Ilustrasi pertandingan sepak bola(Unsplash/Gyovannazeredo)

Tanpa Penonton, Nilai Ekonomi Kompetisi Sepak Bola Tetap Besar

29 October 2021   |   08:28 WIB
Image
Rezha Hadyan Hypeabis.id

Bicara soal kompetisi sepak bola profesional tentu saja tak hanya bicara soal rangkaian pertandingan yang melibatkan sejumlah tim. Lebih dari itu, kompetisi sepak bola juga berkaitan dengan perekonomian di suatu negara, mengingat banyak orang yang menggantungkan hidupnya.

Menurut Kepala Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Mohamad D. Revindo, kompetisi sepak bola saat ini sudah dianggap sebagai sebuah industri jasa hiburan atau tontonan.

Adapun, produk akhir yang dihasilkan adalah acara tontonan di stadion dan acara siaran pertandingan di layar kaca, baik yang berbasis televisi maupun berbasis internet.

Untuk produk akhir berupa hiburan tontonan stadion, perputaran uangnya ada di industri sewa stadion, pembelian tiket, transportasi, dan biaya makan minum penonton, serta kostum dan pernak-pernik.

"Pada masa sebelum pandemi, untuk nilai ekonomi tontonan stadion ini saya memperkirakan total nilai ekonominya tidak terlalu besar, yaitu Rp300 miliar satu musim kompetisi untuk liga utama saja, belum termasuk liga level yang lebih rendah," katanya kepada Hypeabis belum lama ini.

(Baca juga: Minat Sponsor Liga Sepak Bola Indonesia Tinggi)

Sementara untuk produk akhir yang berupa hiburan tontonan televisi, perputaran uangnya ada di industri penyiaran, periklanan dan teknologi informasi. Baik iklan untuk penyelenggara kompetisi, iklan pada stasiun televisi dan sponsor klub, nilainya total mencapai Rp 750 miliar sebelum pandemi.

Oleh karena itu, kembali bergulirnya kompetisi sepak bola profesional di tengah pandemi Covid-19 tanpa penonton tetap memberikan dampak cukup besar terhadap ekonomi suatu negara. Sebagai catatan, belum lama ini kompetisi Liga 1 dan Liga 2 kembali bergulir tanpa keberadaan penonton. 

"Jadi sebenarnya dari sisi nilai ekonomi, sepak bola sebagai hiburan layar kaca jauh lebih besar daripada tontonan di stadion. Dengan demikian, belum diperbolehkannya penonton pada BRI Liga 1 2021-2022 tidak harus membuat kompetisi ini tidak menarik secara ekonomi,"

Di sisi lain,  dengan adanya pandemi Covid-19 yang menghambat mobilitas fisik manusia akhirnya membuat orang banyak mengandalkan hiburan layar kaca. Tidak heran jika menurut lembaga eMarketer pengeluaran iklan di seluruh dunia tidak terlalu terpengaruh selama pandemi meskipun sebagian dunia usaha lesu.

Revindo menjelaskan berputarnya kembali Liga seharusnya dapat menggerakkan kembali berbagai sektor perekonomian yang terkait, dan belum diperbolehkannya penonton tidak menjadi hambatan jika sepak bola sebagai tontonan layar kaya dikemas dengan baik dan menarik. 

"Sebelum pandemi, nilai iklan dan sponsor tayangan sepak bola Liga Indonesia baru bernilai sepertiga dari Liga Inggris. Pada 2019 lalu harga hak siar tiap pertandingan Liga Indonesia berkisar Rp 42 juta, sedangkan untuk Liga Inggris berkisar Rp 130 juta menurut panditfootball.com," paparnya.

Artinya, jika dikelola secara profesional dan menarik, nilai siaran langsung pertandingan liga nasional setidaknya masih dapat meningkat tiga kali lipat dan mampu menutupi kehilangan perputaran uang dari penonton stadion.

Pada saat pandemi, antusiasme masyarakat untuk menonton liga sepak bola nasional pun cukup tinggi. Salah satunya adalah karena liga sempat cukup lama terhenti.

"Hal ini semakin menegaskan bahwa sepak bola nasional tetap menarik sebagai tontonan layar kaca karena fanatisme masyarakat yang tiggi terhadap tim kesayangannya," tegasnya. 


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Antusiasme Tinggi, Masyarakat Borong Karya Ukiran di Ajang Kamoro Art Exhibition & Sale 2021

BERIKUTNYA

Pilih Mobil FWD atau RWD? Simak Dulu Kelebihan dan Kekurangannya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: