Hal-hal Menarik yang Terungkap di Trailer Final Pengepungan di Bukit Duri
08 April 2025 |
14:58 WIB
Rumah produksi Come and See Pictures bekerja sama dengan Amazon MGM Studios akan merilis proyek film baru besutan sutradara Joko Anwar berjudul Pengepungan di Bukit Duri. Jelang penayangannya di bioskop pada 17 April 2025, trailer final dari film itu pun dirilis.
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Filmnya mengambil latar 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Menggambarkan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Baca juga: Bayangan Distopia Joko Anwar tentang Dunia Pendidikan di Film Pengepungan di Bukit Duri
Ceritanya akan mengikuti tokoh Edwin yang diperankan oleh aktor Morgan Oey. Sebelum kakaknya meninggal, Edwin berjanji untuk menemukan anak sang kakak yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru pengganti di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah.
Di sana, Edwin harus berhadapan dengan murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya. Ketika akhirnya dia menemukan anak kakaknya, kerusuhan pecah di seluruh kota. Mereka terjebak di sekolah dan harus melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Situasi semakin rumit, Edwin pun menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Trailer yang dirilis sekilas menggambarkan dunia fiksi yang dipenuhi kekerasan dalam film Pengepungan di Bukit Duri. Termasuk, menampilkan sekilas set kota yang kacau dan di ambang kehancuran. Berikut adalah beberapa hal menarik yang terungkap dalam trailer final Pengepungan di Bukit Duri.
Pencariannya itu akhirnya membawanya sampai ke SMA Duri Jakarta, yang menjadi sekolah terakhir untuk mencari keponakannya. Meski sempat diperingatkan untuk tidak masuk ke sekolah berbahaya itu, Edwin tetap bertekad untuk menjadi guru di SMA Duri.
Harus menghadapi anak-anak bermasalah, karakter Edwin pun perlahan berubah. Dia menjadi sosok yang tegas dan berani untuk menghadapi dan mendidik anak-anak bermasalah tersebut, hal yang justru dihindari oleh guru-guru lain. Ketika situasi semakin memanas, Edwin justru harus menghadapi anak-anak tersebut sekaligus menyelamatkan diri dan keponakannya.
Begitupun dengan anak-anak sekolahnya yang seolah akrab dengan tindak kekerasan. Banyak geng-geng sekolah yang tak segan menyerang dan menghabisi kelompok siswa yang lemah baik di dalam maupun luar sekolah. Berbalut seragam SMA, mereka sangat brutal dan beringas ketika memukul dan menghajar rekan sesama siswa sekolah.
Sutradara Joko Anwar mengatakan setiap karakter di film Pengepungan di Bukit Duri tidak digambarkan sebagai manusia yang jahat. Akan tetapi, mereka hanya terjebak pada sebuah ketidakberuntungan.
Meski secara film memiliki nuansa yang kelam dalam mengemas Indonesia pada masa mendatang, tapi dia mengaku ingin mengajak penonton untuk berefleksi terhadap situasi Indonesia saat ini.
“Dunia di film ini tidak jauh dari Indonesia sekarang. Namun kami mengamplifikasi pesan tentang bagaimana seandainya trauma tidak diobati dan mengakibatkan bangsa kita berjalan ke arah yang lebih buruk dari sekarang. Kami ingin membuat
sebuah film yang bercerita bagaimana suatu bangsa bisa hancur karena tidak ada respek satu sama lain,” katanya.
Joko Anwar menjelaskan set sekolah SMA Bukit Duri yang menjadi salah satu latar dalam film dibangun di atas bangunan bersejarah, Laswi Heritage di Bandung. Dalam cerita, katanya, sekolah SMA Bukit Duri awalnya adalah penjara sehingga tim artistik harus mendesain dua kali. Pertama sebagai bekas penjara, kedua sebagai sekolah.
Adapun, desainer produksi membangun sekitar 22 titik set sekolah mulai dari ruang kelas, ruang kepala sekolah, lorong, hingga ruang security. “Set sekolah di Pengepungan di Bukit Duri adalah sebuah sekolah yang dalam cerita tadinya berupa penjara, yang direnovasi dan dialihfungsikan sedemikian rupa sehingga bisa digunakan sebagai sekolah," kata sutradara yang akrab disapa Jokan itu.
Selain sekolah, ada pula set lain yang menunjukkan sebuah latar pecinan underground yang mengindikasikan sebuah kemunduran meski secara latar waktu terjadi di Indonesia masa depan. Banyak sampah berserakan, coretan di berbagai tempat umum, hingga dunia luar yang lebih berantakan.
"Lebih rusuh, lebih banyak orang yang berani mengekspresikan diri tapi tidak dengan cara yang benar. Jadi banyak terjadi perusakan di mana-mana. Total hari set-nya sendiri sekitar 2 minggu lebih, dengan 60–70 set builder. Jadi masing-masing ruangan kami coba bangun ceritanya," kata desainer produksi Dennis Sutanto.
Sementara itu sinematografer film, Jaisal Tanjung, mengungkapkan contrast menjadi pilihan utama untuk menentukan palet warna film. Warna-warna yang dipilih disesuaikan dengan para karakter di film dan sesuai dengan visi sutradara.
"Lebih ber-story telling dibanding membuat style-style yang berlebihan. Senatural dan seorganik mungkin, itu yang ingin kami capai. Rasanya, ketika orang menonton film ini, harapannya penonton fokus dengan karakter dan ceritanya," ujarnya.
Selain Morgan Oey, film ini juga dibintangi oleh Omara Esteghlal, Hana Malasan, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Raihan Khan, Farandika, Millo Taslim, Sheila Kusnadi, Shindy Huang, Kiki Narendra, dan Landung Simatupang.
Pengepungan di Bukit Duri akan tayang di bioskop Indonesia pada 17 April 2025.
Baca juga: Cara Aktor Morgan Oey Mendalami Peran di Film Pengepungan di Bukit Duri
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Filmnya mengambil latar 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Menggambarkan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Baca juga: Bayangan Distopia Joko Anwar tentang Dunia Pendidikan di Film Pengepungan di Bukit Duri
Ceritanya akan mengikuti tokoh Edwin yang diperankan oleh aktor Morgan Oey. Sebelum kakaknya meninggal, Edwin berjanji untuk menemukan anak sang kakak yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru pengganti di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah.
Di sana, Edwin harus berhadapan dengan murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya. Ketika akhirnya dia menemukan anak kakaknya, kerusuhan pecah di seluruh kota. Mereka terjebak di sekolah dan harus melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Situasi semakin rumit, Edwin pun menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Trailer yang dirilis sekilas menggambarkan dunia fiksi yang dipenuhi kekerasan dalam film Pengepungan di Bukit Duri. Termasuk, menampilkan sekilas set kota yang kacau dan di ambang kehancuran. Berikut adalah beberapa hal menarik yang terungkap dalam trailer final Pengepungan di Bukit Duri.
1. Transformasi karakter Edwin
Trailer berdurasi 2 menit 18 detik yang dirilis dibuka dengan adegan Edwin (Morgan Oey) yang mendapatkan wasiat dari kakaknya untuk mencari anaknya. Hal itu membuat Edwin akhirnya menyusuri kota untuk mencari keponakannya, termasuk mendatangi banyak sekolah SMA.Pencariannya itu akhirnya membawanya sampai ke SMA Duri Jakarta, yang menjadi sekolah terakhir untuk mencari keponakannya. Meski sempat diperingatkan untuk tidak masuk ke sekolah berbahaya itu, Edwin tetap bertekad untuk menjadi guru di SMA Duri.
Harus menghadapi anak-anak bermasalah, karakter Edwin pun perlahan berubah. Dia menjadi sosok yang tegas dan berani untuk menghadapi dan mendidik anak-anak bermasalah tersebut, hal yang justru dihindari oleh guru-guru lain. Ketika situasi semakin memanas, Edwin justru harus menghadapi anak-anak tersebut sekaligus menyelamatkan diri dan keponakannya.
2. Tampilkan situasi kota yang kacau
Situasi kota yang kacau dan dipenuhi tindak kekerasan sangat kental hadir di film Pengepungan di Bukit Duri. Kota yang dikisahkan berlatar 2027 itu digambarkan kotor, kumuh, warga saling mengumpat dan menyerang, demonstrasi di mana-mana, serta kerusuhan besar terjadi antar kelompok masyarakat.Begitupun dengan anak-anak sekolahnya yang seolah akrab dengan tindak kekerasan. Banyak geng-geng sekolah yang tak segan menyerang dan menghabisi kelompok siswa yang lemah baik di dalam maupun luar sekolah. Berbalut seragam SMA, mereka sangat brutal dan beringas ketika memukul dan menghajar rekan sesama siswa sekolah.
Sutradara Joko Anwar mengatakan setiap karakter di film Pengepungan di Bukit Duri tidak digambarkan sebagai manusia yang jahat. Akan tetapi, mereka hanya terjebak pada sebuah ketidakberuntungan.
Meski secara film memiliki nuansa yang kelam dalam mengemas Indonesia pada masa mendatang, tapi dia mengaku ingin mengajak penonton untuk berefleksi terhadap situasi Indonesia saat ini.
“Dunia di film ini tidak jauh dari Indonesia sekarang. Namun kami mengamplifikasi pesan tentang bagaimana seandainya trauma tidak diobati dan mengakibatkan bangsa kita berjalan ke arah yang lebih buruk dari sekarang. Kami ingin membuat
sebuah film yang bercerita bagaimana suatu bangsa bisa hancur karena tidak ada respek satu sama lain,” katanya.
3. Set dunia film yang memukau
Hal lain yang juga mencuri perhatian dalam trailer final Pengepungan di Bukit Duri ialah set dunia film yang memukau dan cukup meyakinkan. Berlatar di Indonesia pada 2027, film ini memperlihatkan suasana yang kacau ketika latar kota Jakarta mengalami sebuah kemunduran.Joko Anwar menjelaskan set sekolah SMA Bukit Duri yang menjadi salah satu latar dalam film dibangun di atas bangunan bersejarah, Laswi Heritage di Bandung. Dalam cerita, katanya, sekolah SMA Bukit Duri awalnya adalah penjara sehingga tim artistik harus mendesain dua kali. Pertama sebagai bekas penjara, kedua sebagai sekolah.
Adapun, desainer produksi membangun sekitar 22 titik set sekolah mulai dari ruang kelas, ruang kepala sekolah, lorong, hingga ruang security. “Set sekolah di Pengepungan di Bukit Duri adalah sebuah sekolah yang dalam cerita tadinya berupa penjara, yang direnovasi dan dialihfungsikan sedemikian rupa sehingga bisa digunakan sebagai sekolah," kata sutradara yang akrab disapa Jokan itu.
Selain sekolah, ada pula set lain yang menunjukkan sebuah latar pecinan underground yang mengindikasikan sebuah kemunduran meski secara latar waktu terjadi di Indonesia masa depan. Banyak sampah berserakan, coretan di berbagai tempat umum, hingga dunia luar yang lebih berantakan.
"Lebih rusuh, lebih banyak orang yang berani mengekspresikan diri tapi tidak dengan cara yang benar. Jadi banyak terjadi perusakan di mana-mana. Total hari set-nya sendiri sekitar 2 minggu lebih, dengan 60–70 set builder. Jadi masing-masing ruangan kami coba bangun ceritanya," kata desainer produksi Dennis Sutanto.
Sementara itu sinematografer film, Jaisal Tanjung, mengungkapkan contrast menjadi pilihan utama untuk menentukan palet warna film. Warna-warna yang dipilih disesuaikan dengan para karakter di film dan sesuai dengan visi sutradara.
"Lebih ber-story telling dibanding membuat style-style yang berlebihan. Senatural dan seorganik mungkin, itu yang ingin kami capai. Rasanya, ketika orang menonton film ini, harapannya penonton fokus dengan karakter dan ceritanya," ujarnya.
Selain Morgan Oey, film ini juga dibintangi oleh Omara Esteghlal, Hana Malasan, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, Florian Rutters, Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Raihan Khan, Farandika, Millo Taslim, Sheila Kusnadi, Shindy Huang, Kiki Narendra, dan Landung Simatupang.
Pengepungan di Bukit Duri akan tayang di bioskop Indonesia pada 17 April 2025.
Baca juga: Cara Aktor Morgan Oey Mendalami Peran di Film Pengepungan di Bukit Duri
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.