Vaksin Covid-19 Ini Diberikan Lewat Rongga Hidung, Katanya Lebih Ampuh Loh!
26 September 2021 |
09:05 WIB
Mungkin banyak orang yang bertanya-tanya mengapa orang yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi virus SARS CoV-2 atau positif Covid-19. Demikian halnya dengan negara-negara yang capaian vaksinasinya tinggi, mengapa beberapa diantaranya malah mengalami lonjakan kasus seperti yang terjadi pada Singapura?
Menurut ahli patologi klinis sekaligus Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta Tonang Dwi Ardyanto, vaksin Covid-19 yang saat ini kita gunakan dibuat untuk disuntikkan ke otot atau injeksi. Dengan metode ini, terbentuk banyak IgG di paru-paru dan sedikit di saluran napas atas.
"Dengan kondisi ini, risiko terinfeksi memang masih dapat terjadi. Hanya untungnya, karena ada IgG di paru-paru, maka diharapkan tidak timbul gejala, apalagi yang berat dan sampai terjadi kematian," katanya dalam sebuah forum diskusi daring pada Sabtu (25/9/2021) malam.
Pemilihan vaksin injeksi tentu saja bukan tanpa alasan. Metode tersebut relatif mudah diuji klinis, dibuat dan digunakan dalam situasi waktu yang mendesak.
Metode yang jauh lebih baik dibandingkan dengan vaksin injeksi adalah vaksin yang diberikan melalui rongga hidung atau nasal. Apabila menggunakan metode tersebut, IgG tetap terbentuk di paru-paru.
"Ditambah IgA juga terbentuk lebih tinggi di saluran nafas atas. Adanya IgA ini menjadi benteng mencegah infeksi," ujar Tonang.
Walaupun umur IgA pendek, menurut Tonang di saluran nafas atas juga terbentuk Sel B memori maupun sel T memori.
Beda dengan vaksinasi lewat otot, sel B memori yang ini siaga di saluran nafas atas. Maka, begitu ada virus masuk, tidak perlu menunggu virusnya menembus mukosa dan darah, segera membentuk IgA lagi.
Sel-sel imunitas bawaan di garis depan, juga ikut terlatih karena paparan vaksinasi nasal ini. Ditambah adanya Sel T memori, dengan cepat menyiapkan sel-sel spesifik untuk melawan virus ketika terjadi paparan.
"Maka, diharapkan tubuh berespon jauh lebih cepat. Virus yang berhasil bersarang semakin sedikit. Periode risiko penularan ke orang lain semakin pendek. Risiko penyebaran virus semakin kecil," tutur Tonang.
Saat ini ada 8 kandidat vaksin Covid-19 yang diberikan secara nasal. Dari delapan tersebut, ada dua yang sudah selesai fase kedua.
"Kenapa tidak sejak awal saja dikembangkan yang model nasal? Sebenarnya sejak awal sudah diusahakan juga. Tapi butuh waktu dan pengujian lebih rumit. Kalau menunggu selesainya yang versi nasal, risiko besar karena kasus terus melonjak di gelombang ke tiga kemarin," ungkap Tonang.
Dengan vaksinasi nasal inilah diharapkan tidak hanya mencegah risiko gejala, tapi juga mencegah penularan. Maka kasus baru juga dapat dicegah.
Editor: Fajar Sidik
Menurut ahli patologi klinis sekaligus Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta Tonang Dwi Ardyanto, vaksin Covid-19 yang saat ini kita gunakan dibuat untuk disuntikkan ke otot atau injeksi. Dengan metode ini, terbentuk banyak IgG di paru-paru dan sedikit di saluran napas atas.
"Dengan kondisi ini, risiko terinfeksi memang masih dapat terjadi. Hanya untungnya, karena ada IgG di paru-paru, maka diharapkan tidak timbul gejala, apalagi yang berat dan sampai terjadi kematian," katanya dalam sebuah forum diskusi daring pada Sabtu (25/9/2021) malam.
Pemilihan vaksin injeksi tentu saja bukan tanpa alasan. Metode tersebut relatif mudah diuji klinis, dibuat dan digunakan dalam situasi waktu yang mendesak.
Metode yang jauh lebih baik dibandingkan dengan vaksin injeksi adalah vaksin yang diberikan melalui rongga hidung atau nasal. Apabila menggunakan metode tersebut, IgG tetap terbentuk di paru-paru.
"Ditambah IgA juga terbentuk lebih tinggi di saluran nafas atas. Adanya IgA ini menjadi benteng mencegah infeksi," ujar Tonang.
Walaupun umur IgA pendek, menurut Tonang di saluran nafas atas juga terbentuk Sel B memori maupun sel T memori.
Beda dengan vaksinasi lewat otot, sel B memori yang ini siaga di saluran nafas atas. Maka, begitu ada virus masuk, tidak perlu menunggu virusnya menembus mukosa dan darah, segera membentuk IgA lagi.
Sel-sel imunitas bawaan di garis depan, juga ikut terlatih karena paparan vaksinasi nasal ini. Ditambah adanya Sel T memori, dengan cepat menyiapkan sel-sel spesifik untuk melawan virus ketika terjadi paparan.
"Maka, diharapkan tubuh berespon jauh lebih cepat. Virus yang berhasil bersarang semakin sedikit. Periode risiko penularan ke orang lain semakin pendek. Risiko penyebaran virus semakin kecil," tutur Tonang.
Saat ini ada 8 kandidat vaksin Covid-19 yang diberikan secara nasal. Dari delapan tersebut, ada dua yang sudah selesai fase kedua.
"Kenapa tidak sejak awal saja dikembangkan yang model nasal? Sebenarnya sejak awal sudah diusahakan juga. Tapi butuh waktu dan pengujian lebih rumit. Kalau menunggu selesainya yang versi nasal, risiko besar karena kasus terus melonjak di gelombang ke tiga kemarin," ungkap Tonang.
Dengan vaksinasi nasal inilah diharapkan tidak hanya mencegah risiko gejala, tapi juga mencegah penularan. Maka kasus baru juga dapat dicegah.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.