Menbud Dorong Inovasi & Tata Kelola Museum Agar Dilirik Generasi Muda
26 May 2025 |
15:26 WIB
Jumlah kunjungan publik ke museum dan situs-situs budaya terus meningkat seiring meleknya generasi muda terhadap literasi sejarah. Namun, minat dan antusiasme wisatawan Indonesia untuk pelesiran ke destinasi ini masih rendah dibandingkan dengan negara lain di dunia.
Tantangan dari rendahnya minat kunjungan ini adalah mayoritas publik masih menganggap museum sebagai tempat kuno. Padahal, saat ini sejumlah museum juga sudah memiliki program yang interaktif, tematik, dan edukatif lewat pameran temporer atau tetap di dalamnya.
Baca juga: Ide Museum Date di Jakarta: Menikmati Karya Seni dan Koleksi Benda Bersejarah
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, di tengah perkembangan dunia yang pesat serta disrupsi teknologi yang mengubah kehidupan sehari-hari masyarakat, sejumlah museum di dunia memang menghadapi masalah penting terkait sejauh mana mana peran mereka tetap relevan pada era kiwari.
Di kawasan Asia Tenggara, menurutnya terdapat 2.500 museum yang sedang menghadapi tantangan bagaimana membuat program museum yang inklusif dan menarik. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi untuk memastikan bahwa museum juga berkaitan bagi semua generasi, latar belakang, dan komunitas.
"Museum bukan ruang pasif, tetapi sebuah institusi hidup yang harus berkembang bersama masyarakat yang dilayaninya. Kita harus melangkah bersama dan memastikan bahwa museum-museum se-ASEAN terus berinovasi, inklusif, dan berwawasan ke depan," katanya dalam gelaran SEA Museum Collaboration, baru-baru ini.
Berdasarkan data BLU Museum dan Cagar Budaya Indonesia, pada 2025, sebanyak 70 persen pengunjung museum didominasi mereka yang berusia 35 tahun, dengan kelompok terbesar 37 persen berusia 18 hingga 24 tahun. Dari sinilah Menbud menilai museum memerlukan perubahan dalam merancang, mengkurasi, dan berkomunikasi publik.
Lebih lanjut dia juga mengungkap perlu adanya pemberdayaan komunitas yang dapat merespons isu-isu mendesak seperti kerusakan ekologi dan ketimpangan sosial. “Museum bukanlah ruang pasif, tetapi sebuah institusi hidup yang harus berkembang bersama masyarakat yang dilayaninya," imbuhnya.
Persoalan lain yang harus diperhatikan terkait isu permuseuman adalah upaya preventif untuk mencegah terjadinya kebakaran museum. Di Indonesia, kasus kebakaran seringkali menimpa museum, salah satunya adalah Museum Satria Mandala, yang terbakar pada Januari silam.
Guru Besar Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof. Fatma Lestari mengatakan museum dan situs cagar budaya memang menghadapi berbagai potensi bahaya kebakaran yang perlu diwaspadai.
Kebakaran di Museum Nasional Indonesia pada 17 September 2023 juga menjadi contoh nyata betapa rentannya cagar budaya terhadap ancaman api. Insiden ini bahkan mengakibatkan kerusakan pada sejumlah artefak berharga dan mengakibatkan kehilangan nilai sejarah yang tidak dapat dipulihkan.
"Kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang memadai di situs-situs cagar budaya,” katanya dalam seminar K3 Api Cagar Budaya.
Dalam diskusi yang sama Ahli kimia lulusan FH Reutlingen, Jerman, Sugiarto Goenawan menjelaskan tentang peran penting teknologi kimia dalam upaya pelindungan dan penyelamatan cagar budaya, yakni lewat hasil ciptaannya, berupa sebuah cat yang bisa memadamkan api dengan sendirinya saat terbakar.
Baca juga: Sejarah Hari Museum Internasional & Tema Peringatan Tahun 2025
Sugiarto memaparkan, cara kerja dari cat ini nantinya akan mengembang dengan sendirinya ketika suhu mencapai 250 derajat Celcius. Dia menamakan temuannya dengan kode Uzin SC 35 untuk cat, dan Uzin SC 36 untuk produk pelapis (coating), yang nantinya dapat diaplikasikan ke dalam bangunan cagar budaya.
