Perpindahan Karier (Sumber Foto: Freepik/pressfoto)

Hypereport: Switch Career Setelah Lebaran, Langkah Strategis Siapkan Masa Depan?

15 April 2025   |   20:28 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Lebaran bukan hanya menjadi momen untuk mudik ke kampung halaman, tapi juga menjadi titik refleksi yang dalam bagi banyak orang. Usai menikmati waktu bersama keluarga dan mendapatkan ruang untuk berpikir lebih jernih, tak sedikit orang-orang mulai mempertanyakan kembali tujuan karier mereka.

Apakah pekerjaan saat ini masih sejalan dengan nilai dan passion pribadi? Apakah rutinitas kantor masih memberi ruang tumbuh dan berkembang? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kerap memicu fenomena switch career alias perpindahan karier. Menariknya, tren ini menunjukkan pola berulang dari tahun ke tahun yang umumnya terjadi setelah Lebaran.

Survei JobStreet terhadap 17.623 responden pada Oktober 2021 menunjukkan bahwa 73 persen pekerja di Indonesia merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka saat ini. Ketidakpuasan ini sering kali mendorong individu untuk mempertimbangkan peralihan karier ke bidang lain.

Selain itu, menurut laporan Michael Page Indonesia Talent Trends 2023 yang berjudul The Invisible Revolution, menunjukkan bahwa 95 persen pekerja Indonesia telah memulai pekerjaan baru dalam setahun terakhir. Namun, mereka tetap terbuka terhadap kemungkinan perubahan karier. 

Baca juga laporan terkait:  Muflih Fathoniawan, Konsultan Karier dari Talents Mapping, memaparkan apa yang melatarbelakangi fenomena switch career setelah Lebaran. "Fenomena switch career ini makin terasa pasca Lebaran, tapi sebenarnya akarnya sudah mulai terlihat sejak masa pandemi COVID-19," ujarnya pada Hypeabis.id. 

Lebih lanjut, dia memaparkan, saat itu banyak orang mulai menyadari bahwa ada profesi-profesi yang bisa dikerjakan dengan lebih fleksibel, baik dari segi waktu maupun tempat. 

Fleksibilitas ini menjadi sangat menarik, terutama bagi generasi yang baru masuk dunia kerja dalam 4–5 tahun terakhir, seperti Gen Z. Mereka jauh lebih berani mengejar karier impian dan tidak takut untuk berpindah jalur.

Lantas, mengapa Lebaran menjadi momen yang sering dipilih untuk melakukan switch career? Menurutnya, hal ini berkaitan dengan dua kemungkinan. Pertama, alasan finansial. Banyak karyawan menunggu pencairan THR terlebih dahulu sebelum akhirnya mengajukan resign. Yang kedua, ada faktor spiritual dan reflektif. 

"Selama Ramadan, orang sering merenung dan mengevaluasi hidup. Ketika kembali ke kampung halaman, ngobrol dengan keluarga besar, biasanya muncul banyak insight yang memicu keputusan besar seperti pindah kerja atau ganti karier," papar Muflih.

Dengan demikian, bisa disimpulkan, switch career bukanlah keputusan yang datang secara tiba-tiba. Namun, ada pemicunya dan banyak orang melakukannya setelah melalui banyak pertimbangan matang.

Sejumlah faktor yang memicu keputusan untuk berpindah karier adalah ketika seseorang mulai merasa stagnan, jenuh dengan rutinitas, atau pekerjaannya tidak sesuai dengan passion atau kepribadian. 

Misalnya, orang yang komunikatif tapi malah bekerja di balik layar dan tidak punya kesempatan untuk bersosialisasi, itu bisa memicu burnout. Kadang juga ada alasan kesehatan, seperti pola kerja shift malam yang tidak ideal dilakukan dalam jangka panjang. Selain itu, alasan lainnya yang penting seperti harus menemani anak di rumah atau kurangnya waktu yang dihabiskan bersama keluarga.

Selain itu, usia juga berpengaruh terhadap keputusan switch career. Menurut Muflih, mereka yang berusia di bawah 35 tahun lebih fleksibel dan cepat beradaptasi karena tumbuh bersama internet dan teknologi. 

Sedangkan usia di atas 40 tahun biasanya lebih banyak pertimbangan seperti keluarga, kestabilan penghasilan, stamina, dan sebagainya. Perpindahan karier bukan hal mustahil bagi mereka, tapi memang butuh upaya lebih besar. 

Umumnya sektor yang diminati orang-orang yang melakukan switch career, yakni bisnis dan dunia digital. Banyak orang yang memilih berbisnis dengan berbekal pengalaman dari pekerjaan yang digeluti sebelumnya.

"Misalnya orang yang bekerja di tambak udang, setelah paham siklus panen dan pasarnya, akhirnya dia bisa mengelola tambaknya sendiri," katanya.

Selain itu, dunia digital juga makin berkembang pesat, terutama bidang digital marketing, content creation, affiliate marketing, hingga data analysis. Banyak dari mereka yang tidak jago bikin produk, tapi sukses sebagai afiliator karena paham algoritma media sosial.

