Eka Annash The Brandals: Memaknai Musik Sebagai Media Perlawanan
23 May 2025 |
21:00 WIB
Eka Annash, barangkali adalah segelintir musisi yang masih vokal menyuarakan isu-isu seputar kritik sosial dan politik lewat syair-syairnya. Vokalis grup The Brandals, ini juga dikenal lewat aksi-aksinya yang eksplosif dan penuh energi saat berada di atas panggung.
Bagi Eka, musik memang menjadi salah satu medium untuk menyuarakan keresahan. Salah satunya dalam merespons isu-isu sosial di masyarakat, seperti korupsi, kekerasan aparat, ketimpangan sosial, dan manipulasi sejarah dalam lirik-lirik mereka yang berani.
Belum lama ini, mereka juga ikut turun ke jalan saat aksi May Day atau Hari Buruh dan beraksi di depan buruh. Di atas truk, The Brandals juga menyanyikan lagu andalan mereka seperti “Jari Kasar”, “24.00 Lewat”, dan “Awas Polisi!", yang membangkitkan semangat para demonstran.
"Kita melihat keperluan untuk hadir dan berpartisipasi dengan buruh, karena kita ikut merasakan juga apa yang jadi tekanan dan polemik mereka. Gelombang PHK yang besar, harga kebutuhan yang pada naik, semua ikut merasakan banget dampaknya," katanya saat ditemui usai beraksi di mataWaktu.
Baca juga: Reza Rahadian Ikut Demo Tolak RUU Pilkada di Gedung DPR, Begini Isi Orasinya
Menurut Eka, buruh dan musisi adalah teman senasib sepenanggungan. Sebab seniman atau pekerja seni merupakan entitas yang sangat rentan karena tidak tergabung di dalam koalisi, atau organisasi tertentu, oleh karena itu hak-hak mereka perlu disuarakan terus, agar suaranya bergema.
Kendati di kalangan musisi terdapat koalisi, tapi menurut Eka orang yang bercokol di dalamnya ibarat menara gading. Mereka didominasi oleh sekelompok orang yang mapan dan tak pernah memperhatikan geliat di akar rumput, atau lingkaran musik-musik independen.
"Dari polemik yang terjadi seperti Hak Cipta, bahkan menurut saya sudah mirip parodi. Sebab dari dulu industri musik di Indonesia tidak didesain untuk menguntungkan musisinya, di mana pada tahun 2000-an, baru mulai dibenahi, meskipun tidak kelar-kelar juga," imbuhnya.
Menyikapi hal tersebut, Eka dan The Brandals juga memiliki cara jitu untuk mengakalinya. Misalnya, mereka tidak pernah memberikan master album ciptaaan kepada label rekaman. Ini dilakukan sebagai bentuk kontrol atas karya-karya musik mereka saat digunakan dan didistribusikan.
Eka mengungkap, saat ini The Brandals telah menelurkan 5 album, di mana semua masternya dipegang sendiri oleh band. Alhasil ketika mereka membutuhkan rekaman asli tersebut bakal lebih mudah prosesnya alih-alih berkolaborasi dengan label lewat perjanjian "jual putus".
"Prinsip inilah yang juga direplikasi di The Waiting Room dan The Brandals. Sebab inilah tempat saya untuk merefleksikan keresahan. Jadi harus sadar sebagai musisi dulu, plus sadar untuk menyuarakan isu-isu yang terjadi di sekeliling kita," katanya.
Sebagai tambahan informasi, Eka Annash adalah seorang musisi, vokalis, dan sosok penting dalam skena musik independen Indonesia. Dia dikenal sebagai vokalis utama dari band rock The Brandals, yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan musik garage rock di Jakarta sejak awal 2000-an.