“Ketika terjadi kebakaran, suhu akan meningkat drastis. Ketika mencapai 250 derajat Celcius, cat ini akan mengembang 50-100 kali lipat. Saat itulah, SC 35 akan mengeluarkan gas CO2 yang berfungsi menghambat perambatan dan pembesaran api,” katanya.
Tantangan dari rendahnya minat kunjungan ini adalah mayoritas publik masih menganggap museum sebagai tempat kuno. Padahal, saat ini sejumlah museum juga sudah memiliki program yang interaktif, tematik, dan edukatif lewat pameran temporer atau tetap di dalamnya.
Baca juga: Ide Museum Date di Jakarta: Menikmati Karya Seni dan Koleksi Benda Bersejarah
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, di tengah perkembangan dunia yang pesat serta disrupsi teknologi yang mengubah kehidupan sehari-hari masyarakat, sejumlah museum di dunia memang menghadapi masalah penting terkait sejauh mana mana peran mereka tetap relevan pada era kiwari.
Di kawasan Asia Tenggara, menurutnya terdapat 2.500 museum yang sedang menghadapi tantangan bagaimana membuat program museum yang inklusif dan menarik. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi untuk memastikan bahwa museum juga berkaitan bagi semua generasi, latar belakang, dan komunitas.
"Museum bukan ruang pasif, tetapi sebuah institusi hidup yang harus berkembang bersama masyarakat yang dilayaninya. Kita harus melangkah bersama dan memastikan bahwa museum-museum se-ASEAN terus berinovasi, inklusif, dan berwawasan ke depan," katanya dalam gelaran SEA Museum Collaboration, baru-baru ini.
Berdasarkan data BLU Museum dan Cagar Budaya Indonesia, pada 2025, sebanyak 70 persen pengunjung museum didominasi mereka yang berusia 35 tahun, dengan kelompok terbesar 37 persen berusia 18 hingga 24 tahun. Dari sinilah Menbud menilai museum memerlukan perubahan dalam merancang, mengkurasi, dan berkomunikasi publik.
Lebih lanjut dia juga mengungkap perlu adanya pemberdayaan komunitas yang dapat merespons isu-isu mendesak seperti kerusakan ekologi dan ketimpangan sosial. “Museum bukanlah ruang pasif, tetapi sebuah institusi hidup yang harus berkembang bersama masyarakat yang dilayaninya," imbuhnya.
Persoalan lain yang harus diperhatikan terkait isu permuseuman adalah upaya preventif untuk mencegah terjadinya kebakaran museum. Di Indonesia, kasus kebakaran seringkali menimpa museum, salah satunya adalah Museum Satria Mandala, yang terbakar pada Januari silam.
Guru Besar Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Prof. Fatma Lestari mengatakan museum dan situs cagar budaya memang menghadapi berbagai potensi bahaya kebakaran yang perlu diwaspadai.
Kebakaran di Museum Nasional Indonesia pada 17 September 2023 juga menjadi contoh nyata betapa rentannya cagar budaya terhadap ancaman api. Insiden ini bahkan mengakibatkan kerusakan pada sejumlah artefak berharga dan mengakibatkan kehilangan nilai sejarah yang tidak dapat dipulihkan.
"Kasus ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang memadai di situs-situs cagar budaya,” katanya dalam seminar K3 Api Cagar Budaya.
Dalam diskusi yang sama Ahli kimia lulusan FH Reutlingen, Jerman, Sugiarto Goenawan menjelaskan tentang peran penting teknologi kimia dalam upaya pelindungan dan penyelamatan cagar budaya, yakni lewat hasil ciptaannya, berupa sebuah cat yang bisa memadamkan api dengan sendirinya saat terbakar.
Baca juga: Sejarah Hari Museum Internasional & Tema Peringatan Tahun 2025
Sugiarto memaparkan, cara kerja dari cat ini nantinya akan mengembang dengan sendirinya ketika suhu mencapai 250 derajat Celcius. Dia menamakan temuannya dengan kode Uzin SC 35 untuk cat, dan Uzin SC 36 untuk produk pelapis (coating), yang nantinya dapat diaplikasikan ke dalam bangunan cagar budaya.
“Ketika terjadi kebakaran, suhu akan meningkat drastis. Ketika mencapai 250 derajat Celcius, cat ini akan mengembang 50-100 kali lipat. Saat itulah, SC 35 akan mengeluarkan gas CO2 yang berfungsi menghambat perambatan dan pembesaran api,” katanya.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.