Abdulrazak Gurnah (Dok. Nobel Prize/Twitter)

Novelis Tanzania, Abdulrazak Gurnah, Raih Nobel Sastra 2021

11 October 2021   |   21:45 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Penghargaan Nobel Sastra 2021 diberikan kepada novelis asal Tanzania, Abdulrazak Gurnah. Novelis berusia 73 tahun itu merupakan penulis kulit hitam pertama yang menerima penghargaan tersebut sejak penulis Toni Morrison pada tahun 1993. Penghargaan tersebut diberikan kepada Gurnah atas kiprahnya menolak kolonialisme di Afrika dan menyuarakan penderitaan para nasib imigran demi menyelamatkan diri dari penjajahan.

Ketua Komite Nobel, Anders Olsson, mengatakan novel-novel karya Gurnah dari debutnya yang berjudul Memory of Departure, tentang pemberontakan yang gagal, hingga novel terbarunya, Afterlives, mampu melawan deskripsi stereotip dan membuka pandangan pembaca tentang Afrika Timur yang terdiversifikasi secara budaya dan asing bagi banyak orang di dunia.

“Gurnah secara luas diakui sebagai salah satu penulis pascakolonial yang unggul di dunia. Dia secara konsisten telah membuka pengaruh besar kolonialisme di Afrika Timur dan pengaruhnya terhadap kehidupan individu yang tumbang dan bermigrasi,” katanya seperti dikutip dari The Guardian, Senin (11/10/2021).

Menurut Olsson, karakter dalam novel-novel Gurnah ditampilkan sebagai orang-orang ang berada di jurang budaya dan benua, antara kehidupan yang ditinggalkan dan yang akan datang, menghadapi rasisme dan prasangka, tetapi juga memaksa diri mereka untuk membungkam kebenaran atau menemukan kembali jati diri mereka untuk menghindari konflik dari kenyataan.
 

Abdulrazak Gurnah (Dok. Nobel Prize/Twitter)

Abdulrazak Gurnah (Dok. Nobel Prize/Twitter)

Editor senior Gurnah di Bloomsburry, Alexandra Pringle, mengatakan kemenangan Gurnah adalah yang paling pantas bagi seorang penulis yang sebelumnya belum menerima pengakuan. Menurutnya, Gurnah adalah salah satu penulis Afrika terbesar yang masih hidup, dan tidak ada yang pernah memperhatikannya selama ini.

“Tulisannya sangat indah, serius, lucu, baik, dan sensitif. Dia adalah seorang penulis yang luar biasa menulis tentang hal-hal yang sangat penting,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam suatu kesempatan wawancara dengan New York Times, Gurnah mengatakan pengalamannya melarikan diri ke Inggris karena penjajahan yang terjadi di Afrika pada 1964 menjadi awal dirinya menulis tentang penderitaan, kemiskinan, dan rindu kampung halaman. 

(Baca juga: Profil Maria Ressa, Jurnalis Filipina Penerima Hadiah Nobel Perdamaian)

Kebiasaan menulis itu akhirnya memunculkan novel pertamanya yang mengeksplorasi rasa trauma akibat kolonialisme, perang, dan perpindahan atau imigrasi yang terjadi.

“Cara kolonialisme mengubah segalanya di dunia, dan orang-orang yang hidup melaluinya masih memproses pengalaman itu dan beberapa lukanya,” ungkapnya.

Lahir pada 1948, Abdulrazak Gurnah adalah seorang novelis kelahiran Zanzibar, Tanzania, dan menulis dalam bahasa Inggris serta menetap di London, Inggris Raya. Dia pindah ke Inggris untuk menempuh studi pada 1968. Pada 1980 hingga 1982, dia sempat mengajar di Bayero University Kano Nigeria. Dia kemudian pindah ke University of Kent dan meraih gelar doktoral di kampus tersebut pada 1982.

Dalam 10 novelnya, Gurnah sering mengeksplorasi tema pengasingan, identitas, dan kepemilikan. Beberapa di antaranya adalah Memory of Departure, Pilgrims Way, dan Dottie yang semuanya berhubungan dengan pengalaman imigran di Inggris. 

Novel berjudul Paradise miliknya terpilih untuk Penghargaan Booker pada tahun 1994 yang bercerita tentang seorang anak laki-laki keturunan Afrika yang terluka oleh kolonialisme. Novel terbarunya, Afterlives, mengeksplorasi efek generasi kolonialisme Jerman di Tanzania dan bagaimana hal itu memecah belah masyarakat.


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

AstraZeneca Klaim Obat Covid-19 Buatannya Kurangi Risiko Kematian

BERIKUTNYA

Ini Para Pemenang dalam Ajang Indonesia Menari Virtual 2021

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: