Waspada, Penyakit Ini Mengintai Akibat Aromaterapi
25 October 2021 |
08:02 WIB
Penggunaan dupa sebagai aromaterapi meningkat di tengah pandemi. Praktik ini ternyata sudah ada sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, dan Yunani untuk ritual keagamaan. Menurut Hussain Abdeh, apoteker senior di Medicine Direct penggunaan dupa saat ini dipercaya memberi efek positif pada sistem saraf pusat dengan membantu mengurangi stres dan kecemasan.
Kendati demikian, praktik ini juga memiliki efek negatif untuk kesehatan. “Membakar dupa secara rutin atau dalam jumlah banyak dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru, tumor otak, atau leukemia. Terlebih lagi, pembakaran bahan aromatik secara teratur juga dapat menyebabkan mutasi,” ujarnya dilansir dari Express UK, Senin (25/10/2021).
Dia menjelaskan bahan kimia yang terkandung di dalam dupa dapat mengubah materi genetik. Oleh karena itu, Abdeh menyarankan untuk membakar sedikit dupa dalam waktu sesingkat mungkin.
"Selanjutnya, kamu harus mendapatkan banyak udara segar setelah batang dupa terbakar," sarannya.
Meskipun penelitiannya relatif jarang, beberapa penelitian menunjukkan bahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran dupa.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature menyelidiki efek pembakaran dupa dalam ruangan pada kognisi selama tiga tahun. Para peneliti juga mulai mengeksplorasi hubungan antara pembakaran dupa dalam ruangan dan struktur otak. Mereka melibatkan Lansia tanpa stroke atau demensia dalam penelitian ini.
Para lansia diminat melaporkan rutinitas membakar dupa di rumah dalam basis mingguan selama lima tahun terakhir.
Hasilnya, pembakaran dupa dalam ruangan dikaitkan dengan penurunan kinerja di beberapa domain kognitif pada awal penelitian dan tahun ketiga serta penurunan konektivitas jaringan mode default (DMN).
DMN adalah jaringan daerah otak yang berinteraksi yang aktif ketika seseorang tidak fokus pada dunia luar.
Terlebih lagi, praktik tersebut dikaitkan dengan diabetes dan hiperlipidemia, istilah medis untuk memiliki terlalu banyak lemak seperti kolesterol dalam darah.
"Pembakaran dupa dalam ruangan dikaitkan dengan kinerja kognitif yang lebih buruk selama tiga tahun," tutur para peneliti menyimpulkan.
Mereka menambahkan bahwa praktik ini juga terkait dengan penurunan konektivitas otak dan itu berinteraksi dengan penyakit pembuluh darah untuk memperburuk kinerja kognitif.
Sementara itu, beberapa penelitian menemukan bahwa membakar dupa di dalam ruangan meningkatkan kadar bahan kimia yang disebut hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH). Kimiawi ini dikaitkan dengan kanker.
Namun dalam studi terbesar sejauh ini yang mengamati penggunaan dupa dan kanker, dengan melacak kesehatan 61.000 orang di Singapura, tidak menemukan hasil signifikan. Tidak dapat dipastikan bahwa orang yang sering menggunakan dupa lebih dari dua kali seminggu dapat mengembangkan kanker di saluran pernapasan daripada yang tidak.
"Bagaimanapun, siapa pun yang ingin menghindari risiko potensial dapat mempertimbangkan membakar dupa hanya dalam situasi dengan ventilasi yang baik," tulis Cancer Council memperingatkan.
Editor: Fajar Sidik
Kendati demikian, praktik ini juga memiliki efek negatif untuk kesehatan. “Membakar dupa secara rutin atau dalam jumlah banyak dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru, tumor otak, atau leukemia. Terlebih lagi, pembakaran bahan aromatik secara teratur juga dapat menyebabkan mutasi,” ujarnya dilansir dari Express UK, Senin (25/10/2021).
Dia menjelaskan bahan kimia yang terkandung di dalam dupa dapat mengubah materi genetik. Oleh karena itu, Abdeh menyarankan untuk membakar sedikit dupa dalam waktu sesingkat mungkin.
"Selanjutnya, kamu harus mendapatkan banyak udara segar setelah batang dupa terbakar," sarannya.
Meskipun penelitiannya relatif jarang, beberapa penelitian menunjukkan bahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran dupa.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature menyelidiki efek pembakaran dupa dalam ruangan pada kognisi selama tiga tahun. Para peneliti juga mulai mengeksplorasi hubungan antara pembakaran dupa dalam ruangan dan struktur otak. Mereka melibatkan Lansia tanpa stroke atau demensia dalam penelitian ini.
Para lansia diminat melaporkan rutinitas membakar dupa di rumah dalam basis mingguan selama lima tahun terakhir.
Hasilnya, pembakaran dupa dalam ruangan dikaitkan dengan penurunan kinerja di beberapa domain kognitif pada awal penelitian dan tahun ketiga serta penurunan konektivitas jaringan mode default (DMN).
DMN adalah jaringan daerah otak yang berinteraksi yang aktif ketika seseorang tidak fokus pada dunia luar.
Terlebih lagi, praktik tersebut dikaitkan dengan diabetes dan hiperlipidemia, istilah medis untuk memiliki terlalu banyak lemak seperti kolesterol dalam darah.
"Pembakaran dupa dalam ruangan dikaitkan dengan kinerja kognitif yang lebih buruk selama tiga tahun," tutur para peneliti menyimpulkan.
Mereka menambahkan bahwa praktik ini juga terkait dengan penurunan konektivitas otak dan itu berinteraksi dengan penyakit pembuluh darah untuk memperburuk kinerja kognitif.
Sementara itu, beberapa penelitian menemukan bahwa membakar dupa di dalam ruangan meningkatkan kadar bahan kimia yang disebut hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH). Kimiawi ini dikaitkan dengan kanker.
Namun dalam studi terbesar sejauh ini yang mengamati penggunaan dupa dan kanker, dengan melacak kesehatan 61.000 orang di Singapura, tidak menemukan hasil signifikan. Tidak dapat dipastikan bahwa orang yang sering menggunakan dupa lebih dari dua kali seminggu dapat mengembangkan kanker di saluran pernapasan daripada yang tidak.
"Bagaimanapun, siapa pun yang ingin menghindari risiko potensial dapat mempertimbangkan membakar dupa hanya dalam situasi dengan ventilasi yang baik," tulis Cancer Council memperingatkan.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.