Perancang Ghea Panggabean. (Dok. Bisnis/Himawan L. Nugraha)

Perajin Wastra Nusantara Harus Perhatikan Ini untuk Menembus Ekspor

29 October 2021   |   19:37 WIB
Image
Nirmala Aninda Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Di banyak negara, aplikasi budaya pada produk kontemporer menjadi upaya efektif yang mereka lakukan untuk memperkenalkan karya kesenian tradisional. Fesyen menjadi media yang banyak digunakan misalnya lewat kolaborasi antara perancang dengan perajin.

Sayangnya, akses untuk kolaborasi di Indonesia belum terbuka lebar. Upaya ini memang sudah banyak dilakukan oleh sejumlah organisasi dan komunitas mode, merangkul label dan nama besar dengan perajin di daerah.

Untuk perajin yang belum memiliki akses kolaborasi, mereka tetap bisa berkarya dan memasarkan karyanya tidak hanya di pasar domestik namun juga internasional.

Ghea Panggabean, perancang dan pendiri Ghea Fashion Studio, mengatakan saat ini tantangan terbesar yang dialami oleh perajin kain tradisional untu masuk ke ranah internasional adalah pemahaman pasar.

Lewat pengalamannya berkarya di dunia mode selama 40 tahun, dia menggarisbawahi, sebelum melakukan pemasaran kain tradisional Indonesia ke pasar internasional tentunya harus melewati riset tren tentang apa yang diminati oleh konsumen asing.

“Penggunaan motif dan warna pada kain itu sangat sensitif. Misanya di Italia, mereka senang dengan gaya etnik, tapi di Belanda mereka lebih suka gaya yang clean dan modern. Sementara di Amerika, preferensinya lebih fleksibel,” kata Ghea pada Dialog Seni Kamoro Art Exhibition & Sale 2021, Jumat (29/10).

Menurutnya, kain-kain tradisional Indonesia dengan motif etnik dan warna natural atau earth tone sangat digemari di Italia dan Amerika. 

Sementara warna-warna kain yang lebih cerah dan didominasi warna biru biasanya lebih digemari di negara-negara utara seperti Jerman, Belanda dan Denmark.

Pemahaman pasar ini tujuannya adalah untuk menjamin produksi berkelanjutan, karena untuk melestarikan budaya lewat mode tidak bisa dilakukan hanya satu kali dan secara spontan.

“Saya lihat sendiri kemajuan perajin Indonesia beberapa tahun belakangan ketika melihat karya mereka di pameran internasional, sedikit banyak sudah memahami tren dan selera pasar internasional. Penyesuaian ini juga mendorong peningkatan penjualan,” ujarnya.

Ghea, yang dikenal sebagai Ratu Jumputan pada tahun 1980-an, menambahkan akan sangat efektif jika industri mode Indonesia dapat membantu pemasaran wastra nusantara di pasar internasional jika kita terlebih dahulu memahami kebutuhan pasar.

Selain kolaborasi, perajin di daerah dapat terhubung dengan pasar yang lebih luas lewat pembinaan dan pengarahan yang bersinergi dengan pemerintah dan stakeholder terkait.

Sebagai perancang, Ghea secara konsisten menunjukkan pesona wastra Nusantara lewat beberapa desainnya seperti kain jumputan dari Sumatra Selatan, tenun Sumba, hingga kain gringsing Bali.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Korea Kampanyekan Muslim Friendly lewat Festival Ini

BERIKUTNYA

Membangun Semangat Pelestarian Budaya Suku Kamoro

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: