Ilustrasi (Dok. freepik)

Akses Pengobatan Belum Merata, Angka Kematian Akibat Kanker Paru Tinggi

23 November 2021   |   19:13 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) menemukan bahwa akses pengobatan penyintas kanker paru pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih belum merata. Berdasarkan Laporan Keuangan BPJS 2019, hanya 3 persen dana dari JKN telah dialokasikan untuk pengobatan kanker, termasuk kanker paru.

Padahal, data GLOBOCAN 2020 menyatakan bahwa angka kematian akibat kanker paru di Indonesia meningkat sebesar 18 persen menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus. Angka tersebut membuat kematian akibat kanker paru baik di Indonesia maupun di dunia menempati urutan pertama di antara semua jenis kanker.

Saat ini, JKN hanya menjamin pengobatan personalisasi atau inovatif bagi penyintas kanker paru dengan mutasi EGFR positif. Padahal, hampir 60 persen dari penyintas kanker paru memiliki mutasi EGFR negatif yang memerlukan pengobatan atau terapi yang lain, seperti imunoterapi, dan belum ditanggung JKN.

Anggota Pokja Onkologi Toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Dokter Sita Laksmi Andarini, mengatakan pengobatan imunoterapi berbeda dengan yang lain. 

Sistem kerja dari pengobatan imunoterapi langsung menghambat sinyal negatif yang digunakan kanker untuk mengelabui sistem imun tubuh melawan kanker. Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut.

“Imunoterapi diharapkan dapat menjawab kebutuhan penyintas dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker paru,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (23/11/2021).

(Baca juga: Kenali Risiko dan Gejala Limfoma, Kanker yang Menyerang Ari Lasso)

Selain itu, Dokter Sita juga menuturkan seringkali kanker paru hanya dikaitkan dengan perilaku merokok, sehingga ada anggapan bahwa upaya peningkatan akses pengobatan (kuratif) kanker paru belum memiliki urgensi seperti upaya promotif dan preventif.

Padahal,  ditemukan sebuah karakteristik unik di daerah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, bahwa jumlah non-perokok dan perempuan yang didiagnosis dengan kanker paru lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain di dunia (EIU, 2020).

“Kita tidak dapat mengesampingkan pentingnya meningkatkan akses ke pengobatan yang paling direkomendasikan untuk setiap jenis kanker paru,” imbuhnya.

Oleh karena itu, IPKP dan Cancer Information and Support Center (CISC) merekomendasikan tiga poin penting agar penanganan kanker paru di Indonesia menjadi lebih baik lagi ke depannya.

1. Para penyintas kanker paru berharap agar kanker yang paling mematikan ini menjadi prioritas nasional. Sebab, kesehatan adalah hak asasi manusia dan penyintas kanker paru berhak mendapatkan pengobatan yang paling sesuai tipe kanker paru yang dialami penyintas.

Di samping itu, dibutuhkan juga peningkatan SDM khususnya di layanan primer terkait protokol deteksi dini dan membuka akses penyintas terhadap skrining tumor pada paru. Selain itu, penting untuk menggencarkan edukasi yang berkesinambungan tentang gejala dan pengendalian faktor risiko.

2. Akses penyintas kanker paru terhadap pengobatan yang berkualitas dan bekerja sesuai tipe kanker paru, seperti Imunoterapi untuk kanker paru dengan mutasi EGFR negatif, perlu ditingkatkan agar penyintas mendapatkan hak melalui JKN secara penuh sesuai pedoman klinis penatalaksanaan kanker paru.

3. Saat ini masih dibutuhkan gerakan nasional yang kolektif dan kolaboratif oleh seluruh kelompok kepentingan untuk penanggulangan kanker paru di Indonesia.


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Motor Tua Butuh Oli Mesin yang Lebih Kental, Ini Alasannya

BERIKUTNYA

Begini Cara Tick, Tick...Boom! Buat Adegan Sunday Bertabur Bintang Broadway

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: