Ilustrasi Multiple Sclerosis (MS), penyakit autoimun kronis yang menyerang otak. (Foto: ilustrasi)

Mengenal Multiple Sclerosis, Penyakit Autoimun yang Menyerang Saraf

06 July 2025   |   11:00 WIB
Image
Fajar Sidik Hypeabis.id

Multiple Sclerosis (MS), penyakit autoimun kronis yang menyerang otak dan sumsum tulang belakang, menjadi tantangan baru di dunia medis. Dengan estimasi prevalensi 1-5 penyintas per 100.000 penduduk pada 2020, dan 160 kasus teridentifikasi, isu kesehatan ini telah berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya.

Mengutip Mayo Clinic, Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit autoimun kronis yang kompleks dan memengaruhi sistem saraf pusat (SSP), yaitu otak dan sumsum tulang belakang. Ini adalah kondisi sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi, justru menyerang mielin, selubung pelindung di sekitar serabut saraf. 

Baca juga: Kenali Tanda Psoriasis, Penyakit Autoimun Kronis yang Bikin Kulit Memerah

Kerusakan mielin ini mengganggu komunikasi antara otak dan bagian tubuh lainnya, yang dapat menyebabkan berbagai gejala neurologis dan, seiring waktu, kerusakan saraf permanen.

Secara global, data terbaru dari Atlas of Multiple Sclerosis 2020 menunjukkan bahwa lebih dari 2,8 juta orang hidup dengan Multiple Sclerosis di seluruh dunia. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan dekade sebelumnya, yang menandakan bahwa MS bukan lagi penyakit yang langka.

Sementara itu, di Indonesia, berdasarkan data yang tersedia, prevalensi Multiple Sclerosis masih tergolong rendah dengan perkiraan antara 1-5 penyintas per 100.000 penduduk pada 2020 dan tercatat 160 kasus yang terdiagnosis.

Meskipun penyebab pasti Multiple Sclerosis masih belum sepenuhnya diketahui, National Multiple Sclerosis Society menunjukkan bahwa MS kemungkinan besar merupakan kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan. Ini berarti seseorang mungkin memiliki kecenderungan genetik untuk mengembangkan Multiple Sclerosis, yang kemudian dipicu oleh faktor lingkungan tertentu.

Beberapa penyebab dan faktor risiko yang diidentifikasi dalam riset medis terbaru meliputi faktor genetik, infeksi Virus Epstein-Barr (EBV), Kekurangan vitamin D dan paparan sinar matahari, obesitas remaja, hingga faktor stres, 

Gejala Multiple Sclerosis sangat bervariasi, tergantung pada lokasi dan tingkat kerusakan saraf di otak dan sumsum tulang belakang. Gejala bisa datang dan pergi (relapsing-remitting) atau memburuk secara progresif.

Beberapa gejala umum MS meliputi gangguan penglihatan, kelemahan atau mati rasa, kelelahan kronis, masalah keseimbangan dan koordinasi, kekakuan dan ketegangan otot yang tidak terkendali, gangguan memori dan kesulitan konsentrasi, gangguan bicara dan kesulitan menelan, gangguan fungsi kandung kemih dan usus.

Selain itu, bisa juga mengalami nyeri neuropatik karena kerusakan saraf, atau nyeri muskuloskeletal akibat spastisitas atau masalah postur, serta perubahan emosional seperti depresi, kecemasan, dan perubahan suasana hati yang tiba-tiba.

Secara medis, untuk mendeteksi Multiple Sclerosis measih menjadi tantangan karena gejalanya yang bervariasi dan mirip dengan kondisi neurologis lainnya. Tidak ada satu tes tunggal yang dapat mendiagnosis penyakit ini. Diagnosis biasanya melibatkan kombinasi pemeriksaan dan eliminasi kondisi.

Misalnya, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik/neurologis. Dokter akan menanyakan riwayat medis pasien secara terperinci, termasuk gejala yang dialami, kapan dimulai, dan pola kekambuhan. Pemeriksaan neurologis akan menilai kekuatan otot, sensasi, refleks, koordinasi, keseimbangan, dan fungsi saraf lainnya.

Pemeriksaan lain bisa melalui pencitraan resonansi magnetik (MRI) otak dan Sumsum tulang belakang. MRI dapat menunjukkan lesi (area kerusakan mielin) di otak dan sumsum tulang belakang. 

Meskipun tidak ada tes darah spesifik untuk Multiple Sclerosis, tes darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan kondisi lain dengan gejala serupa, seperti penyakit Lyme, lupus, atau defisiensi vitamin B12.

Saat ini, belum ada obat untuk menyembuhkan Multiple Sclerosis, namun ada berbagai metode pengobatan dan terapi yang bertujuan untuk mengelola gejala, memperlambat progresivitas penyakit, mengurangi frekuensi kekambuhan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Pengobatan Multiple Sclerosis umumnya dibagi menjadi beberapa kategori, seperti terapi modifikasi penyakit (Disease-Modifying Therapies/DMTs) untuk mengubah perjalanan alami penyakit dengan menekan sistem kekebalan tubuh yang menyerang mielin. Tujuan utamanya adalah mengurangi frekuensi dan keparahan kambuh, memperlambat akumulasi disabilitas, dan mencegah pembentukan lesi baru di otak dan sumsum tulang belakang. 

Keterlambatan Penanganan
Mengutip keterangan resmi MERCK, salah satu tantangan terbesar dalam penanganan Multiple Sclerosis di Indonesia adalah tingkat kesadaran masyarakat yang masih minim. Hal ini kerap berujung pada keterlambatan diagnosis dan penanganan yang pada akhirnya memengaruhi kualitas hidup para penyintas.

Dokter Paulus Sugianto, Ketua Pokja Neuroinfeksi dan Neuroimunologi Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni), menegaskan bahwa diagnosis dan penanganan Multiple Sclerosis di Indonesia menghadapi berbagai kendala. Oleh karena itu, kolaborasi erat antara masyarakat, tenaga kesehatan, dan peningkatan akses penanganan sangat krusial untuk meningkatkan kesadaran dan kualitas hidup pasien.

Dalam upaya meningkatkan kualitas penanganan Multiple Sclerosis, kontribusi sektor swasta menjadi sangat penting, baik dalam mendorong inovasi medis maupun memperluas akses penanganan yang merata bagi pasien. Selain itu, peningkatan kesadaran publik menjadi kunci untuk membangun ekosistem penanganan Multiple Sclerosis yang lebih suportif dan berkelanjutan.

Salah satu inisiatif penting adalah melalui Multiple Sclerosis Awareness Week 2025, sebuah rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas pasien, hingga masyarakat umum untuk lebih meningkatkan kepedulian terhadap isu kesehatan yang satu ini. Keterlibatan multidimensi ini juga diharapkan dapat memicu kolaborasi lintas sektor yang berkelanjutan, guna mendorong perubahan nyata dalam penanganan Multiple Sclerosis..

SEBELUMNYA

Pemain Voli Megawati Hangestri Pertiwi Gabung ke Klub Turki

BERIKUTNYA

Barranquilla Kota Termacet di Dunia, Bandung Masuk 20 Besar

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: