Indonesia Ternyata sudah Lewati Gelombang Ketiga Covid-19, Simak Penjelasannya!
26 September 2021 |
12:31 WIB
Belum lama ini, pemerintah getol mengajak semua pihak mengantisipasi gelombang ketiga Covid-19 dengan mempertahankan tren penurunan kasus positif di Indonesia. Masyarakat dinilai harus tetap waspada dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat seiring gelombang ketiga Covid-19 yang masih berpotensi terjadi di Indonesia.
Namun, di sisi lain tak sedikit pula pihak yang menyebut bahwa Indonesia sebenarnya sudah melewati gelombang ketiga Covid-19 tanpa disadari. Seperti yang diungkapkan oleh ahli patologi klinis sekaligus Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta Tonang Dwi Ardyanto yang menyebut lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi beberapa bulan lalu bisa dikatakan sebagai gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia.
"Sebenarnya, kita telah melewati 3 kali gelombang. Hanya, gelombang pertama di September 2020, tidak begitu terasa bagi masyarakat. Yang merasakan adalah Faskes (fasilitas kesehatan) dan Nakes (tenaga kesehatan). Kapasitas testing masih terbatas saat itu, sehingga yang banyak terdeteksi baru pada nakes," katanya dalam sebuah forum diskusi pada Sabtu (25/7/2021) malam.
Menurut Tonang, pada Januari 2021, baru masyarakat ikut merasakan gelombang kedua. Mulai ada antrian di IGD, tetapi puncaknya memang pada Juli 2021, antrian sangat terasa, pasokan oksigen menjadi persoalan. Bahkan sampai ada yang terpaksa meninggal dunia dalam antrian atau masih di situasi isolasi mandiri.
Lebih lanjut, Tonang mengungkapkan setelah gelombang ketiga Indonesia memang masih akan menghadapi gelombang selanjutnya, tapi kecil dan makin kecil. Syaratnya tentu protokol kesehatan masih jalan dan vaksinasi segera meluas.
"Estimasi optimis, benar-benar bisa terkendali baru pada akhir 2022. Itu yang optimistis. Artinya harus tetap bersiaga untuk kemungkinan yang lebih buruk dari harapan," ujarnya.
Namun, menurut Tonang ada hal yang justru harus dicermati secara jenih. Secara alami, gelombang memang akan menurun. Indonsia hanya berharap memiliki pengukuran yang benar-benar dapat mengukur seberapa besarnya pandemi.
Pengukuran itu adalah kapasitas test PCR. Bila alat ukur terlalu pendek, maka sulit bagi Indonesia untuk mengetahui secara tepat besarnya pandemi.
"Usul saya sederhana, seperti pernah beberapa kali saya sampaikan. Selama 3 pekan ke depan, mari kita genjot PCR kita minimal memenuhi target minimal di setiap propinsi. Pisahkan hitungannya dengan tes antigen. Agar kita mendapatkan gambaran benar-benar seberapa pandemi telah turun. Dengan demikian, kita tidak terjebak pada gelembung optimisme," tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Namun, di sisi lain tak sedikit pula pihak yang menyebut bahwa Indonesia sebenarnya sudah melewati gelombang ketiga Covid-19 tanpa disadari. Seperti yang diungkapkan oleh ahli patologi klinis sekaligus Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta Tonang Dwi Ardyanto yang menyebut lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi beberapa bulan lalu bisa dikatakan sebagai gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia.
"Sebenarnya, kita telah melewati 3 kali gelombang. Hanya, gelombang pertama di September 2020, tidak begitu terasa bagi masyarakat. Yang merasakan adalah Faskes (fasilitas kesehatan) dan Nakes (tenaga kesehatan). Kapasitas testing masih terbatas saat itu, sehingga yang banyak terdeteksi baru pada nakes," katanya dalam sebuah forum diskusi pada Sabtu (25/7/2021) malam.
Menurut Tonang, pada Januari 2021, baru masyarakat ikut merasakan gelombang kedua. Mulai ada antrian di IGD, tetapi puncaknya memang pada Juli 2021, antrian sangat terasa, pasokan oksigen menjadi persoalan. Bahkan sampai ada yang terpaksa meninggal dunia dalam antrian atau masih di situasi isolasi mandiri.
Lebih lanjut, Tonang mengungkapkan setelah gelombang ketiga Indonesia memang masih akan menghadapi gelombang selanjutnya, tapi kecil dan makin kecil. Syaratnya tentu protokol kesehatan masih jalan dan vaksinasi segera meluas.
"Estimasi optimis, benar-benar bisa terkendali baru pada akhir 2022. Itu yang optimistis. Artinya harus tetap bersiaga untuk kemungkinan yang lebih buruk dari harapan," ujarnya.
Namun, menurut Tonang ada hal yang justru harus dicermati secara jenih. Secara alami, gelombang memang akan menurun. Indonsia hanya berharap memiliki pengukuran yang benar-benar dapat mengukur seberapa besarnya pandemi.
Pengukuran itu adalah kapasitas test PCR. Bila alat ukur terlalu pendek, maka sulit bagi Indonesia untuk mengetahui secara tepat besarnya pandemi.
"Usul saya sederhana, seperti pernah beberapa kali saya sampaikan. Selama 3 pekan ke depan, mari kita genjot PCR kita minimal memenuhi target minimal di setiap propinsi. Pisahkan hitungannya dengan tes antigen. Agar kita mendapatkan gambaran benar-benar seberapa pandemi telah turun. Dengan demikian, kita tidak terjebak pada gelembung optimisme," tutupnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.