Dama Kara & Hak Kekayaan Intelektual Batik Karya Komunitas Difabel
18 April 2025 |
21:09 WIB
Industri kreatif terus mengalami pertumbuhan, serta menjadi salah satu sektor ekonomi utama yang bertumpu pada kreativitas dan inovasi. Karenanya, perlindungan kekayaan intelektual (KI) memegang peranan penting untuk memastikan keberlanjutan dan memperkuat daya saing berbagai produk kreatif termasuk batik hingga kerajinan.
Jenama fesyen batik asal Bandung, Dama Kara, sempat menghadapi tantangan dalam berbisnis yang berkaitan dengan plagiarisme. Motif-motif karya busananya kerap ditiru oleh sesama pelaku bisnis fesyen.
Didirikan oleh pasangan suami istri, Nurdini Prihastiti dan Bheben Oscar pada 2020, Dama Kara dikenal lewat produk-produknya yang mengangkat teknik tradisional pada setiap koleksi busananya seperti batik, ikat, jumput, bordir dan jahit jelujur untuk terus melestarikan budaya Indonesia.
Baca juga: Menyelamatkan Batik Tulis Batang Warisan Budaya yang Terancam Punah
Mereka menghadirkan karya sandang dengan motif yang unik, sederhana, tapi sarat makna dengan menggunakan warna-warna khas. Dalam proses pengerjaannya, mereka merangkul para perajin dan penjahit rumahan, serta komunitas difabel.
"Orang Indonesia banyak yang suka batik, tapi sayangnya hanya dipakai pada event tertentu saja, akhirnya kita buat batik dengan motif simpel dan model versatile yang bisa dipakai untuk berbagai momen," kata Nurdini.
Mengantisipasi terjadi kembali bentuk-bentuk plagiarisme di kemudian hari, Dama Kara berupaya mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas motif batik yang dibuat dan meningkatkan awareness masyarakat atas motif batik khas mereka.
Terlebih motif-motif batik jenama tersebut dibuat oleh teman-teman komunitas difabel, termasuk penyandang autis dan tunarungu yang mana setiap karya mereka memiliki makna mendalam dan cerita di baliknya.
"Kami berkolaborasi dengan teman-teman berkebutuhan khusus karena dalam berkarya tidak mengenal keterbatasan, nantinya hasil gambar mereka akan diangkat ke dalam koleksi-koleksi busana Dama Kara," imbuhnya.
Nurdini dan Bheben bekerja sama dengan sejumlah yayasan, seperti Our Dreams Indonesia dan Art Therapy Center (ATC) Widyatama untuk membantu komunitas difabel menciptakan peluang dengan berkarya.
"Mengenai kemitraan dengan ATC Widyatama, kami memfasilitasi siswa-siswi SLB setingkat SMA untuk magang dulu di Dama Kara untuk bikin karya kolaborasi, sebelum mereka masuk ke ATC Widyatama," ujar Nurdini.
Dama Kara bersama Abi dan Rian yang saat itu merupakan mahasiswa ATC Widyatama, menciptakan koleksi batik bertajuk Rona Bian. Motif-motifnya dibuat dengan teknik suminagashi, sebuah seni marbling tradisional Jepang yang menghasilkan pola unik dari perpaduan tinta di atas air, kemudian diaplikasikan pada produk fesyen seperti jaket dan batik.
Ada juga koleksi Jalin yang dibuat dengan teknik sashiko atau jahit jelujur, bersama Salma, teman istimewa penyandang tuna rungu. Motif pada Jalin membawa makna yaitu arah mata angin sebagai simbol keseimbangan hidup dan simbol petunjuk.
Sementara, kolaborasi dengan Our Dreams Indonesia, Dama Kara berupaya memberdayakan anak-anak dengan autisme melalui seni dan desain. Kemitraan ini dimulai dengan membuka kelas menggambar bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Hasil karya mereka kemudian diangkat menjadi motif pada produk-produk seperti batik, stiker, dan gantungan kunci.
