Transformasi Berkesenian Sasya Tranggono Hadir dalam Pameran Habis Gelap Terbitlah Terang
21 April 2025 |
22:42 WIB
Seniman Sasya Tranggono sepertinya tak pernah henti bereksplorasi. Setelah pada akhir 2024 menghelat pameran di galeri Zen1, kiwari perupa berusia 66 tahun itu, kembali menggelar seteleng tunggal di Bentara Budaya Art Gallery, Jakarta, bertajuk Habis Gelap Terbitlah Terang.
Menjadi pameran ke sekian, seteleng ini memang dihadirkan untuk menyambut Hari Kartini. Berlangsung pada 21 April sampai 21 Mei 2025, pameran ini mengetengahkan isu perempuan, khususnya kisah perjalanan, dan eksplorasi artistik Sasya Tranggono, sejak aktif di dunia kesenian pada dekade 90-an.
Baca juga: Narasi Religi dalam Wayang Seniman Sasya Tranggono di Pameran The Holy Journey
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Veronica Tan mengatakan, semangat perjuangan R.A Kartini perlu ditransformasikan dalam berbagai hal, tak terkecuali karya seni. Menurutnya, apa yang dicita-citakan pahlawan asal Jepara, itu juga masih harus terus diaktualisasikan oleh perempuan masa kini.
"Dari Kartini kita bisa belajar tentang mimpi. Dan ketika kita berani untuk melangkah, maka perempuan berani untuk mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan," katanya saat membuka pameran, Senin, (21/4/25).
Setali tiga uang, seniman Sasya Tranggono mengatakan, pemilihan tanggal 21 April, untuk pembukaan pamerannya memang didedikasikan untuk Kartini, dan kaum perempuan. Selain merujuk pada buku karya Kartini, tajuk Habis Gelap Terbitlah Terang juga berkaitan dengan kiprah kesenimanannya.
Sasya menjelaskan, karya-karya dalam pameran ini merefleksikan transformasi perjalanan artistiknya sedari awal menekuni kesenian. Lain dari itu, tajuk tersebut dipilih karena merepresentasikan perjalanan spiritualnya sebagai seorang Kristiani, yang menemukan 'cahaya' dari kitab Injil yang dibaca.
"Lewat pameran ini saya juga ingin merefleksikan bahwa peran perempuan itu sangat penting untuk keluarga dan bangsa. Sebab, dia 'menelurkan' generasi yang akan datang. Oleh karena itu saya berharap generasi muda juga bisa meneruskan semangat ini," katanya.
Sementara itu kurator pameran, Hilmi Faiq mengatakan, karya-karya yang dihadirkan dalam pameran ini memang menghadirkan transformasi pengkaryaan Sasya. Di antaranya mulai dari penggunaan material, tema, dan kecenderungan simbol-simbol yang dihadirkan, dan lekat dengan perempuan.
Berbeda dengan seniman perempuan segenerasinya, Sasya memang memiliki corak tersendiri, misalnya dengan figur-figur wayang yang dilukis dengan gaya-gaya unik. Kendati menggunakan wayang, akan tetapi menurut Hilmi, karya-karyanya telah lepas dari pakem-pakem yang mengikat.
Momen tersebut misalnya, terefleksi dalam karya bertajuk Betrayed by a kiss (mix media on paper, 113 x193 cm, 2022) yang mengimak adegan Perjamuan Terakhir. Dalam karya ini Sasya menggambar sosok Yesus saat makan malam bersama 12 muridnya, di mana kelak salah satu akan menghianatinya.
Namun, alih-alih menggambar selusin murid yang semuanya laki-laki itu, Sasya justru menggantinya dengan 12 karakter perempuan. Mereka digambarkan dalam wajah yang sendu, dengan 3 di antaranya tampil laiknya wayang golek. uniknya, Sasya juga menggunakan palet pink, yang tidak ada dalam warna asli pewayangan.
"Dari segi crafting, dan cara pengekspresian, karya-karya Sasya juga berbeda dengan wayang yang pernah saya temukan. Mana ada wayang dengan warna pink? Tapi dengan segala kebebasannya, Sasya justru melampaui [pakem] itu," kata Hilmi Faiq.
Selain mengeksplorasi wayang, Sasya juga meneroka tema perempuan dengan simbol-simbol lain. Di antaranya adalah bunga dan kupu-kupu. Idiom bunga, menurut Sasya adalah simbol pertama yang dieksplorasi sejak dia tinggal di Belanda untuk meneruskan pendidikan.
Karya-karya dengan simbol ini misal, terefleksi dalam lukisan bertajuk You Lead The Way and I will Follow (2020), He is my Prince of Peace, (2020), You, Where I Belong, (2020), dan My Sin was Great, but your Love was Greater (2025). Semua lukisan ini hadir dengan palet-palet yang cerah dan terkesan hidup.
Sementara itu, kupu-kupu menurut Sasya merepresentasikan metamorfosis kaum perempuan yang melewati berbagai tantangan. Kupu-kupu dalam karyanya ini juga menjadi simbol kekuatan intrinsik perempuan, yang digambarkan melalui penggunaan berbagai material, mulai dari batu, pasir, dan campuran lain.
