Studi Baru : Pasien Kanker Harus Disuntik Vaksin Covid-19 Berbasis mRNA
11 November 2021 |
22:01 WIB
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Clinical Oncology memastikan vaksin Covid-19 aman dan imunogenik atau menghasilkan respon kekebalan tubuh pada pasien kanker. Namun vaksin yang dipakai adalah vaksin berbasis mRNA.
Beranjak dari terbatas data tentang keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19 pada orang dengan kanker aktif, Profesor dari Harvard Medical School Justin Gainor dan rekan-rekannya lantas melakukan penelitan ini.
Gainor yang juga direktur dari Center for Thoracic Cancers di Massachusetts General Hospital menjelaskan studi ini melibatkan 1.001 pasien dengan beragam keganasan organ padat dan hematologi yang dirawat di Mass General Cancer Center. Para peserta studi ini sebelumnya telah menerima dua dosis vaksin Moderna, Pfizer atau satu dosis vaksin Johnson & Johnson. Sebanyak 32 peserta juga sudah menerima dosis booster vaksin.
Para peneliti mengukur konsentrasi antibodi peserta terhadap SARS-CoV-2 dan titer netralisasi, yang menunjukkan seberapa baik antibodi memblokir virus memasuki sel. “Titer antibodi dan titer netralisasi adalah ukuran proksi yang berkorelasi dengan perlindungan terhadap infeksi Covid-19,” jelas Gainor.
Para peneliti menemukan bahwa jenis vaksin yang diterima peserta merupakan faktor utama dalam menginduksi respon imun. Pasien yang menerima vaksin J&J memiliki respons imun yang jauh lebih rendah daripada peserta yang menerima vaksin mRNA seperti Pfizer dan Moderna.
Namun, secara kolektif, respons pasien kanker terhadap ketiga vaksin tersebut sedikit terganggu dibandingkan dengan orang sehat, tetapi sebagian besar pasien memiliki respons yang mungkin cukup untuk melindungi terhadap penyakit parah apabila terinfeksi.
"Data kami menunjukkan bahwa pasien dengan kanker harus menerima vaksin mRNA. Selain itu, pasien yang menerima vaksin J&J harus dipertimbangkan untuk dosis vaksin tambahan," tegas Gainor.
Dia juga menerangkan dosis booster vaksin dalam kelompok kecil peserta, aman dan dapat ditoleransi dengan baik serta menginduksi respons imun yang lebih tinggi.
Lebih lanjut dia menjabarkan bahwa peserta yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya juga memiliki respons imun yang lebih tinggi terhadap vaksin, sedangkan peningkatan usia memprediksi respons imun yang lebih rendah. Kekebalan yang disebabkan oleh semua vaksin pun menurun seiring waktu.
Gainor dan timnya juga mencatat pengobatan kanker memiliki efek yang lebih kecil pada respon imun daripada jenis vaksin yang diterima peserta. Pasien yang menerima kemoterapi, transplantasi sumsum tulang, atau kortikosteroid memiliki respons imun yang lebih rendah tetapi sebagian besar diprediksi masih bersifat protektif.
Individu yang menerima perawatan dengan blokade pos pemeriksaan kekebalan cenderung memiliki respons kekebalan yang lebih baik. "Efek samping vaksin yang dialami oleh pasien kanker mirip dengan yang dialami oleh kontrol sehat dan umumnya ringan atau sedang," tambah Vivek Naranbhai, rekan Gainor.
Dia menuturkan peserta yang melaporkan efek samping yang lebih buruk memiliki respons kekebalan yang sedikit lebih baik dan pasien yang pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya juga memiliki reaksi yang lebih signifikan terhadap vaksin.
Naranbhai menyebut para peneliti kan mengeksplorasi lebih dalam tentang bagaimana pendekatan yang berbeda terhadap pengobatan kanker memengaruhi respons imun, Mereka juga ingin tahu bagaimana vaksin dapat menghasilkan respons terhadap varian baru Covid-19 yang potensial pada pasien dengan kanker.
