IAI Kritik Rencana Rumah Subsidi 18 m²: Bukan Hunian, Hanya Tempat Bertahan Hidup
18 June 2025 |
20:30 WIB
Pemerintah berwacana memperkecil luas bangunan minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi, sementara luas tanahnya diperkecil menjadi 25 meter persegi. Usulan ini dinilai Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) tidak layak huni dan secara jangka panjang akan menimbulkan masalah serius mulai dari konflik sosial, psikologis, hingga kekumuhan.
Ketua Umum IAI Georgius Budi Yulianto mengatakan ukuran rumah subsidi 18 meter persegi apalagi 14 meter persegi tidak layak huni. Dari sisi standar internasional seperti UN-Habitat, salah satu lembaga naungan PBB, atau standar hunian layak (SDG 11.1), hunian disebut layak huni jika minimal memiliki luas 30 meter persegi untuk satu keluarga.
Baca juga: Arsitek Nilai Desain Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Berisiko bagi Kesehatan dan Tak Layak Huni
Baca juga: Arsitek Nilai Desain Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Berisiko bagi Kesehatan dan Tak Layak Huni
Plus, tambahan 10 meter persegi untuk tiap orang setelah tiga anggota keluarga yang tinggal di rumah. Selain itu, disarankan juga adanya ruang hijau publik dan semi-publik perkotaan minimum 9 meter persegi per penduduk. Termasuk, adanya ruang terbuka hijau yang bisa diakses publik minimum 10 meter persegi per orang.
Di sisi lain, Indonesia sendiri sudah memiliki standar hunian layak dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang Standar Teknis Rumah Sederhana Sehat. Aturan itu membatasi luas minimal per orang di hunian 7,2 meter persegi. Aturan itu juga menyebut luas minimal hunian layak yakni 36 meter persegi untuk keluarga berisi empat orang.
"Banyak regulasi teknis menyebut 9 meter persegi per orang sebagai ukuran layak ruang gerak dasar. Sebelum ada regulasi baru, maka ini yang berlaku untuk menentukan rumah yang layak disubsidi," kata pria yang akrab disapa Boegar itu kepada Hypeabis.id, Rabu (18/6/2025).
Tampilan mock up desain rumah subsidi 18 meter persegi. (Sumber gambar: Kementerian PKP)
Boegar menambahkan rumah dengan luas 14 meter-18 meter persegi hanya bisa digunakan sebagai tempat untuk bertahan hidup, bukan ruma untuk bertumbuh. "Rumah itu adalah benteng terakhir privasi, dengan luas ini tidak mungkin ada privasi yang diperoleh," terangnya.
Arsitek lulusan Universitas Katolik Parahyangan itu juga menegaskan bahwa standar kelayakan rumah bukan hanya dilihat dari sisi luasnya. Tetapi juga ada hal-hal lain yang juga mesti diperhatikan, mulai dari desain tata ruang dengan fungsi yang efisien serta memiliki pencahayaan dan ventilasi yang cukup.
Selain itu, aksesibilitas juga menjadi hal yang krusial. Rumah yang layak huni sebaiknya dekat dengan akses transportasi umum, tempat kerja hingga fasilitas umum dan sosial. Termasuk, dari sisi privasi dan kesehatan. Hunian perlu memiliki privasi yang cukup, yakni pemisahan ruang tidur dan aktivitas lain untuk tiap penghuninya.
Dia menambahkan rumah dengan luas 14 meter-18 meter persegi hanya bisa ditinggali untuk 1 orang. Itu pun harus didesain dengan cerdas, misalnya menggunakan sistem furnitur lipat, tetap memiliki sirkulasi udara yang baik, hingga adanya langit-langit rumah yang tinggi.
