Masih Suka Pilih-Pilih Vaksin Covid-19? Simak Dulu Penjelasan Ini
13 October 2021 |
16:55 WIB
Tak bisa dimungkiri, salah satu penghambat jalannya program vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah masyarakat yang masih saja memilih jenis vaksin. Banyak di antaranya yang memutuskan untuk menunda vaksinasi lantaran vaksin yang tersedia tak sesuai keinginan mereka.
Sebagai contoh, Budiman, pengemudi ojek daring yang mengaku belum divaksin lantaran masih menunggu ketersediaan vaksin Pfizer di wilayah tempat tinggalnya. Saat ini, vaksin yang tersedia di wilayah tempat tinggalnya adalah vaksin AstraZeneca dan Sinovac.
"Maunya Pfizer, biar sekalian yang bagus gitu. Katanya kan yang paling bagus itu, persennya [efikasi] paling tinggi. Ya saya mau itu, katanya sudah datang, jadi ditunggu saja," katanya kepada Hypeabis.id, Senin (11/10/21).
Hal yang sama juga terjadi pada orang tua Dea. Sebelumnya kedua orang tuanya yang sudah masuk kategori lansia enggan divaksin lebih awal lantaran menunggu vaksin Moderna atau Pfizer tiba di Bekasi, tempat tinggalnya.
"Was-was, udah disuruh dari awal enggak mau gara-gara Sinovac, vaksin China enggak yakin manjur katanya. Nunggu yang pasti-pasti saja. Sekarang sudah [divaksin] pakai Pfizer," ungkapnya baru-baru ini.
(Baca juga: Masyarakat Umum Tidak Perlu Booster Vaksin Covid-19, Kenapa?)
Lantas, apakah memang benar vaksin Sinovac yang sudah dipakai sejak awal program vaksinasi bergulir di Tanah Air tidak efektif memberikan perlindungan dari Covid-19 dibandingkan dengan vaksin-vaksin lainnya?
Menurut Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, rendahnya penambahan kasus dan berkurangnya kasus aktif setiap harinya tidak terlepas dari program vaksinasi yang sudah berjalan selama lebih dari satu tahun terakhir. Demikian halnya dengan angka reproduksi dan kematian yang terbilang rendah.
"Vaksinasi di Indonesia menggunakan vaksin yang masih dianggap orang kurang efektif. Padahal efektif. Sinovac itu enggak kalah sama vaksin lain-lainnya yang berbasis mRNA. Kalau enggak efektif ya angka kematian bakal tinggi. Vaksin ini memberikan perhitungan," katanya dalam diskusi daring Urgensi Percepatan Vaksinasi Kelompok Rentan, Antisipasi Gelombang Ketiga Covid-19, Rabu (13/10/2021).
Selain program vaksinasi, Pandu menyebut penurunan kasus Covid-19 Indonesia saat ini juga tidak terlepas dari dampak gelombang kedua yang dipicu oleh varian Delta. Hal tersebut berhasil membuat pemerintah sadar dan meresponsnya dengan kebijakan serentak.
Pandu menilai kebijakan serentak dalam penanganan Covid-19 sangatlah penting lantaran masifnya mobilitas penduduk di Tanah Air, terutama saat musim liburan.
“Beruntung di UI mempunyai akses big data yang dimiliki oleh Google dan Facebook sehingga itu yang kita lihat dari variasi-variasi mobilitas penduduk. Ini jarang dilakukan karena sejak awal, sejak tahun 2020 bulan Maret kita melakukan pemodelan dari pandemi ini yang kita lihat mobilitas penduduk dan kita bisa memprediksi wilayah-wilayah mana yang penularan tinggi karena sangat berpengaruh oleh mobilitas penduduk,” tuturnya.
Editor: Avicenna
Sebagai contoh, Budiman, pengemudi ojek daring yang mengaku belum divaksin lantaran masih menunggu ketersediaan vaksin Pfizer di wilayah tempat tinggalnya. Saat ini, vaksin yang tersedia di wilayah tempat tinggalnya adalah vaksin AstraZeneca dan Sinovac.
"Maunya Pfizer, biar sekalian yang bagus gitu. Katanya kan yang paling bagus itu, persennya [efikasi] paling tinggi. Ya saya mau itu, katanya sudah datang, jadi ditunggu saja," katanya kepada Hypeabis.id, Senin (11/10/21).
Hal yang sama juga terjadi pada orang tua Dea. Sebelumnya kedua orang tuanya yang sudah masuk kategori lansia enggan divaksin lebih awal lantaran menunggu vaksin Moderna atau Pfizer tiba di Bekasi, tempat tinggalnya.
"Was-was, udah disuruh dari awal enggak mau gara-gara Sinovac, vaksin China enggak yakin manjur katanya. Nunggu yang pasti-pasti saja. Sekarang sudah [divaksin] pakai Pfizer," ungkapnya baru-baru ini.
(Baca juga: Masyarakat Umum Tidak Perlu Booster Vaksin Covid-19, Kenapa?)
Lantas, apakah memang benar vaksin Sinovac yang sudah dipakai sejak awal program vaksinasi bergulir di Tanah Air tidak efektif memberikan perlindungan dari Covid-19 dibandingkan dengan vaksin-vaksin lainnya?
Menurut Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, rendahnya penambahan kasus dan berkurangnya kasus aktif setiap harinya tidak terlepas dari program vaksinasi yang sudah berjalan selama lebih dari satu tahun terakhir. Demikian halnya dengan angka reproduksi dan kematian yang terbilang rendah.
"Vaksinasi di Indonesia menggunakan vaksin yang masih dianggap orang kurang efektif. Padahal efektif. Sinovac itu enggak kalah sama vaksin lain-lainnya yang berbasis mRNA. Kalau enggak efektif ya angka kematian bakal tinggi. Vaksin ini memberikan perhitungan," katanya dalam diskusi daring Urgensi Percepatan Vaksinasi Kelompok Rentan, Antisipasi Gelombang Ketiga Covid-19, Rabu (13/10/2021).
Selain program vaksinasi, Pandu menyebut penurunan kasus Covid-19 Indonesia saat ini juga tidak terlepas dari dampak gelombang kedua yang dipicu oleh varian Delta. Hal tersebut berhasil membuat pemerintah sadar dan meresponsnya dengan kebijakan serentak.
Pandu menilai kebijakan serentak dalam penanganan Covid-19 sangatlah penting lantaran masifnya mobilitas penduduk di Tanah Air, terutama saat musim liburan.
“Beruntung di UI mempunyai akses big data yang dimiliki oleh Google dan Facebook sehingga itu yang kita lihat dari variasi-variasi mobilitas penduduk. Ini jarang dilakukan karena sejak awal, sejak tahun 2020 bulan Maret kita melakukan pemodelan dari pandemi ini yang kita lihat mobilitas penduduk dan kita bisa memprediksi wilayah-wilayah mana yang penularan tinggi karena sangat berpengaruh oleh mobilitas penduduk,” tuturnya.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.