Ini Loh Peran Backpacker buat Perkembangan Sektor Wisata
19 September 2021 |
08:30 WIB
Backpacker adalah petualang sejati. Mereka melakukan pelesiran jauh ke berbagai tempat yang tidak biasa (anti-mainstream) dengan 'modal' ransel adalah perjalanan yang sangat menantang. Meski beberapa pihak memandang sebelah mata, para backpacker ini justru adalah sosok-sosok kreatif yang turut memberikan kontribusi tersendiri bagi sektor wisata di berbagai tempat di nusantara maupun di dunia.
Bahkan mereka yang kreatif untuk memanfaatkan peluang, hobi backpackeran itu jadi profesi baru di ranah digital dengan menjadi vlogger (video blogger). Bermula dari hobi, menjadi vlogger kini cukup memberi keuntungan dari sisi finansial.
Vlogger Ashari Yudha pemilik akun Blog, Twitter, Facebook, Instagram Catatan Backpacker contohnya. Sejatinya tidak ada niatan sama sekali dirinya menjadi seorang vlogger seperti saat ini. Semua berawal dari hobi travelling ke berbagai tempat berhari-hari bahkan sempat 6 bulan untuk berkeliling Indonesia.
Ketika menjalani trip yang panjang, Yudha memandang perlu membuat catatan agar tidak lupa tempat mana saja yang didatangi dan apa saja yang dialami. Dia pun mengambil foto dan video untuk mengenang perjalanannya tersebut. Catatan-catatan itu dikumpulkannya dan dirangkainya untuk dituliskan kembali ke sebuah blog yang sengaja dibuatnya.
Tujuan Yudha membuat blog yakni ingin memberikan informasi mengenai tempat-tempat yang dia kunjungi. Tentunya, dilengkapi dengan foto-foto panorama di perjalanan agar orang lain katanya melihat keindahannya.
Dia pun merasa perlu menyajikan video selama travelling tersebut. Ternyata, konten-konten video yang disajikannya mendapat respon positif. “Akhirnya memutuskan fokus setiap jalan-jalan bikin konten, alhamdulillah jadi income,” sebutnya.
Bisa dikatakan, sebagian financial hidup Yudha ditopang dari vlog selain berbisnis kuliner. Bisnis kuliner pun dibangunnya dari hasil bayaran konten vlog. Ya, konten Yudha kini banyak ditopang sponsor dari brand hingga kementerian. Kerja sama dilakukan per proyek hingga kontrak jangka pendek tergantung pesanan. Namun dia tetap mengerjakan konten hobinya dan terkadang permintaan dari pengikutnya.
Sedikit memberi bocoran, Yudha mengenakan tarif Rp3 juta untuk satu kali postingan foto di media sosialnya. Sementara Rp5 juta untuk 1 buah video yang ditayangkan dalam beberapa pekan atau terkadang dia suka lupa menghapus video yang telah disponsori. “Tergantung bujetnya. Ada nego, ada yang minta bonus link di Twitter,” imbuhnya.
Kini, kata Yudha banyak sponsor yang menawarkan untuk dibuatkan konten. Namun saat awal-awal membuat konten vlog, dia suka rela menautkan brand walaupun tidak dibayar. “Sekarang tinggal terima saja,” katanya.
Adapun dalam membuat konten, terutama travelling ke daerah pelosok, Yudha selalu melakukan riset terlebih dahulu. Dia mempelajari bagaimana masyarakat dan budaya yang ada di daerah tersebut. Sementara kontennya menyesuaikan ketika sampai.
Satu hal yang penting saat membuat konten yaitu izin ke pemimpin wilayah setempat, hal tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, masyarakat di pedalaman masih asing dengan alat-alat yang dibawanya untuk membuat vlog seperti drone dan kamera digital.
Yudha bercerita pernah mengalami kejadian yang cukup menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan ketika dia berada di Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia dicurigai sebagai teroris karena melihat lokasi bom ikan yang baru saja meledak di rumah warga yang tak jauh dari tempatnya menginap.
Saat itu dia belum sempat izin dengan pemimpin di wilayah tersebut. Akhirnya dia diinterogasi polisi dan setelah memberi penjelasan, dia dibebaskan. “Izin itu penting,” tegasnya.
Sementara itu, dalam pembuatan konten biasanya dia melibatkan tim jikalau ada kerja sama dengan brand atau kementerian karena adanya permintaan mengenai isi konten hingga kualitas. Namun jika tidak, biasanya dia melakukannya sendiri.
Untuk pribadi ga pakai tim. Kalau kerja sama dengan brand atau klien, otomatis request lebih besar dan banyak, speknya mesti begini, itu ada tim sendiri. Setidaknya dalam 2 pekan, Yudha bisa menghasilkan 2 konten namun tergantung seperti apa konten yang disajikan.
Menjalani dunia vlogger memang memberi kesenangan. Sebab bukan hanya bisa menjalani hobi namun juga mendapat keuntungan dari sisi finansial. Namun saat pandemi seperti sekarang ini, Yudha mengaku sedih karena sementara tidak bisa travelling karena adanya pembatasan sosial.