Bersama The Brandals, Eka Annash turut menciptakan beberapa karya terbaik dari band rock itu seperti, album Selftitled pada 2003, album Audio Imperialist pada 2005, dan album Brandalisme pada 2007. Pada 2023, mereka juga menelurkan album Era Agressor dapat didengar di berbagai platform streaming digital
Era Agressor dinilai banyak pihak sebagai album yang paling tajam dari band tersebut dalam mengkritik berbagai hal yang terjadi di sekitar kita. Lewat album ini, The Brandals mencoba menyuarakan suara hati rakyat dengan menyampaikan kritik sosial secara lantang, tajam, dan tanpa kompromi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Bagi Eka, musik memang menjadi salah satu medium untuk menyuarakan keresahan. Salah satunya dalam merespons isu-isu sosial di masyarakat, seperti korupsi, kekerasan aparat, ketimpangan sosial, dan manipulasi sejarah dalam lirik-lirik mereka yang berani.
Belum lama ini, mereka juga ikut turun ke jalan saat aksi May Day atau Hari Buruh dan beraksi di depan buruh. Di atas truk, The Brandals juga menyanyikan lagu andalan mereka seperti “Jari Kasar”, “24.00 Lewat”, dan “Awas Polisi!", yang membangkitkan semangat para demonstran.
"Kita melihat keperluan untuk hadir dan berpartisipasi dengan buruh, karena kita ikut merasakan juga apa yang jadi tekanan dan polemik mereka. Gelombang PHK yang besar, harga kebutuhan yang pada naik, semua ikut merasakan banget dampaknya," katanya saat ditemui usai beraksi di mataWaktu.
Baca juga: Reza Rahadian Ikut Demo Tolak RUU Pilkada di Gedung DPR, Begini Isi Orasinya
Menurut Eka, buruh dan musisi adalah teman senasib sepenanggungan. Sebab seniman atau pekerja seni merupakan entitas yang sangat rentan karena tidak tergabung di dalam koalisi, atau organisasi tertentu, oleh karena itu hak-hak mereka perlu disuarakan terus, agar suaranya bergema.
Kendati di kalangan musisi terdapat koalisi, tapi menurut Eka orang yang bercokol di dalamnya ibarat menara gading. Mereka didominasi oleh sekelompok orang yang mapan dan tak pernah memperhatikan geliat di akar rumput, atau lingkaran musik-musik independen.
"Dari polemik yang terjadi seperti Hak Cipta, bahkan menurut saya sudah mirip parodi. Sebab dari dulu industri musik di Indonesia tidak didesain untuk menguntungkan musisinya, di mana pada tahun 2000-an, baru mulai dibenahi, meskipun tidak kelar-kelar juga," imbuhnya.
The Brandals akustik saat tampil di Yayasan Riset Visual MataWaktu, Rabu (21/5/25). (sumber gambar: Hypeabis.id/Robby Fathan)
Eka mengungkap, saat ini The Brandals telah menelurkan 5 album, di mana semua masternya dipegang sendiri oleh band. Alhasil ketika mereka membutuhkan rekaman asli tersebut bakal lebih mudah prosesnya alih-alih berkolaborasi dengan label lewat perjanjian "jual putus".
"Prinsip inilah yang juga direplikasi di The Waiting Room dan The Brandals. Sebab inilah tempat saya untuk merefleksikan keresahan. Jadi harus sadar sebagai musisi dulu, plus sadar untuk menyuarakan isu-isu yang terjadi di sekeliling kita," katanya.
Sebagai tambahan informasi, Eka Annash adalah seorang musisi, vokalis, dan sosok penting dalam skena musik independen Indonesia. Dia dikenal sebagai vokalis utama dari band rock The Brandals, yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan musik garage rock di Jakarta sejak awal 2000-an.
Bersama The Brandals, Eka Annash turut menciptakan beberapa karya terbaik dari band rock itu seperti, album Selftitled pada 2003, album Audio Imperialist pada 2005, dan album Brandalisme pada 2007. Pada 2023, mereka juga menelurkan album Era Agressor dapat didengar di berbagai platform streaming digital
Era Agressor dinilai banyak pihak sebagai album yang paling tajam dari band tersebut dalam mengkritik berbagai hal yang terjadi di sekitar kita. Lewat album ini, The Brandals mencoba menyuarakan suara hati rakyat dengan menyampaikan kritik sosial secara lantang, tajam, dan tanpa kompromi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.