Film Mungkin Kita Perlu Waktu Rilis Official Trailer, Perlihatkan Situasi Keluarga yang Renggang
19 April 2025 |
11:48 WIB
Film Mungkin Kita Perlu Waktu (2025), sebuah karya terbaru dari sutradara Teddy Soeriaatmadja, hasil produksi Kathanika Films, Adhya Pictures, dan Karuna Pictures, telah merilis official trailer jelang penayangannya pada 15 Mei 2025 mendatang.
Cuplikan video berdurasi 1 menit 55 detik ini dapat disaksikan melalui kanal YouTube Adhya Pictures dan media sosial resmi para mitra produksi. Memperlihatkan situasi sebuah keluarga yang makin renggang akibat sebuah peristiwa traumatis. Melalui cuplikannya, penonton diajak mengintip konflik emosional yang disajikan dengan hangat, jujur, dan penuh makna.
Kepergian Sara, putri sulung dalam keluarga yang meninggal dunia, menjadi pukulan besar bagi keluarga. Sejak saat itu, Ombak yang merupakan anak kedua, depresi dengan nasibnya.
Baca juga: Tale of the Land & Yohanna Raih Penghargaan di Asian Film Festival 2025 di Roma
Sang Ayah, Restu mati-matian menjaga keutuhan keluarga, dan sang Ibu, Kasih terus-menerus marah dengan keadaan. Tak merasa nyaman di rumah, Ombak mendapatkan semangat dari teman dekatnya, Aleiqa dan pertolongan dari psikolog Nana.
Jajaran pemain film ini meliputi, Bima Azriel sebagai Ombak, Tissa Biani sebagai Aleiqa, Sha Ine Febriyanti sebagai Kasih, Lukman Sardi sebagai Restu, Naura Hakim sebagai Sara, dan Asri Welas sebagai Nana.
Meski alur ceritanya berotasi dari satu peristiwa traumatis, film ini berusaha menyuguhkan dinamika hubungan keluarga sehari-hari yang muaranya adalah masalah komunikasi, persoalan klasik keluarga di Indonesia.
Mulai dari hubungan suami dan istri, Restu dan Kasih yang meski sudah menikah puluhan tahun, tetapi komunikasinya buruk, sehingga kerap saling berasumsi. Lalu ada juga hubungan orang tua dan anak.
Begitupun Ombak, yang meski tinggal serumah dan sering makan bersama, mereka tetap tidak tahu cara berkomunikasi yang baik satu sama lain. Sang anak terlihat selalu emosi saat berbicara dengan orang tuanya, tapi justru senang saat bersama dengan temannya.
Lukman Sardi, pemeran Restu dalam film sekaligus Produser Eksekutif dari Kathanika Films menyampaikan bahwa film ini mungkin menjadi gambaran banyak keluarga di Indonesia, yang terlihat baik-baik saja tetapi sebenarnya juga tidak hangat dan tidak utuh.
"Ada gap di sana-sini, bisa jadi karena perbedaan generasi, sehingga cara memandang kehidupan juga berbeda. Tapi kalau terus menerus dibiarkan, akan menjadi luka dalam sebuah keluarga," katanya, dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (19/4/2025).
Lebih lanjut, dia berujar film ini justru mau menitipkan pertanyaan kepada orang tua dan para anak-anak yang sedang beranjak dewasa, "kalian mau menciptakan keluarga yang seperti apa di rumah?"
Berkaitan dengan tema griefing, Teddy Soeriaatmadja, sutradara film Mungkin Kita Perlu Waktu, mengungkapkan bahwa alur dan masing-masing karakter di film ini merepresentasikan lima tahap berduka atau five stages of grief.
“Ada karakter yang fasenya denial, dia merasa baik-baik saja, ada karakter yang fasenya anger, dia merasa marah dengan kondisinya, ada karakter yang fasenya depresi, dia merasa terpuruk dan putus asa. Itu semua manusiawi sekali, dan ini yang mau kita gambarkan, bahwa setiap manusia punya kapasitas memproses trauma yang berbeda-beda," kata Teddy.
Di sisi lain, Ricky Wijaya, produser eksekutif film Mungkin Kita Perlu Waktu, menyampaikan optimismenya terhadap genre film drama keluarga. Menurutnya, saat ini genre tersebut sedang banyak diminati oleh penonton film Indonesia, tak kalah saing dengan genre film horor.
