Film The Flame Bagikan Kisah Perjuangan Melindungi Hutan Adat di Kalimantan
30 November 2021 |
15:09 WIB
Isu krisis alam dan perlindungan lingkungan hidup kian sering diutarakan lewat kampanye-kampanye dan berbagai kolaborasi. Salah satunya adalah melalui film dokumenter The Flame (Bara) yang mengangkat kisah tentang perjuangan Iber Djamal dalam mendapatkan hak waris hutan adatnya.
Disutradarai oleh Arfan Sabran dan diproduseri oleh Gita Fara, film dokumenter berdurasi 76 menit ini menghadirkan kisah Iber dalam mempertahankan hutan adat di desa Pilang, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Pada saat yang sama, film ini juga membawakan kisah personal Iber sebagai sosok ayah dan kakek bagi keluarganya di tengah perjuangannya dalam melestarikan budaya Kalimantan.
Melalui kisah dari film ini, diharapkan para penonton bisa mengetahui dan memahami kisah perjuangan dalam melestarikan hutan adat dan sadar akan isu lingkungan hidup di Indonesia yang semakin genting melalui kisah dari Pak Iber.
"Kami ingin memperlihatkan semangat Pak Iber dalam mempertahankan hutan adat walaupun tidak mendapatkan dukungan penuh dari pihak keluarga maupun warga sekitar. The Flame (Bara) mengajak penonton untuk memahami makna penting tentang hutan adat yang memiliki arti sebagai simbol kehidupan, keseimbangan, dan kebijaksanaan," jelasnya dalam konferensi pers, Senin (29/11).
Agar semakin relevan dengan masyarakat umum, yang sebagian besar kini mulai tidak terhubung dengan alam yang selama ini dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu, The Flame (Bara) menggunakan pendekatan personal yang intim melalui kisah perjuangan para penduduk asli Kalimantan dalam upaya melindungi warisan alam dan budaya.
Ini kemudian dibungkus bersamaan dengan fakta-fakta dari sejarah dan investigasi tentang masalah deforestasi Indonesia yang Gita nilai terjadi begitu pesat, sehingga berdampak pada kerugian bagi seluruh wilayah di hutan Kalimantan dan kesehatan masyarakat setempat.
(Baca juga: Sosok Ayah Jadi Inspirasi Sutradara Makbul Mubarak Angkat Film Autobiography)
Kehadiran film ini disambut baik oleh Iber Djamal selaku pemain utama dalam film The Flame, di mana dia mengatakan bahwa film ini bisa membantu perjuangan dirinya dan seluruh warga Kalimantan dalam memperoleh hal waris hutan adat di tempat tinggalnya.
Dia juga menambahkan bahwa melalui film ini, dia berharap semua pihak bisa tahu tujuan penting dalam memperjuangangkan hutan di Indonesia.
Adapun menurut Dian Sastrowardoyo, selaku pendiri Yayasan Dian Sastrowardoyo, film dokumenter ini diharapkan bisa memberikan gambaran nyata tentang masalah deforestasi hutan di Indonesia.
"Sebagai pegiat di bidang pendidikan, saya berharap The Flame (Bara) dapat menjadi pembuka mata hati kita semua untuk mulai bertindak bersama-sama dan menjaga pelestarian lingkungan hidup," ujarnya.
Semua pihak, baik kru, pemain, dan kolaborator dari merek pakaian Sejauh Mata Memandang dan Yayasan Dian Sastrowardoyo berharap bahwa film ini bisa menjadi menumbuhkan semangat inisiatif dalam pelestarian hutan adat di Indonesia.
"Kami berharap pesan ini akan semakin luas dan banyak orang semakin sadar untuk berbuat sesuatu dan aktif melindungi hutan dan masyarakat adat di Indonesia," tutup Chitra Subiyakto, pendiri label Sejauh Mata Memandang.
