Ibu yang Melahirkan Bayi Prematur Berisiko Depresi
17 November 2021 |
22:06 WIB
Kelahiran prematur bukan hanya berisiko terhadap bayi namun juga ibu yang melahirkan. Untuk itu, penting untuk mengenali risiko dari kelahiran kurang dari 34 minggu ini. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Fetomaternal Rima Irwinda, menjelaskan bahwa setelah melahirkan prematur, ibu cenderung lebih cemas dan depresi setelah persalinan.
“Ibu kemungkinan stres, merasa bersalah kenapa melahirkan preterm (prematur) dan stres bayi masih di NICU, gunakan alat bantu, belum bisa ketemu langsung bayi untuk menyusui, itu bisa menyebabkan gangguan psikologis, akhirnya saat ketemu bayi dia tidak mau menyusui,” tutur Rima dalam Bicara Gizi bertajuk ‘Tantangan dan Penanganan Kesehatan bagi Ibu dan Anak Kelahiran Prematur’ yang digelar Danone Nutrition Indonesia, Rabu (17/11/2021).
Pada kondisi ini, keluarga sangat berperan untuk memberi dukungan psikologis pada pasien, namun apabila gangguannya cukup berat bisa meminta bantuan psikolog.
Sementara itu, dalam jangka panjang ada faktor risiko kematian di kemudian hari pada ibu yang melahirkan prematur. Rima menjelaskan berdasarkan penelitian, risiko kelainan kardiovaskular semakin besar.
“Jadi meninggalnya karena penyakit kardiovaskular,” imbuhnya.
Kematian ini juga bisa dipicu meningkatkan risiko terkena diabetes dan kanker pada ibu yang mengalami kelahiran prematur.
Lebih lanjut Rima menjelaskan ada sejumlah penyebab kelahiran prematur. Pada umumnya, kondisi ini disebabkan infeksi, pendarahan atau kelainan vaskular, stres secara fisik dan pikiran, rahim atau uterus sangat distensi karena kelahiran multiple maupun cairan ketuban terlalu banyak karena ibu memiliki diabetes melitus.
Namun kata Rima, penyebab kelahiran prematur juga bisa disebabkan penurunan aksi hormon progesteron, kelainan serviks, adanya toleransi maternal dan janin yang tidak baik, hingga tidak diketahui penyebabnya.
“Dari semua ini, hasil akhirnya adalah peningkatan zat-zat peradangan atau inflamasi. Inflamasi inilah yang menyebabkan aktivasi hormon yang dibutuhkan untuk persalinan,” jelas Rima.
Di sisi lain, dia menjelaskan ada sejumlah faktor risiko seorang wanita bisa melahirkan prematur. Ada yang bisa dimodifikasi dan ada yang tidak.
Faktor risiko kelahiran prematur yang dapat dimodifikasi atau dicegah yakni menghindari penyalahgunaan obat, alkohol, merokok maupun asap rokok. Kemudian, jarak kehamilan terlalu singkat seperti kurang dari 18 bulan, anemia, infeksi saluran kemih, infeksi genital, penyakit periodontal, kurangnya nutrisi, stres, dan pemeriksaan kehamilan yang tidak ade kuat.
Sedangkan risiko yang tidak bisa dimodifikasi yakni adanya riwayat kelahiran prematur pada kehamilan sebelumnya maupun riwayat orang tua sang ibu. Lalu, ras, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun, status sosial rendah, kelainan uterus atau serviks, dan cairan ketuban lebih maupun kehamilan multipel.
Editor Fajar Sidik
“Ibu kemungkinan stres, merasa bersalah kenapa melahirkan preterm (prematur) dan stres bayi masih di NICU, gunakan alat bantu, belum bisa ketemu langsung bayi untuk menyusui, itu bisa menyebabkan gangguan psikologis, akhirnya saat ketemu bayi dia tidak mau menyusui,” tutur Rima dalam Bicara Gizi bertajuk ‘Tantangan dan Penanganan Kesehatan bagi Ibu dan Anak Kelahiran Prematur’ yang digelar Danone Nutrition Indonesia, Rabu (17/11/2021).
Pada kondisi ini, keluarga sangat berperan untuk memberi dukungan psikologis pada pasien, namun apabila gangguannya cukup berat bisa meminta bantuan psikolog.
Sementara itu, dalam jangka panjang ada faktor risiko kematian di kemudian hari pada ibu yang melahirkan prematur. Rima menjelaskan berdasarkan penelitian, risiko kelainan kardiovaskular semakin besar.
“Jadi meninggalnya karena penyakit kardiovaskular,” imbuhnya.
Kematian ini juga bisa dipicu meningkatkan risiko terkena diabetes dan kanker pada ibu yang mengalami kelahiran prematur.
Lebih lanjut Rima menjelaskan ada sejumlah penyebab kelahiran prematur. Pada umumnya, kondisi ini disebabkan infeksi, pendarahan atau kelainan vaskular, stres secara fisik dan pikiran, rahim atau uterus sangat distensi karena kelahiran multiple maupun cairan ketuban terlalu banyak karena ibu memiliki diabetes melitus.
Namun kata Rima, penyebab kelahiran prematur juga bisa disebabkan penurunan aksi hormon progesteron, kelainan serviks, adanya toleransi maternal dan janin yang tidak baik, hingga tidak diketahui penyebabnya.
“Dari semua ini, hasil akhirnya adalah peningkatan zat-zat peradangan atau inflamasi. Inflamasi inilah yang menyebabkan aktivasi hormon yang dibutuhkan untuk persalinan,” jelas Rima.
Di sisi lain, dia menjelaskan ada sejumlah faktor risiko seorang wanita bisa melahirkan prematur. Ada yang bisa dimodifikasi dan ada yang tidak.
Faktor risiko kelahiran prematur yang dapat dimodifikasi atau dicegah yakni menghindari penyalahgunaan obat, alkohol, merokok maupun asap rokok. Kemudian, jarak kehamilan terlalu singkat seperti kurang dari 18 bulan, anemia, infeksi saluran kemih, infeksi genital, penyakit periodontal, kurangnya nutrisi, stres, dan pemeriksaan kehamilan yang tidak ade kuat.
Sedangkan risiko yang tidak bisa dimodifikasi yakni adanya riwayat kelahiran prematur pada kehamilan sebelumnya maupun riwayat orang tua sang ibu. Lalu, ras, usia ibu kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun, status sosial rendah, kelainan uterus atau serviks, dan cairan ketuban lebih maupun kehamilan multipel.
Editor Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.