Alhasil, dia stop sementara untuk memasok konten mengenai perjalanan dan membuat konten yang sebelumnya tak pernah terpikirkan seperti hal-hal apa saja yang dilakukan selama pandemi.
Editor: Fajar Sidik
Bahkan mereka yang kreatif untuk memanfaatkan peluang, hobi backpackeran itu jadi profesi baru di ranah digital dengan menjadi vlogger (video blogger). Bermula dari hobi, menjadi vlogger kini cukup memberi keuntungan dari sisi finansial.
Vlogger Ashari Yudha pemilik akun Blog, Twitter, Facebook, Instagram Catatan Backpacker contohnya. Sejatinya tidak ada niatan sama sekali dirinya menjadi seorang vlogger seperti saat ini. Semua berawal dari hobi travelling ke berbagai tempat berhari-hari bahkan sempat 6 bulan untuk berkeliling Indonesia.
Ketika menjalani trip yang panjang, Yudha memandang perlu membuat catatan agar tidak lupa tempat mana saja yang didatangi dan apa saja yang dialami. Dia pun mengambil foto dan video untuk mengenang perjalanannya tersebut. Catatan-catatan itu dikumpulkannya dan dirangkainya untuk dituliskan kembali ke sebuah blog yang sengaja dibuatnya.
Tujuan Yudha membuat blog yakni ingin memberikan informasi mengenai tempat-tempat yang dia kunjungi. Tentunya, dilengkapi dengan foto-foto panorama di perjalanan agar orang lain katanya melihat keindahannya.
Dia pun merasa perlu menyajikan video selama travelling tersebut. Ternyata, konten-konten video yang disajikannya mendapat respon positif. “Akhirnya memutuskan fokus setiap jalan-jalan bikin konten, alhamdulillah jadi income,” sebutnya.
Bisa dikatakan, sebagian financial hidup Yudha ditopang dari vlog selain berbisnis kuliner. Bisnis kuliner pun dibangunnya dari hasil bayaran konten vlog. Ya, konten Yudha kini banyak ditopang sponsor dari brand hingga kementerian. Kerja sama dilakukan per proyek hingga kontrak jangka pendek tergantung pesanan. Namun dia tetap mengerjakan konten hobinya dan terkadang permintaan dari pengikutnya.
Sedikit memberi bocoran, Yudha mengenakan tarif Rp3 juta untuk satu kali postingan foto di media sosialnya. Sementara Rp5 juta untuk 1 buah video yang ditayangkan dalam beberapa pekan atau terkadang dia suka lupa menghapus video yang telah disponsori. “Tergantung bujetnya. Ada nego, ada yang minta bonus link di Twitter,” imbuhnya.
Kini, kata Yudha banyak sponsor yang menawarkan untuk dibuatkan konten. Namun saat awal-awal membuat konten vlog, dia suka rela menautkan brand walaupun tidak dibayar. “Sekarang tinggal terima saja,” katanya.
Adapun dalam membuat konten, terutama travelling ke daerah pelosok, Yudha selalu melakukan riset terlebih dahulu. Dia mempelajari bagaimana masyarakat dan budaya yang ada di daerah tersebut. Sementara kontennya menyesuaikan ketika sampai.
Satu hal yang penting saat membuat konten yaitu izin ke pemimpin wilayah setempat, hal tersebut untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, masyarakat di pedalaman masih asing dengan alat-alat yang dibawanya untuk membuat vlog seperti drone dan kamera digital.
Yudha bercerita pernah mengalami kejadian yang cukup menjadi pengalaman yang tak akan terlupakan ketika dia berada di Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia dicurigai sebagai teroris karena melihat lokasi bom ikan yang baru saja meledak di rumah warga yang tak jauh dari tempatnya menginap.
Saat itu dia belum sempat izin dengan pemimpin di wilayah tersebut. Akhirnya dia diinterogasi polisi dan setelah memberi penjelasan, dia dibebaskan. “Izin itu penting,” tegasnya.
Sementara itu, dalam pembuatan konten biasanya dia melibatkan tim jikalau ada kerja sama dengan brand atau kementerian karena adanya permintaan mengenai isi konten hingga kualitas. Namun jika tidak, biasanya dia melakukannya sendiri.
Untuk pribadi ga pakai tim. Kalau kerja sama dengan brand atau klien, otomatis request lebih besar dan banyak, speknya mesti begini, itu ada tim sendiri. Setidaknya dalam 2 pekan, Yudha bisa menghasilkan 2 konten namun tergantung seperti apa konten yang disajikan.
Menjalani dunia vlogger memang memberi kesenangan. Sebab bukan hanya bisa menjalani hobi namun juga mendapat keuntungan dari sisi finansial. Namun saat pandemi seperti sekarang ini, Yudha mengaku sedih karena sementara tidak bisa travelling karena adanya pembatasan sosial.
Alhasil, dia stop sementara untuk memasok konten mengenai perjalanan dan membuat konten yang sebelumnya tak pernah terpikirkan seperti hal-hal apa saja yang dilakukan selama pandemi.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.