Mau jadi Seniman Profesional? Simak Nih Wejangan Seniman Kawakan Teguh Ostenrik
29 September 2021 |
09:24 WIB
Menggeluti bidang seni atau menjadi seorang seniman ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan. Karena bakat yang melekat dalam diri nyatanya tidak cukup sebagai modal untuk menekuni bidang tersebut. Beratnya tantangan yang dihadapi oleh seorang seniman mungkin bisa dijelaskan lewat pengalaman hidup Teguh Ostenrik, perupa yang kini mulai berkarya di ranah blockchain lewat sejumlah karya non-fungible token (NFT).
Satu prinsip yang dipegang erat olehnya adalah tidak mungkin seseorang bisa hidup sepenuhnya dari seni.
"Tidak bisa seseorang hidup sepenuhnya dari seni, itu yang diajarkan ketika saya belajar seni di Jerman puluhan tahun lalu. Oleh karena itu, seniman dituntut untuk terbuka dengan perubahan dan segala peluang diluar berkarya atau membuat karya seni," katanya kepada Hypeabis belum lama ini.
Sebagai catatan, Teguh memegang gelar Master dalam Seni Rupa dari Hochschule der Kuenste, Berlin, Jerman (d/h Jerman Barat) yang dia dapatkan setelah menghabiskan waktunya selama enam tahun dari 1974-1981. Sebelumnya, dia menempuh pendidikan Akademi Grafis Lette Schule di negara yang sama sejak 1970.
Untuk mewujudkan studinya ke Eropa, Teguh mengaku berusaha keras dengan menjalani beberapa macam pekerjaan. Mulai dari menjadi tukang cuci piring di restoran hingga mengemudikan taksi.
"Di Jakarta saya sempat juga jadi sopir taksi untuk [mengumpulkan] modal berangkat ke Jerman. Di Jerman saya pun juga kuliah sambil jadi sopir taksi. Karena itu tadi, saya tidak bisa sepenuhnya menghidupi diri dari seni," ungkapnya.
Menurut seniman kawakan Teguh Ostenrik, seniman yang mandiri dan tidak menggantungkan hidupnya dari karya mereka punya kelebihan tersendiri. Mereka cenderung menghasilkan karya yang autentik sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran mereka, tidak terpengaruh oleh pasar.
Dengan kata lain, mereka tidak memusingkan diri apakah karya mereka akan terjual dengan cepat atau tidak.
Satu prinsip yang dipegang erat olehnya adalah tidak mungkin seseorang bisa hidup sepenuhnya dari seni.
"Tidak bisa seseorang hidup sepenuhnya dari seni, itu yang diajarkan ketika saya belajar seni di Jerman puluhan tahun lalu. Oleh karena itu, seniman dituntut untuk terbuka dengan perubahan dan segala peluang diluar berkarya atau membuat karya seni," katanya kepada Hypeabis belum lama ini.
Sebagai catatan, Teguh memegang gelar Master dalam Seni Rupa dari Hochschule der Kuenste, Berlin, Jerman (d/h Jerman Barat) yang dia dapatkan setelah menghabiskan waktunya selama enam tahun dari 1974-1981. Sebelumnya, dia menempuh pendidikan Akademi Grafis Lette Schule di negara yang sama sejak 1970.
Untuk mewujudkan studinya ke Eropa, Teguh mengaku berusaha keras dengan menjalani beberapa macam pekerjaan. Mulai dari menjadi tukang cuci piring di restoran hingga mengemudikan taksi.
"Di Jakarta saya sempat juga jadi sopir taksi untuk [mengumpulkan] modal berangkat ke Jerman. Di Jerman saya pun juga kuliah sambil jadi sopir taksi. Karena itu tadi, saya tidak bisa sepenuhnya menghidupi diri dari seni," ungkapnya.
Menurut seniman kawakan Teguh Ostenrik, seniman yang mandiri dan tidak menggantungkan hidupnya dari karya mereka punya kelebihan tersendiri. Mereka cenderung menghasilkan karya yang autentik sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran mereka, tidak terpengaruh oleh pasar.
Dengan kata lain, mereka tidak memusingkan diri apakah karya mereka akan terjual dengan cepat atau tidak.
"Karya dari seorang seniman tentu saja harus autentik tetapi tentu saja keotentikan itu akan dipengaruhi oleh banyak hal. Apabila seniman mandiri secara finansial tentu saja mereka akan lebih bebas dalam berkarya. Tak pusing-pusing apakah karyanya akan terjual atau tidak," tuturnya.
Terakhir, menurut Teguh seniman juga perlu mengasah insting bisnisnya. Seorang seniman, khususnya perupa harus bisa mengetahui apakah suatu karya seni berpotensi dijual dengan harga tinggi di masa depan.
"Ini berlaku juga untuk kolektor, tahu apakah karya seseorang itu berpotensi nilainya naik di kemudian hari. Itu lebih ke insting memang. Tetapi apa salahnya diasah. Seperti saya pernah membeli lukisan, beberapa bulan kemudian berhasil terjual dengan harga berlipat," tutupnya.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.