Nurdini dan Bheben juga mendirikan Dama Kara Foundation agar bisa lebih banyak merangkul teman-teman berkebutuhan khusus. Mereka menyediakan ruang terapi gambar khusus bagi anak-anak penyandang autis yang hasil karyanya akan diwujudkan menjadi koleksi batik seperti Rona Bian dan Jalin.
Seluruh karya motif-motif yang dibuat oleh teman-teman difabel akan ditambahkan ke koleksi busana Dama Kara. Para individu yang terlibat dalam proses kreatif tersebut juga menerima royalti dari penjualan produk, sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka.
"Setiap bulan dari hasil penjualan kita memberikan royalti, jadi makin banyak produk (fesyen) yang menggunakan gambar buatan teman-teman difabel, maka makin banyak royalti yang diterima mereka," pungkas Nurdini.
Kementerian Hukum melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencatat, pada 2025 ini total penyelesaian permohonan KI ada sebanyak 116.126, mencakup permohonan baru dan yang tertunda dari tahun sebelumnya. Sektor merek menjadi yang paling dominan dengan 66.995 permohonan, diikuti hak cipta sebanyak 36.296 permohonan.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damar Sasongko, menyampaikan bahwa KI hadir pada setiap aspek kehidupan manusia dan mengandung nilai ekonomi di dalamnya.
"Pada era ekonomi kreatif, sangat dibutuhkan pelindungan hukum untuk produk-produk para pelaku usaha. Banyak kompetitor memilih untuk meniru produk-produk yang saat ini menjadi tren di pasar, dibandingkan menciptakan produk baru,” papar Agung, dikutip dari laman resminya.
Menurutnya, pemanfaatan KI menjadi sangat penting sebagai strategi bisnis yang dapat meningkatkan daya saing, meningkatkan nilai produk, serta melindunginya dari ancaman pelanggaran berupa pemalsuan atau pembajakan.
Untuk mempermudah pelaku usaha dalam melindungi KI mereka, DJKI telah menyediakan layanan pencatatan dan pendaftaran secara daring melalui dgip.go.id. DJKI juga memberikan kemudahan bagi para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan tarif yang lebih murah.
“Sekarang, mencatatkan hak cipta hanya memerlukan waktu lima menit dengan biaya sekitar Rp200.000. Sementara itu, pendaftaran merek untuk UMKM dengan biaya yang lebih terjangkau, sebesar Rp500.000,” ujarnya.
Alur Pendaftaran Hak Cipta
Jenama fesyen batik asal Bandung, Dama Kara, sempat menghadapi tantangan dalam berbisnis yang berkaitan dengan plagiarisme. Motif-motif karya busananya kerap ditiru oleh sesama pelaku bisnis fesyen.
Didirikan oleh pasangan suami istri, Nurdini Prihastiti dan Bheben Oscar pada 2020, Dama Kara dikenal lewat produk-produknya yang mengangkat teknik tradisional pada setiap koleksi busananya seperti batik, ikat, jumput, bordir dan jahit jelujur untuk terus melestarikan budaya Indonesia.
Baca juga: Menyelamatkan Batik Tulis Batang Warisan Budaya yang Terancam Punah
Mereka menghadirkan karya sandang dengan motif yang unik, sederhana, tapi sarat makna dengan menggunakan warna-warna khas. Dalam proses pengerjaannya, mereka merangkul para perajin dan penjahit rumahan, serta komunitas difabel.
"Orang Indonesia banyak yang suka batik, tapi sayangnya hanya dipakai pada event tertentu saja, akhirnya kita buat batik dengan motif simpel dan model versatile yang bisa dipakai untuk berbagai momen," kata Nurdini.
Mengantisipasi terjadi kembali bentuk-bentuk plagiarisme di kemudian hari, Dama Kara berupaya mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atas motif batik yang dibuat dan meningkatkan awareness masyarakat atas motif batik khas mereka.
