Kisah Cinta Kesatria Jawa & Puteri Bali, Perpaduan Apik Sendratari Sinematografi
20 November 2021 |
10:32 WIB
Sumarah Kahuripan, kisah Cinta Kesatria Jawa dan Puteri Bali menjadi pembuka Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2021, Jumat (19/11/2021). Sendratari berjudul Napas Jiwa karya produser teater Atilah Soeryadjaya dan sutradara Jay Subyakto ini tampil apik dengan sinematografi yang membuat kita terhanyut ke dalam ceritanya.
Berlatar Candi Barong merupakan salah satu candi Hindu yang berada di atas bukit Batur Agung dengan ketinggian sekitar 199,27 meter di atas permukaan laut, sendratari ini diawali dengan tembang diiringi perpaduan musik Jawa-Bali yang berisi nasihat bagi para generasi penerus Bangsa.
“Dalam situasi apapun kita jangan menyerah, berjuanglah hai pemuda. Hai pemuda, cintailah bumi pertiwi nan subur wariskan untuk generasi penerus,” bunyi lantunan tembang berbahasa Jawa itu.
Atilah mengatakan karya ini dibuat berdasarkan siklus kehidupan, yakni ada kelahiran, kehidupan, dan kematian. Ada juga percintaan, sandang, pangan, papan yang membaur di dalamnya.
“Karya ini saya bikin untuk bagaimana anak-anak muda itu mencintai budayanya, dan juga bahwa tradisi itu keren. Tradisi dan sejarah bisa dijadikan pertunjukkan kekinian,” ujar Atilah.
Jay Subyakto menerangkan Kisah Cinta Ksatria Jawa dan Puteri Bali juga berisi ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan.Semua digarapnya secara vernakular dengan tarian dan koreografer Indonesia, serta lokasi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang.
“Ini bisa sebagai pengetahuan yang terus menerus ketika dipasang 10 tahun lagi, saya kira masih relevan karena ini tentang sebelum kita hidup, ketika ada cinta, ketika kita lahir, ketika kita hidup, sampai adanya kematian. Kematian dulu justru dirayakan sama dengan kelahiran,” jelasnya.
Dia berharap karya ini bisa menjadi motivasi bagi generasi penerus yang ingin menjadi sutradara, koreografer, penata artistik, maupun profesi lainnya yang terlibat dalam pertunjukan panggung maupun visual atau sinematografi agar selalu mengacu kepada kebudayaanan dan adat istiadat.
Jay menyebut karya visualisasi sinematografi karena terdesak pandemi ini jauh lebih bagus karena bisa informasi yang disajikan jauh lebih jelas dengan gambar yang detail dan menarik, jauh berbeda jika ditampilkan di atas panggung.
Selain itu, menurutnya yang menarik dari karya ini adalah Atila yang sangat berakar pada kebudayaan Jawa Tengah, mampu membalutnya lebih kekinian. “Banyak unsur lain dimasukkan dalam karya ini. Kita menampilkan keberagaman dan tetap mengacu kepada tradisi,” sebut Jay.
Penari yang terlibat dalam Napas Jiwa, Ketut Rina mengaku karya ini memberikan pengalaman yang sangat baru terhadap dirinya. “Bagaimana aranya memadukan unsur Bali sama unsur Jawa supaya bisa sejalan, bisa senapas,” tuturnya.
Editor Fajar Sidik
Berlatar Candi Barong merupakan salah satu candi Hindu yang berada di atas bukit Batur Agung dengan ketinggian sekitar 199,27 meter di atas permukaan laut, sendratari ini diawali dengan tembang diiringi perpaduan musik Jawa-Bali yang berisi nasihat bagi para generasi penerus Bangsa.
“Dalam situasi apapun kita jangan menyerah, berjuanglah hai pemuda. Hai pemuda, cintailah bumi pertiwi nan subur wariskan untuk generasi penerus,” bunyi lantunan tembang berbahasa Jawa itu.
Atilah mengatakan karya ini dibuat berdasarkan siklus kehidupan, yakni ada kelahiran, kehidupan, dan kematian. Ada juga percintaan, sandang, pangan, papan yang membaur di dalamnya.
“Karya ini saya bikin untuk bagaimana anak-anak muda itu mencintai budayanya, dan juga bahwa tradisi itu keren. Tradisi dan sejarah bisa dijadikan pertunjukkan kekinian,” ujar Atilah.
Jay Subyakto menerangkan Kisah Cinta Ksatria Jawa dan Puteri Bali juga berisi ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan.Semua digarapnya secara vernakular dengan tarian dan koreografer Indonesia, serta lokasi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang.
“Ini bisa sebagai pengetahuan yang terus menerus ketika dipasang 10 tahun lagi, saya kira masih relevan karena ini tentang sebelum kita hidup, ketika ada cinta, ketika kita lahir, ketika kita hidup, sampai adanya kematian. Kematian dulu justru dirayakan sama dengan kelahiran,” jelasnya.
Dia berharap karya ini bisa menjadi motivasi bagi generasi penerus yang ingin menjadi sutradara, koreografer, penata artistik, maupun profesi lainnya yang terlibat dalam pertunjukan panggung maupun visual atau sinematografi agar selalu mengacu kepada kebudayaanan dan adat istiadat.
Jay menyebut karya visualisasi sinematografi karena terdesak pandemi ini jauh lebih bagus karena bisa informasi yang disajikan jauh lebih jelas dengan gambar yang detail dan menarik, jauh berbeda jika ditampilkan di atas panggung.
Selain itu, menurutnya yang menarik dari karya ini adalah Atila yang sangat berakar pada kebudayaan Jawa Tengah, mampu membalutnya lebih kekinian. “Banyak unsur lain dimasukkan dalam karya ini. Kita menampilkan keberagaman dan tetap mengacu kepada tradisi,” sebut Jay.
Penari yang terlibat dalam Napas Jiwa, Ketut Rina mengaku karya ini memberikan pengalaman yang sangat baru terhadap dirinya. “Bagaimana aranya memadukan unsur Bali sama unsur Jawa supaya bisa sejalan, bisa senapas,” tuturnya.
Editor Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.