Untuk melakukan switch career, penting sekali mempersiapkan semuanya dengan matang. Dengan begitu, perpindahan karier ini benar-benar dilakukan untuk mempersiapkan masa depan yang lebih cerah. Bukan dianggap sebagai bentuk pelarian karena jenuh dan lelah menekuni pekerjaan yang sekarang dijalani.

"Yang utama adalah kenali diri sendiri, apa yang ingin dijalani seumur hidup, apa potensi terbaikmu, aktivitas apa yang membuatmu merasa senang dan produktif saat mengerjakannya?" ujar Muflih.

Dia memaparkan, banyak orang tidak menyadari bahwa hobi atau kebiasaan yang mereka sukai sebenarnya bisa dijadikan sumber penghasilan. Misalnya, seseorang yang sejak muda senang menulis, tapi dulu menganggap itu bukan prospek karier yang menjanjikan, padahal sekarang ada banyak peluang seperti content writer, copywriter, atau bahkan ghostwriter.

Selanjutnya, mulailah membangun portfolio, memperkuat personal branding, hingga mempelajari keterampilan baru. Misalnya, seorang lulusan hukum yang tertarik dengan dunia keuangan bisa mulai belajar investasi, mengambil sertifikasi seperti Certified Financial Planner, dan membagikan wawasan di media sosial. 

"Kalau portfolio dan branding-nya kuat, orang akan percaya sekalipun latar belakang pendidikan dan pekerjaan sebelumnya beda dengan bidang karier yang akan digeluti," kata Muflih. 

Baca juga: Hypereport: 10 Pekerjaan dengan Gaji Tertinggi di Indonesia Tahun 2025
 

Antisipasi Gelombang PHK dan Ancaman Resesi Ekonomi Global

Fenomena perpindahan karier yang meningkat setelah Lebaran bukan sekadar tren musiman, tetapi juga dipengaruhi tekanan eksternal seperti ketidakpastian ekonomi dan gelombang PHK di berbagai sektor, terutama teknologi, manufaktur, dan startup.

Kondisi ini mendorong banyak individu untuk menata ulang jalur karier mereka, sebagai langkah preventif menghadapi risiko pemutusan kerja. Misalnya dengan mempertimbangkan memulai bisnis atau menekuni bidang-bidang pekerjaan yang sesuai passion atau berpeluang tinggi untuk tumbuh dan berkembang.

Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa sepanjang 2024, sebanyak 77.965 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), dan di awal 2025, tambahan 4.050 pekerja kehilangan pekerjaan.

"Sektor manufaktur dan tekstil menjadi yang paling terdampak, dengan banyak perusahaan mengurangi produksi akibat penurunan permintaan global. Bagi keluarga yang terkena PHK, Lebaran 2025 bukan lagi momen bahagia, melainkan sumber stres finansial," kata Achmad Nurhidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta.

Begitupun ancaman resesi ekonomi global yang membayangi masyarakat Indonesia. Berdasarkan pengamatannya, pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 hanya mencapai 4,5 persen, jauh di bawah target pemerintah sebesar 5,3 persen.

"Daya beli yang melemah, inflasi yang tidak stabil, dan ketidakpastian pasar global membuat momentum Lebaran tidak mampu menjadi penyelamat ekonomi," papar Achmad.

Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah strategis, seperti stimulus fiskal dan proteksi bagi sektor padat karya, menurutnya resesi bisa menjadi kenyataan yang menghancurkan harapan pemulihan ekonomi pasca-COVID.

Dibandingkan dengan tiga tahun terakhir pasca-COVID, kontribusi Lebaran terhadap pertumbuhan ekonomi 2025 diperkirakan lebih rendah. Pada 2022, momentum Lebaran mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,4 persen (yoy), didominasi konsumsi rumah tangga.

Selanjutnya di 2023, angkanya turun menjadi 5,1 persen, dan pada 2024 hanya 4,8 persen. Tahun ini, ekonomi kuartal II 2025 diproyeksikan tumbuh 4,5-4,7 persen, dengan kontribusi Lebaran sekitar 0,8-1 persen.

Penurunan ini disebabkan oleh tiga faktor pertama, Daya beli yang belum pulih total pasca-PHK massal dan inflasi 2024, Kedua Kebocoran konsumsi ke impor, terutama di sektor fesyen dan elektronik dan ketiga, Efektivitas THR yang menurun karena alokasi dana untuk utang dan tabungan.

Dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan risiko kehilangan pekerjaan, beralih karier bukan lagi dianggap sebagai pelarian. Melainkan, sebagai langkah proaktif untuk membangun masa depan yang lebih stabil. 

Baca juga: Singapura Jadi Magnet Pekerja Indonesia di Asia Tenggara, Kok Bisa?

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

SEBELUMNYA

Respawn Entertainment Umumkan Game Star Wars Zero Company

BERIKUTNYA

Art Jakarta Gardens 2025 Segera Berlangsung, Yuk Intip Cara Beli Tiketnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: