Ini Alasan Vaksin Covid-19 Dosis Ketiga Diperlukan
27 August 2021 |
20:00 WIB
Rencana dosis ketiga vaksin Covid-19 untuk masyarakat umum muncul saat rapat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dengan Komisi IX DPR pada Rabu (25/8/2021). Budi menyatakan keran booster akan dibuka pada awal tahun depan setelah target vaksinasi nasional tuntas.
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubaidi Djoerban mengatakan setuju jika booster diberikan pada 2022 mendatang, namun tidak pada tahun ini, sebab masih banyak masyarakat yang belum menerima vaksinasi.
Sejauh ini menurutnya pencapaian vaksinasi baru terlihat di Pulau Jawa, termasuk DKI Jakarta. Di luar itu, cakupan vaksinasi masih di bawah 15%, itu pun baru dosis pertama. “Diurusi dulu rakyat yang banyak ini untuk divaksinasi pertama dan kedua. Seteah itu vaksinasi ketiga, setuju saja karena memberi perlindungan kepada rakyat,” ujarnya, Jumat (27/8/2021).
Menurutnya, dari beberapa laporan penelitian, booster vaksin Covid-19 memang efektif meningkatkan perlindungan. Adapun mengutip Forbes, berdasarkan penelitian yang dilakukan Maccabi, salah satu dari empat penyedia layanan kesehatan terkemuka di Israel, dosis ketiga vaksin Pfizer-BioNTech, 86?ektif dalam mencegah infeksi pada mereka yang berusia 60 tahun ke atas.
Kendati demikian, Zubairi mengingatkan bahwa vaksinasi tidak melindungi 100?ri Covid-19, namun memang bisa menurunkan gejala keparahan dan meminimalisir angka kematian jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi.
Sementara itu, jika mengacu imbauan WHO berdasarkan asas keadilan, memang dosis vaksin ketiga sebaiknya ditunda agar negara lain yang angka vaksinasinya masih sangat rendah bisa mendapatkan jatah.
“Saat ini di dunia yang penduduknya banyak, yang suntikan vaksin pertama saja belum semua, (dosis) kedua lebih banyak lagi, yang ketiga mbok ya nunggu dulu,” saran Zubairi.
Kandidat PhD di Medical Science Kobe University dr. Adam Prabata menuturkan aturan di pemerintah saat ini menyatakan booster vaksin Covid-19 hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang di fasilitas kesehatan. Sementara itu, mayoritas penduduk Indonesia termasuk lansia yakni sekitar 83.62 persen belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Oleh karena itu, dia berpendapat lebih baik memenuhi target vaksinasi dosis satu dan dua terlebih dahulu, baru booster bisa dilakukan.
Bukan hanya Indonesia, sejumlah negara seperti Amerika Serikat sudah mengambil ancang-ancang melakukan suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19 pada rakyatnya. Namun langkah itu dikritisi para ahli kesehatan.
Ahli Penyakit Menular dan Kepala Kelompok Penelitian Vaksin dari Mayo Clinic Dr. Gregory Poland meminta masyarakat tidak tergesa-gesa untuk mendapatkan booster vaksin Covid-19. Sebab hingga saat ini belum banyak data tentang dosis vaksin ketiga.
Co-Chair Mayo Clinic Dr. Melanie Swift setuju dengan pendapat tersebut. Dia khawatir booster bisa meningkatkan efek samping dan lebih berisiko menimbulkan reaksi yang merugikan. "Kami harus benar-benar mempelajarinya atau mengikuti populasi untuk mencari tahu," sebutnya.
Sementara itu, pasokan vaksin juga masih terbatas. Apalagi beberapa bulan ke depan AS masih harus memberikan dosis vaksin untuk anak-anak.
"Kami tidak ingin orang-orang pergi keluar dan divaksinasi hingga mengambil pasokan yang tersedia," kata Dr. Swift.
