over the top (OTT) seperti Netflix sebenarnya terbuka untuk melakukan eksperimen yang sama.
Di Tanah Air, baru-baru ini Studio Antelope meluncurkan film pendek vertikal resmi pertama di platform TikTok, berjudul "X&Y".
Jason Iskandar, sineas yang biasa membuat video format 16:9 yang juga pendiri Studio Antelope menuturkan bahwa saat ini audiens sudah menjadi lebih terbiasa dengan melihat format video vertikal berkat penggunaan ponsel pintar dan sosial media yang meningkat.
Sejumlah riset bahkan mengatakan bahwa engagement rate dan kesediaan audiens untuk menonton video berformat vertikal kini lebih tinggi daripada video horizontal.
"Untuk rilis di media sosial, format video vertikal dan durasi yang lebih pendek jadi pilihan ideal karena kita tahu attention span pengguna media sosial cenderung lebih pendek," katanya.
Eksplorasi format video ini menjadi kesempatan sekaligus tantangan baru bagi industri film yang sudah lama terbiasa dengan format horizontal.
Cakupan tangkapan kamera yang terbatas membuat sutradara dan tim kreatif harus berupaya lebih dalam proses kreasi agar setiap aspek dalam film dapat diperlihatkan.
Para aktor juga harus kembali belajar cara bekerja dengan kamera, apalagi format ini sangat menaruh fokus pada bahasa tubuh serta mikro ekspresi yang dapat mempengaruhi nuansa pada film.
Chief Content Officer Studio Antelope Florence Giovani menuturkan bahwa format vertikal mungkin baru dieksplorasi pada genre film drama. Namun hal ini adalah langkah awal dari eksplorasi kreativitas yang dapat berkembang menjadi lebih besar.
Bukan tidak mungkin, tren format video vertikal akan banyak digunakan oleh sineas lainnya dan dengan genre film yang berbeda-beda pada masa mendatang.
"Format film vertikal seakan menghilangkan jarak antara film dengan audiens sehingga menjadikannya lebih personal. Dengan potensi yang ada, bukan hal yang sulit untuk mengembangkan format ini," ujar Florence.
Selain format 16:9, aspek rasio video 4:3 juga dinilai akan menjadi tren pengambilan gambar film yang akan kembali dari masa kejayaan Hollywood pada tahun 1950-an.
Format ini digunakan oleh Zack Snyder dalam film Justice League dengan alasan bahwa format vertikal lebih cocok untuk menunjukkan karisma superhero. Nah, siapa berminat bikin video vertikal?
Editor: Roni Yunianto
Namun, seiring waktu, berkat kehadiran video dengan rasio 16:9 di media sosial dan aplikasi seperti Snapchat, format ini kini kembali menjadi tren.
Format ini pun kemudian diaplikasikan pada berbagai platform lainnya dari Instagram, TikTok, Facebook hingga Twitter.
Terlebih dengan tren media sosial yang mendominasi cara orang menonton hiburan saat ini. Format video vertikal kini turut mengubah cara audiens dalam menikmati video online.
Menariknya, tren itu ternyata tidak hanya bertahan di media sosial, tetapi juga sudah merambah ke industri film.
Kalau kalian pernah dengar film V2 Escape from Hell yang bergenre drama dengan latar belakang perang Rusia, jangan heran jika film ini menjadi film blockbuster pertama yang seluruhnya dibuat dalam format vertikal.
V2. Escape From Hell (Sumber: IMDb)
Sutradara Timur Bekmambetov seperti dilansir sejumlah media film, memang dikenal sebagai sutradara yang berambisi untuk memelopori video vertikal sebagai format yang layak untuk film layar lebar.
Film V2 Escape from Hell dengan cerita yang mengisahkan tentang seorang pilot Uni Soviet yang tertangkap dan memimpin pelarian dari kamp konsentrasi Jerman dengan membajak satu pesawat itu, dirancang dengan mempertimbangkan audiens yang menggunakan ponsel pintar.
Dalam jangka pendek, video format vertikal mungkin masih sulit dalam menarik perhatian audiens apalagi jaringan bioskop berkomitmen dalam mengadopsi format gambar horizontal.
Apalagi inovasi ini, menurut sebagian pengamat, akan membatasi peluang distribusi film, meskipun di sisi lain, layanan over the top (OTT) seperti Netflix sebenarnya terbuka untuk melakukan eksperimen yang sama.
Di Tanah Air, baru-baru ini Studio Antelope meluncurkan film pendek vertikal resmi pertama di platform TikTok, berjudul "X&Y".
Jason Iskandar, sineas yang biasa membuat video format 16:9 yang juga pendiri Studio Antelope menuturkan bahwa saat ini audiens sudah menjadi lebih terbiasa dengan melihat format video vertikal berkat penggunaan ponsel pintar dan sosial media yang meningkat.
Sejumlah riset bahkan mengatakan bahwa engagement rate dan kesediaan audiens untuk menonton video berformat vertikal kini lebih tinggi daripada video horizontal.
"Untuk rilis di media sosial, format video vertikal dan durasi yang lebih pendek jadi pilihan ideal karena kita tahu attention span pengguna media sosial cenderung lebih pendek," katanya.
Eksplorasi format video ini menjadi kesempatan sekaligus tantangan baru bagi industri film yang sudah lama terbiasa dengan format horizontal.
Cakupan tangkapan kamera yang terbatas membuat sutradara dan tim kreatif harus berupaya lebih dalam proses kreasi agar setiap aspek dalam film dapat diperlihatkan.
Para aktor juga harus kembali belajar cara bekerja dengan kamera, apalagi format ini sangat menaruh fokus pada bahasa tubuh serta mikro ekspresi yang dapat mempengaruhi nuansa pada film.
Chief Content Officer Studio Antelope Florence Giovani menuturkan bahwa format vertikal mungkin baru dieksplorasi pada genre film drama. Namun hal ini adalah langkah awal dari eksplorasi kreativitas yang dapat berkembang menjadi lebih besar.
Bukan tidak mungkin, tren format video vertikal akan banyak digunakan oleh sineas lainnya dan dengan genre film yang berbeda-beda pada masa mendatang.
"Format film vertikal seakan menghilangkan jarak antara film dengan audiens sehingga menjadikannya lebih personal. Dengan potensi yang ada, bukan hal yang sulit untuk mengembangkan format ini," ujar Florence.
Selain format 16:9, aspek rasio video 4:3 juga dinilai akan menjadi tren pengambilan gambar film yang akan kembali dari masa kejayaan Hollywood pada tahun 1950-an.
Format ini digunakan oleh Zack Snyder dalam film Justice League dengan alasan bahwa format vertikal lebih cocok untuk menunjukkan karisma superhero. Nah, siapa berminat bikin video vertikal?
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.