5 Tantangan Mompreneur di Indonesia yang Jarang Dibicarakan
20 May 2025 |
16:00 WIB
Di tengah gempuran peran rumah tangga dan dunia bisnis, semakin banyak perempuan Indonesia memilih menjadi mompreneur, ibu yang menjalankan usaha sambil mengelola keluarga. Fenomena ini bukan sekadar tren, melainkan cerminan semangat perempuan masa kini untuk mandiri ekonomi tanpa meninggalkan peran penting keluarga.
Namun, di balik semangat dan tekad itu, tersimpan realitas yang sering tak banyak diketahui publik. Mompreneur harus menghadapi tekanan sosial, beban peran ganda, hingga tantangan dalam membangun kredibilitas di tengah stereotip gender yang masih mengakar kuat. Perjuangan mereka sering kali luput dari sorotan, padahal kisah-kisah ini layak didengar dan mendapat dukungan.
Baca juga: Hypereport: Tangan Dingin Couplepreneur Membangun Ladang Cuan
Sebagai rumah bagi berbagai brand lokal di kategori Mom and Kids, Hypefast menghimpun kisah para pendiri brand seperti Sheyla Taradia (BeeMe) dan Devy Natalia (BohoPanna) yang membagikan perjalanan mereka dalam podcast That’s Mad!
Berikut lima fakta yang jarang dibicarakan tentang tantangan menjadi mompreneur di Indonesia:
Meski jumlah pelaku UMKM perempuan sangat besar, kepercayaan publik terhadap kepemimpinan perempuan dalam bisnis masih belum merata. Dari sisi sosial, mompreneur masih menghadapi ketimpangan gender (gender gap) yang mempengaruhi persepsi publik terhadap kemampuannya memimpin dan berbisnis.
Stereotip yang masih kuat ini sering kali menghambat kepercayaan dari mitra, tim, maupun pasar, terutama di tahap awal bisnis. Hal ini diungkapkan oleh Sheyla Taradia Habib, pendiri brand skincare ibu dan bayi BeeMe.
"Saat jualan thrifting, aku diledekin. Bahkan, ada salah satu karyawan terbaikku yang memutuskan untuk keluar karena dia gak lihat masa depan di BeeMe. Meski sempat down, tapi itu juga yang akhirnya bikin aku ingin membuktikan dan membesarkan BeeMe," ujar Sheyla.
Tak hanya menghadapi ekspektasi sosial, banyak mompreneur juga dihadapkan pada realita peran ganda yang melelahkan. Menjadi ibu, istri, sekaligus pemilik bisnis membutuhkan manajemen energi dan emosi yang luar biasa.
Co-Founder BohoPanna Devy Natalia, brand fashion anak yang kini menembus pasar internasional, menceritakan bahwa transisinya dari ibu rumah tangga menjadi pengusaha menuntut disiplin tinggi dan manajemen waktu yang ketat. Ia berbagi pengalaman saat awal membangun bisnis dari rumah sambil mengurus anak.
“Aku mulai produksi dari rumah, sambil tetap mengurus anak. Di ruangan 3x3 bersama anak keduaku saat itu aku nitikin baju kimono. Bahan baju Boho ramah lingkungan, tapi aku gak sadar itu gak ramah buat anak keduaku yang baru lahir,” ujar Devy.
Momen tersebut menjadi titik balik baginya dalam menyeimbangkan ambisi bisnis dengan kesejahteraan keluarga.
Alih-alih melihat anak sebagai “gangguan” saat bekerja, Sheyla justru melibatkan anak-anaknya dalam proses bisnis. Ia sering mengajak mereka ke rapat untuk memberi pemahaman tentang pekerjaan orang tua.
“Mereka jadi ngerti dan bahkan punya ide bisnis sendiri di sekolah,” katanya. Pendekatan ini memperlihatkan bahwa parenting dan entrepreneurship bisa berjalan beriringan.
Namun, di balik segala tantangan, banyak ibu justru menunjukkan ketangguhan luar biasa, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 dari OJK dan BPS menunjukkan bahwa ibu rumah tangga menempati posisi ketiga dalam indeks literasi keuangan nasional, yakni sebesar 64,44%.
Pengalaman mereka dalam mengatur keuangan rumah tangga menjadi modal penting dalam menjalankan usaha, mulai dari mengelola arus kas hingga mengatur anggaran dan efisiensi operasional.
Kekuatan lain yang dimiliki para mompreneur adalah literasi digital dan kemampuan mereka dalam membangun komunitas.
Lebih dari sekadar ruang curhat, komunitas ibu terbukti memiliki kekuatan ekonomi. Riset dari The AsianParent menyebutkan bahwa 90% ibu aktif di media sosial setiap hari, dan delapan dari sepuluh mengandalkan rekomendasi sesama orang tua untuk keputusan pembelian.
Sheyla memanfaatkan kekuatan ini dengan membangun komunitas Ibuku Bahagia yang kini memiliki lebih dari 18.500 pengikut di Instagram, sekaligus menjadi medium kolaborasi brand dan edukasi digital.
Perjalanan para mompreneur seperti Sheyla dan Devy membuktikan bahwa membangun bisnis sambil membesarkan keluarga bukanlah hal mustahil. Namun untuk itu, dibutuhkan lebih dari sekadar strategi bisnis yaitu ketangguhan, kepemimpinan diri, dan komunitas yang saling mendukung.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Namun, di balik semangat dan tekad itu, tersimpan realitas yang sering tak banyak diketahui publik. Mompreneur harus menghadapi tekanan sosial, beban peran ganda, hingga tantangan dalam membangun kredibilitas di tengah stereotip gender yang masih mengakar kuat. Perjuangan mereka sering kali luput dari sorotan, padahal kisah-kisah ini layak didengar dan mendapat dukungan.
Baca juga: Hypereport: Tangan Dingin Couplepreneur Membangun Ladang Cuan
Sebagai rumah bagi berbagai brand lokal di kategori Mom and Kids, Hypefast menghimpun kisah para pendiri brand seperti Sheyla Taradia (BeeMe) dan Devy Natalia (BohoPanna) yang membagikan perjalanan mereka dalam podcast That’s Mad!
Berikut lima fakta yang jarang dibicarakan tentang tantangan menjadi mompreneur di Indonesia:
1. Stereotip dan Gender Gap Masih Jadi Hambatan Nyata
Meski jumlah pelaku UMKM perempuan sangat besar, kepercayaan publik terhadap kepemimpinan perempuan dalam bisnis masih belum merata. Dari sisi sosial, mompreneur masih menghadapi ketimpangan gender (gender gap) yang mempengaruhi persepsi publik terhadap kemampuannya memimpin dan berbisnis.Stereotip yang masih kuat ini sering kali menghambat kepercayaan dari mitra, tim, maupun pasar, terutama di tahap awal bisnis. Hal ini diungkapkan oleh Sheyla Taradia Habib, pendiri brand skincare ibu dan bayi BeeMe.
"Saat jualan thrifting, aku diledekin. Bahkan, ada salah satu karyawan terbaikku yang memutuskan untuk keluar karena dia gak lihat masa depan di BeeMe. Meski sempat down, tapi itu juga yang akhirnya bikin aku ingin membuktikan dan membesarkan BeeMe," ujar Sheyla.
2. Peran Ganda Ibu dan Pengusaha Bukan Hal Mudah
Tak hanya menghadapi ekspektasi sosial, banyak mompreneur juga dihadapkan pada realita peran ganda yang melelahkan. Menjadi ibu, istri, sekaligus pemilik bisnis membutuhkan manajemen energi dan emosi yang luar biasa.Co-Founder BohoPanna Devy Natalia, brand fashion anak yang kini menembus pasar internasional, menceritakan bahwa transisinya dari ibu rumah tangga menjadi pengusaha menuntut disiplin tinggi dan manajemen waktu yang ketat. Ia berbagi pengalaman saat awal membangun bisnis dari rumah sambil mengurus anak.
“Aku mulai produksi dari rumah, sambil tetap mengurus anak. Di ruangan 3x3 bersama anak keduaku saat itu aku nitikin baju kimono. Bahan baju Boho ramah lingkungan, tapi aku gak sadar itu gak ramah buat anak keduaku yang baru lahir,” ujar Devy.
Momen tersebut menjadi titik balik baginya dalam menyeimbangkan ambisi bisnis dengan kesejahteraan keluarga.
3. Anak Bukan Halangan, Justru Bisa Jadi Mitra Belajar
Alih-alih melihat anak sebagai “gangguan” saat bekerja, Sheyla justru melibatkan anak-anaknya dalam proses bisnis. Ia sering mengajak mereka ke rapat untuk memberi pemahaman tentang pekerjaan orang tua.“Mereka jadi ngerti dan bahkan punya ide bisnis sendiri di sekolah,” katanya. Pendekatan ini memperlihatkan bahwa parenting dan entrepreneurship bisa berjalan beriringan.
4. Mompreneur Unggul dalam Literasi Keuangan dan Digital
Namun, di balik segala tantangan, banyak ibu justru menunjukkan ketangguhan luar biasa, termasuk dalam hal pengelolaan keuangan. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 dari OJK dan BPS menunjukkan bahwa ibu rumah tangga menempati posisi ketiga dalam indeks literasi keuangan nasional, yakni sebesar 64,44%.Pengalaman mereka dalam mengatur keuangan rumah tangga menjadi modal penting dalam menjalankan usaha, mulai dari mengelola arus kas hingga mengatur anggaran dan efisiensi operasional.
5. Komunitas Ibu Punya Daya Ungkit Ekonomi yang Kuat
Kekuatan lain yang dimiliki para mompreneur adalah literasi digital dan kemampuan mereka dalam membangun komunitas.Lebih dari sekadar ruang curhat, komunitas ibu terbukti memiliki kekuatan ekonomi. Riset dari The AsianParent menyebutkan bahwa 90% ibu aktif di media sosial setiap hari, dan delapan dari sepuluh mengandalkan rekomendasi sesama orang tua untuk keputusan pembelian.
Sheyla memanfaatkan kekuatan ini dengan membangun komunitas Ibuku Bahagia yang kini memiliki lebih dari 18.500 pengikut di Instagram, sekaligus menjadi medium kolaborasi brand dan edukasi digital.
Perjalanan para mompreneur seperti Sheyla dan Devy membuktikan bahwa membangun bisnis sambil membesarkan keluarga bukanlah hal mustahil. Namun untuk itu, dibutuhkan lebih dari sekadar strategi bisnis yaitu ketangguhan, kepemimpinan diri, dan komunitas yang saling mendukung.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.