Saat ini, film The Flame (Bara) telah tayang di sejumlah festival film seperti Vision du Reel Film Festival di Swiss, DMZ Documentary Film Festival di Korea Selatan, dan Bifed, Ecology Film Festival di Turki. Nantinya, film ini juga akan tayang perdana di Jogja NETPAC Asian Film Festival 2021 dan Singapore International Film Festival pada akhir November 2021.
Editor: Avicenna
Disutradarai oleh Arfan Sabran dan diproduseri oleh Gita Fara, film dokumenter berdurasi 76 menit ini menghadirkan kisah Iber dalam mempertahankan hutan adat di desa Pilang, Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Pada saat yang sama, film ini juga membawakan kisah personal Iber sebagai sosok ayah dan kakek bagi keluarganya di tengah perjuangannya dalam melestarikan budaya Kalimantan.
Melalui kisah dari film ini, diharapkan para penonton bisa mengetahui dan memahami kisah perjuangan dalam melestarikan hutan adat dan sadar akan isu lingkungan hidup di Indonesia yang semakin genting melalui kisah dari Pak Iber.
"Kami ingin memperlihatkan semangat Pak Iber dalam mempertahankan hutan adat walaupun tidak mendapatkan dukungan penuh dari pihak keluarga maupun warga sekitar. The Flame (Bara) mengajak penonton untuk memahami makna penting tentang hutan adat yang memiliki arti sebagai simbol kehidupan, keseimbangan, dan kebijaksanaan," jelasnya dalam konferensi pers, Senin (29/11).
Agar semakin relevan dengan masyarakat umum, yang sebagian besar kini mulai tidak terhubung dengan alam yang selama ini dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu, The Flame (Bara) menggunakan pendekatan personal yang intim melalui kisah perjuangan para penduduk asli Kalimantan dalam upaya melindungi warisan alam dan budaya.
Ini kemudian dibungkus bersamaan dengan fakta-fakta dari sejarah dan investigasi tentang masalah deforestasi Indonesia yang Gita nilai terjadi begitu pesat, sehingga berdampak pada kerugian bagi seluruh wilayah di hutan Kalimantan dan kesehatan masyarakat setempat.
(Baca juga: Sosok Ayah Jadi Inspirasi Sutradara Makbul Mubarak Angkat Film Autobiography)
Kehadiran film ini disambut baik oleh Iber Djamal selaku pemain utama dalam film The Flame, di mana dia mengatakan bahwa film ini bisa membantu perjuangan dirinya dan seluruh warga Kalimantan dalam memperoleh hal waris hutan adat di tempat tinggalnya.
Dia juga menambahkan bahwa melalui film ini, dia berharap semua pihak bisa tahu tujuan penting dalam memperjuangangkan hutan di Indonesia.
Adapun menurut Dian Sastrowardoyo, selaku pendiri Yayasan Dian Sastrowardoyo, film dokumenter ini diharapkan bisa memberikan gambaran nyata tentang masalah deforestasi hutan di Indonesia.
"Sebagai pegiat di bidang pendidikan, saya berharap The Flame (Bara) dapat menjadi pembuka mata hati kita semua untuk mulai bertindak bersama-sama dan menjaga pelestarian lingkungan hidup," ujarnya.
Semua pihak, baik kru, pemain, dan kolaborator dari merek pakaian Sejauh Mata Memandang dan Yayasan Dian Sastrowardoyo berharap bahwa film ini bisa menjadi menumbuhkan semangat inisiatif dalam pelestarian hutan adat di Indonesia.
"Kami berharap pesan ini akan semakin luas dan banyak orang semakin sadar untuk berbuat sesuatu dan aktif melindungi hutan dan masyarakat adat di Indonesia," tutup Chitra Subiyakto, pendiri label Sejauh Mata Memandang.
Saat ini, film The Flame (Bara) telah tayang di sejumlah festival film seperti Vision du Reel Film Festival di Swiss, DMZ Documentary Film Festival di Korea Selatan, dan Bifed, Ecology Film Festival di Turki. Nantinya, film ini juga akan tayang perdana di Jogja NETPAC Asian Film Festival 2021 dan Singapore International Film Festival pada akhir November 2021.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.