Editor: Indyah Sutriningrum
Beranjak dari terbatas data tentang keamanan dan kemanjuran vaksin Covid-19 pada orang dengan kanker aktif, Profesor dari Harvard Medical School Justin Gainor dan rekan-rekannya lantas melakukan penelitan ini.
Gainor yang juga direktur dari Center for Thoracic Cancers di Massachusetts General Hospital menjelaskan studi ini melibatkan 1.001 pasien dengan beragam keganasan organ padat dan hematologi yang dirawat di Mass General Cancer Center. Para peserta studi ini sebelumnya telah menerima dua dosis vaksin Moderna, Pfizer atau satu dosis vaksin Johnson & Johnson. Sebanyak 32 peserta juga sudah menerima dosis booster vaksin.
Para peneliti mengukur konsentrasi antibodi peserta terhadap SARS-CoV-2 dan titer netralisasi, yang menunjukkan seberapa baik antibodi memblokir virus memasuki sel. “Titer antibodi dan titer netralisasi adalah ukuran proksi yang berkorelasi dengan perlindungan terhadap infeksi Covid-19,” jelas Gainor.
Para peneliti menemukan bahwa jenis vaksin yang diterima peserta merupakan faktor utama dalam menginduksi respon imun. Pasien yang menerima vaksin J&J memiliki respons imun yang jauh lebih rendah daripada peserta yang menerima vaksin mRNA seperti Pfizer dan Moderna.
Namun, secara kolektif, respons pasien kanker terhadap ketiga vaksin tersebut sedikit terganggu dibandingkan dengan orang sehat, tetapi sebagian besar pasien memiliki respons yang mungkin cukup untuk melindungi terhadap penyakit parah apabila terinfeksi.
"Data kami menunjukkan bahwa pasien dengan kanker harus menerima vaksin mRNA. Selain itu, pasien yang menerima vaksin J&J harus dipertimbangkan untuk dosis vaksin tambahan," tegas Gainor.
Dia juga menerangkan dosis booster vaksin dalam kelompok kecil peserta, aman dan dapat ditoleransi dengan baik serta menginduksi respons imun yang lebih tinggi.
Lebih lanjut dia menjabarkan bahwa peserta yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya juga memiliki respons imun yang lebih tinggi terhadap vaksin, sedangkan peningkatan usia memprediksi respons imun yang lebih rendah. Kekebalan yang disebabkan oleh semua vaksin pun menurun seiring waktu.
Gainor dan timnya juga mencatat pengobatan kanker memiliki efek yang lebih kecil pada respon imun daripada jenis vaksin yang diterima peserta. Pasien yang menerima kemoterapi, transplantasi sumsum tulang, atau kortikosteroid memiliki respons imun yang lebih rendah tetapi sebagian besar diprediksi masih bersifat protektif.
Individu yang menerima perawatan dengan blokade pos pemeriksaan kekebalan cenderung memiliki respons kekebalan yang lebih baik. "Efek samping vaksin yang dialami oleh pasien kanker mirip dengan yang dialami oleh kontrol sehat dan umumnya ringan atau sedang," tambah Vivek Naranbhai, rekan Gainor.
Dia menuturkan peserta yang melaporkan efek samping yang lebih buruk memiliki respons kekebalan yang sedikit lebih baik dan pasien yang pernah terinfeksi Covid-19 sebelumnya juga memiliki reaksi yang lebih signifikan terhadap vaksin.
Naranbhai menyebut para peneliti kan mengeksplorasi lebih dalam tentang bagaimana pendekatan yang berbeda terhadap pengobatan kanker memengaruhi respons imun, Mereka juga ingin tahu bagaimana vaksin dapat menghasilkan respons terhadap varian baru Covid-19 yang potensial pada pasien dengan kanker.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.