"Genre ini selalu punya tempat di hati masyarakat karena mengangkat realita sehari-hari, dan selalu ada pesan yang bisa kita bawa pulang setelah menontonnya. Kami optimis film ini punya value yang besar untuk masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Film Dasim Tayang 15 Mei 2025, Angkat Kisah Nyata Jin Penghancur Rumah Tangga
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Cuplikan video berdurasi 1 menit 55 detik ini dapat disaksikan melalui kanal YouTube Adhya Pictures dan media sosial resmi para mitra produksi. Memperlihatkan situasi sebuah keluarga yang makin renggang akibat sebuah peristiwa traumatis. Melalui cuplikannya, penonton diajak mengintip konflik emosional yang disajikan dengan hangat, jujur, dan penuh makna.
Kepergian Sara, putri sulung dalam keluarga yang meninggal dunia, menjadi pukulan besar bagi keluarga. Sejak saat itu, Ombak yang merupakan anak kedua, depresi dengan nasibnya.
Baca juga: Tale of the Land & Yohanna Raih Penghargaan di Asian Film Festival 2025 di Roma
Sang Ayah, Restu mati-matian menjaga keutuhan keluarga, dan sang Ibu, Kasih terus-menerus marah dengan keadaan. Tak merasa nyaman di rumah, Ombak mendapatkan semangat dari teman dekatnya, Aleiqa dan pertolongan dari psikolog Nana.
Jajaran pemain film ini meliputi, Bima Azriel sebagai Ombak, Tissa Biani sebagai Aleiqa, Sha Ine Febriyanti sebagai Kasih, Lukman Sardi sebagai Restu, Naura Hakim sebagai Sara, dan Asri Welas sebagai Nana.
Meski alur ceritanya berotasi dari satu peristiwa traumatis, film ini berusaha menyuguhkan dinamika hubungan keluarga sehari-hari yang muaranya adalah masalah komunikasi, persoalan klasik keluarga di Indonesia.
Mulai dari hubungan suami dan istri, Restu dan Kasih yang meski sudah menikah puluhan tahun, tetapi komunikasinya buruk, sehingga kerap saling berasumsi. Lalu ada juga hubungan orang tua dan anak.
Begitupun Ombak, yang meski tinggal serumah dan sering makan bersama, mereka tetap tidak tahu cara berkomunikasi yang baik satu sama lain. Sang anak terlihat selalu emosi saat berbicara dengan orang tuanya, tapi justru senang saat bersama dengan temannya.
Lukman Sardi, pemeran Restu dalam film sekaligus Produser Eksekutif dari Kathanika Films menyampaikan bahwa film ini mungkin menjadi gambaran banyak keluarga di Indonesia, yang terlihat baik-baik saja tetapi sebenarnya juga tidak hangat dan tidak utuh.
"Ada gap di sana-sini, bisa jadi karena perbedaan generasi, sehingga cara memandang kehidupan juga berbeda. Tapi kalau terus menerus dibiarkan, akan menjadi luka dalam sebuah keluarga," katanya, dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (19/4/2025).
Lebih lanjut, dia berujar film ini justru mau menitipkan pertanyaan kepada orang tua dan para anak-anak yang sedang beranjak dewasa, "kalian mau menciptakan keluarga yang seperti apa di rumah?"
Berkaitan dengan tema griefing, Teddy Soeriaatmadja, sutradara film Mungkin Kita Perlu Waktu, mengungkapkan bahwa alur dan masing-masing karakter di film ini merepresentasikan lima tahap berduka atau five stages of grief.
“Ada karakter yang fasenya denial, dia merasa baik-baik saja, ada karakter yang fasenya anger, dia merasa marah dengan kondisinya, ada karakter yang fasenya depresi, dia merasa terpuruk dan putus asa. Itu semua manusiawi sekali, dan ini yang mau kita gambarkan, bahwa setiap manusia punya kapasitas memproses trauma yang berbeda-beda," kata Teddy.
Di sisi lain, Ricky Wijaya, produser eksekutif film Mungkin Kita Perlu Waktu, menyampaikan optimismenya terhadap genre film drama keluarga. Menurutnya, saat ini genre tersebut sedang banyak diminati oleh penonton film Indonesia, tak kalah saing dengan genre film horor.
"Genre ini selalu punya tempat di hati masyarakat karena mengangkat realita sehari-hari, dan selalu ada pesan yang bisa kita bawa pulang setelah menontonnya. Kami optimis film ini punya value yang besar untuk masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Film Dasim Tayang 15 Mei 2025, Angkat Kisah Nyata Jin Penghancur Rumah Tangga
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.