Terlebih motif-motif batik jenama tersebut dibuat oleh teman-teman komunitas difabel, termasuk penyandang autis dan tunarungu yang mana setiap karya mereka memiliki makna mendalam dan cerita di baliknya.
"Kami berkolaborasi dengan teman-teman berkebutuhan khusus karena dalam berkarya tidak mengenal keterbatasan, nantinya hasil gambar mereka akan diangkat ke dalam koleksi-koleksi busana Dama Kara," imbuhnya.
Nurdini dan Bheben bekerja sama dengan sejumlah yayasan, seperti Our Dreams Indonesia dan Art Therapy Center (ATC) Widyatama untuk membantu komunitas difabel menciptakan peluang dengan berkarya.
"Mengenai kemitraan dengan ATC Widyatama, kami memfasilitasi siswa-siswi SLB setingkat SMA untuk magang dulu di Dama Kara untuk bikin karya kolaborasi, sebelum mereka masuk ke ATC Widyatama," ujar Nurdini.
Ada juga koleksi Jalin yang dibuat dengan teknik sashiko atau jahit jelujur, bersama Salma, teman istimewa penyandang tuna rungu. Motif pada Jalin membawa makna yaitu arah mata angin sebagai simbol keseimbangan hidup dan simbol petunjuk.
Nurdini dan Bheben juga mendirikan Dama Kara Foundation agar bisa lebih banyak merangkul teman-teman berkebutuhan khusus. Mereka menyediakan ruang terapi gambar khusus bagi anak-anak penyandang autis yang hasil karyanya akan diwujudkan menjadi koleksi batik seperti Rona Bian dan Jalin.
Seluruh karya motif-motif yang dibuat oleh teman-teman difabel akan ditambahkan ke koleksi busana Dama Kara. Para individu yang terlibat dalam proses kreatif tersebut juga menerima royalti dari penjualan produk, sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi mereka.
"Setiap bulan dari hasil penjualan kita memberikan royalti, jadi makin banyak produk (fesyen) yang menggunakan gambar buatan teman-teman difabel, maka makin banyak royalti yang diterima mereka," pungkas Nurdini.
Alur Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual Batik
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damar Sasongko, menyampaikan bahwa KI hadir pada setiap aspek kehidupan manusia dan mengandung nilai ekonomi di dalamnya.
"Pada era ekonomi kreatif, sangat dibutuhkan pelindungan hukum untuk produk-produk para pelaku usaha. Banyak kompetitor memilih untuk meniru produk-produk yang saat ini menjadi tren di pasar, dibandingkan menciptakan produk baru,” papar Agung, dikutip dari laman resminya.
Menurutnya, pemanfaatan KI menjadi sangat penting sebagai strategi bisnis yang dapat meningkatkan daya saing, meningkatkan nilai produk, serta melindunginya dari ancaman pelanggaran berupa pemalsuan atau pembajakan.
Untuk mempermudah pelaku usaha dalam melindungi KI mereka, DJKI telah menyediakan layanan pencatatan dan pendaftaran secara daring melalui dgip.go.id. DJKI juga memberikan kemudahan bagi para Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan tarif yang lebih murah.
“Sekarang, mencatatkan hak cipta hanya memerlukan waktu lima menit dengan biaya sekitar Rp200.000. Sementara itu, pendaftaran merek untuk UMKM dengan biaya yang lebih terjangkau, sebesar Rp500.000,” ujarnya.
Alur Pendaftaran Hak Cipta
- Registrasi akun hakcipta.dgip.go.id
- Klik tambah untuk membuat permohonan baru
- Isi seluruh formulir yang tersedia
- Unggah data dukung yang dibutuhkan
- Persetujuan otomatis pencatatan hak cipta (POP-HC)
- Pencetakan surat pencatatan Hak Cipta, selesai dalam waktu kurang dari 10 menit
Baca juga: Hypeprofil Desainer Ratri WK: Ajak Penyandang Down Syndrome Membatik Shibori di KamaKu
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.