Dia menambahkan jika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang sehat setelah menerima vaksin dosis kedua, setidaknya mereka menunggu sekitar 8 bulan untuk mendapatkan booster.
Editor: Fajar Sidik
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubaidi Djoerban mengatakan setuju jika booster diberikan pada 2022 mendatang, namun tidak pada tahun ini, sebab masih banyak masyarakat yang belum menerima vaksinasi.
Sejauh ini menurutnya pencapaian vaksinasi baru terlihat di Pulau Jawa, termasuk DKI Jakarta. Di luar itu, cakupan vaksinasi masih di bawah 15%, itu pun baru dosis pertama. “Diurusi dulu rakyat yang banyak ini untuk divaksinasi pertama dan kedua. Seteah itu vaksinasi ketiga, setuju saja karena memberi perlindungan kepada rakyat,” ujarnya, Jumat (27/8/2021).
Menurutnya, dari beberapa laporan penelitian, booster vaksin Covid-19 memang efektif meningkatkan perlindungan. Adapun mengutip Forbes, berdasarkan penelitian yang dilakukan Maccabi, salah satu dari empat penyedia layanan kesehatan terkemuka di Israel, dosis ketiga vaksin Pfizer-BioNTech, 86?ektif dalam mencegah infeksi pada mereka yang berusia 60 tahun ke atas.
Kendati demikian, Zubairi mengingatkan bahwa vaksinasi tidak melindungi 100?ri Covid-19, namun memang bisa menurunkan gejala keparahan dan meminimalisir angka kematian jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi.
Sementara itu, jika mengacu imbauan WHO berdasarkan asas keadilan, memang dosis vaksin ketiga sebaiknya ditunda agar negara lain yang angka vaksinasinya masih sangat rendah bisa mendapatkan jatah.
“Saat ini di dunia yang penduduknya banyak, yang suntikan vaksin pertama saja belum semua, (dosis) kedua lebih banyak lagi, yang ketiga mbok ya nunggu dulu,” saran Zubairi.
Kandidat PhD di Medical Science Kobe University dr. Adam Prabata menuturkan aturan di pemerintah saat ini menyatakan booster vaksin Covid-19 hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang di fasilitas kesehatan. Sementara itu, mayoritas penduduk Indonesia termasuk lansia yakni sekitar 83.62 persen belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Oleh karena itu, dia berpendapat lebih baik memenuhi target vaksinasi dosis satu dan dua terlebih dahulu, baru booster bisa dilakukan.
Bukan hanya Indonesia, sejumlah negara seperti Amerika Serikat sudah mengambil ancang-ancang melakukan suntikan dosis ketiga vaksin Covid-19 pada rakyatnya. Namun langkah itu dikritisi para ahli kesehatan.
Ahli Penyakit Menular dan Kepala Kelompok Penelitian Vaksin dari Mayo Clinic Dr. Gregory Poland meminta masyarakat tidak tergesa-gesa untuk mendapatkan booster vaksin Covid-19. Sebab hingga saat ini belum banyak data tentang dosis vaksin ketiga.
Co-Chair Mayo Clinic Dr. Melanie Swift setuju dengan pendapat tersebut. Dia khawatir booster bisa meningkatkan efek samping dan lebih berisiko menimbulkan reaksi yang merugikan. "Kami harus benar-benar mempelajarinya atau mengikuti populasi untuk mencari tahu," sebutnya.
Sementara itu, pasokan vaksin juga masih terbatas. Apalagi beberapa bulan ke depan AS masih harus memberikan dosis vaksin untuk anak-anak.
"Kami tidak ingin orang-orang pergi keluar dan divaksinasi hingga mengambil pasokan yang tersedia," kata Dr. Swift.
Dia menambahkan jika seseorang memiliki sistem kekebalan tubuh yang sehat setelah menerima vaksin dosis kedua, setidaknya mereka menunggu sekitar 8 bulan untuk mendapatkan booster.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.