Meski demikian, jika tetap dipaksakan, rumah dengan luas 14-18 meter persegi akan memiliki risiko baik secara sosial maupun psikologis. Boegar menyampaikan beberapa riset menunjukkan bahwa hunian dengan luas kurang 10 meter persegi per orang berpotensi memicu stres, depresi, konflik keluarga, hingga menurunkan performa anak-anak dalam belajar.
Selain itu, ketidakcukupan ruang gerak juga bisa menyebabkan agresivitas, ketegangan sosial, bahkan kriminalitas laten di komunitas padat. "Secara jangka panjang akan memicu konflik sosial, psikologis dan perilaku agresif, selain kekumuhan baru di kemudian hari," terang Boegar.
Tampilan mock up desain rumah subsidi 18 meter persegi. (Sumber gambar: Kementerian PKP)
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengusulkan untuk merubah batas minimal luas bangunan rumah bersubsidi dari 21 meter persegi menjadi 18 meter persegi. Pengurangan luas ini diklaim bisa membantu menurunkan harga rumah, sehingga meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk membeli rumah.
Ketentuan mengenai ukuran rumah subsidi berada dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023. Dalam beleid itu, diatur luas tanah rumah tapak subsidi minimal 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi. Sedangkan luas bangunan ditetapkan minimal 21 meter persegi hingga 36 meter persegi.
Setelah usulan itu mencuat, Kementerian PKP meluncurkan konsep mock up rumah subsidi minimalis yang diklaim cocok dibangun di wilayah perkotaan. Konsep mock up rumah subsidi itu dibuat oleh Lippo Group dan bisa dilihat publik di Lobby Nobu Bank Plaza Semanggi, Jakarta.
Ada dua tipe rumah yang ditampilkan yakni Tipe 1 Kamar Tidur (Bedroom) dengan luas bangunan 14 meter persegi dan luas tanah 25 meter persegi (2,6 x 9,6 meter). Untuk pilihan yang lebih luas, yakni Tipe 2 Kamar Tidur (Bedrooms) dengan luas bangunan 23,4 meter persegi dan luas tanah 26,3 meter persegi (2,6 x 10,1 meter).
Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan pihaknya siap menerima berbagai usulan konsep desain rumah subsidi dari seluruh stakeholder perumahan. Hal itu, katanya, diperlukan sebagai salah satu solusi menjawab kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di perkotaan dimana lahan untuk perumahan semakin terbatas.
Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan pihaknya siap menerima berbagai usulan konsep desain rumah subsidi dari seluruh stakeholder perumahan. Hal itu, katanya, diperlukan sebagai salah satu solusi menjawab kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di perkotaan dimana lahan untuk perumahan semakin terbatas.
"Silakan bagi para generasi milenial yang ingin melihat langsung konsep mock up rumah susbidi yang kekinian dan sesuai kebutuhan tempat tinggal, bisa langsung datang ke Lobby Nobu Bank di Plaza Semanggi. Silakan beri masukan dan saran terhadap usulan desain dan konsep rumah subsidi ini," katanya dikutip dari laman resmi Kementerian PKP.
Ara memastikan pihaknya senantiasa menjunjung tinggi demokrasi, penegakan hukum dan mengedepankan tata kelola yang baik dan benar. Salah satunya dengan selalu melibatkan partisipasi publik dengan menyampaikan draf peraturan yang masih terus dikaji, melihat berbagai masukan dan pertimbangan agar peraturan bisa menjawab persoalan dan kebutuhan zaman di sektor perumahan.
"Rencananya rumah dengan desain tersebut akan dibangun di sejumlah kawasan sekitar perkotaan seperti di Bodetabek [Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi] dan kota-kota besar lainnya. Sudah banyak pengembang yang juga berminat membangun rumah subsidi dengan konsep usulan dari Lippo ini," katanya.
Baca juga: Intip Tampilan Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Sesuai Usulan Kementerian PKP
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Baca juga: Intip Tampilan Rumah Subsidi 18 Meter Persegi Sesuai Usulan Kementerian PKP
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.