"Ini juga bentuk eksplorasi saya terhadap material lain. Mulai dari cat air di atas kanvas, akrilik, dan mencoba media lain. Jadi, di pameran ini objek karyaku berubah, atau semacam metamorfosis," katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Menjadi pameran ke sekian, seteleng ini memang dihadirkan untuk menyambut Hari Kartini. Berlangsung pada 21 April sampai 21 Mei 2025, pameran ini mengetengahkan isu perempuan, khususnya kisah perjalanan, dan eksplorasi artistik Sasya Tranggono, sejak aktif di dunia kesenian pada dekade 90-an.
Baca juga: Narasi Religi dalam Wayang Seniman Sasya Tranggono di Pameran The Holy Journey
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Veronica Tan mengatakan, semangat perjuangan R.A Kartini perlu ditransformasikan dalam berbagai hal, tak terkecuali karya seni. Menurutnya, apa yang dicita-citakan pahlawan asal Jepara, itu juga masih harus terus diaktualisasikan oleh perempuan masa kini.
"Dari Kartini kita bisa belajar tentang mimpi. Dan ketika kita berani untuk melangkah, maka perempuan berani untuk mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan," katanya saat membuka pameran, Senin, (21/4/25).
Setali tiga uang, seniman Sasya Tranggono mengatakan, pemilihan tanggal 21 April, untuk pembukaan pamerannya memang didedikasikan untuk Kartini, dan kaum perempuan. Selain merujuk pada buku karya Kartini, tajuk Habis Gelap Terbitlah Terang juga berkaitan dengan kiprah kesenimanannya.
Sasya menjelaskan, karya-karya dalam pameran ini merefleksikan transformasi perjalanan artistiknya sedari awal menekuni kesenian. Lain dari itu, tajuk tersebut dipilih karena merepresentasikan perjalanan spiritualnya sebagai seorang Kristiani, yang menemukan 'cahaya' dari kitab Injil yang dibaca.
"Lewat pameran ini saya juga ingin merefleksikan bahwa peran perempuan itu sangat penting untuk keluarga dan bangsa. Sebab, dia 'menelurkan' generasi yang akan datang. Oleh karena itu saya berharap generasi muda juga bisa meneruskan semangat ini," katanya.
Sejumlah pengunjung menikmati pameran bertajuk Habis Gelap Terbitlah Terang di Bentara Art Budaya Galery, Jakarta, Senin (21/4/2025). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Berbeda dengan seniman perempuan segenerasinya, Sasya memang memiliki corak tersendiri, misalnya dengan figur-figur wayang yang dilukis dengan gaya-gaya unik. Kendati menggunakan wayang, akan tetapi menurut Hilmi, karya-karyanya telah lepas dari pakem-pakem yang mengikat.
Momen tersebut misalnya, terefleksi dalam karya bertajuk Betrayed by a kiss (mix media on paper, 113 x193 cm, 2022) yang mengimak adegan Perjamuan Terakhir. Dalam karya ini Sasya menggambar sosok Yesus saat makan malam bersama 12 muridnya, di mana kelak salah satu akan menghianatinya.
Namun, alih-alih menggambar selusin murid yang semuanya laki-laki itu, Sasya justru menggantinya dengan 12 karakter perempuan. Mereka digambarkan dalam wajah yang sendu, dengan 3 di antaranya tampil laiknya wayang golek. uniknya, Sasya juga menggunakan palet pink, yang tidak ada dalam warna asli pewayangan.
"Dari segi crafting, dan cara pengekspresian, karya-karya Sasya juga berbeda dengan wayang yang pernah saya temukan. Mana ada wayang dengan warna pink? Tapi dengan segala kebebasannya, Sasya justru melampaui [pakem] itu," kata Hilmi Faiq.
Karya Sasya Tranggono bertajuk Betrayed by a kiss dalam pameran bertajuk Habis Gelap Terbitlah Terang di Bentara Art Budaya Galery, Jakarta, Senin (21/4/2025). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Selain mengeksplorasi wayang, Sasya juga meneroka tema perempuan dengan simbol-simbol lain. Di antaranya adalah bunga dan kupu-kupu. Idiom bunga, menurut Sasya adalah simbol pertama yang dieksplorasi sejak dia tinggal di Belanda untuk meneruskan pendidikan.
Karya-karya dengan simbol ini misal, terefleksi dalam lukisan bertajuk You Lead The Way and I will Follow (2020), He is my Prince of Peace, (2020), You, Where I Belong, (2020), dan My Sin was Great, but your Love was Greater (2025). Semua lukisan ini hadir dengan palet-palet yang cerah dan terkesan hidup.
Sementara itu, kupu-kupu menurut Sasya merepresentasikan metamorfosis kaum perempuan yang melewati berbagai tantangan. Kupu-kupu dalam karyanya ini juga menjadi simbol kekuatan intrinsik perempuan, yang digambarkan melalui penggunaan berbagai material, mulai dari batu, pasir, dan campuran lain.
"Ini juga bentuk eksplorasi saya terhadap material lain. Mulai dari cat air di atas kanvas, akrilik, dan mencoba media lain. Jadi, di pameran ini objek karyaku berubah, atau semacam metamorfosis," katanya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.